Barong Ider Bumi Bawa Berkah untuk Banyuwangi
Banyuwangi memang wow. Keren. Penuh pesona. Tengok saja Barong Ider Bumi Banyuwangi di Desa Kemiren, Banyuwangi. Pada hari kedua Lebaran, Sabtu, 16 Juni 2018, Banyuwangi heboh luar biasa. Evennya diburu wisatawan Nusantara dan mancanegara.
"Ini tradisi budaya yang sudah sangat tua. Tradisi yang sudah berusia ratusan tahun ini bertujuan untuk bersih kampung agar terhindar dari bala bencana. Harus dipertahankan," tutur Suhaimi, Ketua Adat Desa Kemiren, Sabtu (14/6).
Pesonanya memang dahsyat. Punya magnet tinggi. Estimasi kasar dari Dinas Pariwisata Pemkab Banyuwangi, jumlahnya menembus angka 10 ribu wisatawan. Kemiren pun langsung sesak dipadati tamu yang datang.
Lantas apa sih daya tariknya? Kenapa juga 10 ribu wisatawan sampai rela antre berpanas-panasan menonton ritual tolak bala yang sudah sangat tua itu?
Soal ini, Suhaimi punya jawabannya. Alasan pertama, ada story' telling yang kuat. Sekedar gambaran, Barong dipercaya masyarakat Desa Kemiren sebagai makhluk mitologi yang menjaga desa.
Alasan berikutnya, ada arak-arakan budaya yang menarik. Khusus festival ini, Barong yang memiliki sayap tersebut diarak warga Desa Kemiren menggunakan baju adat Osing yang dominan berwarna hitam. Sepanjang jalan, tokoh adat masyarakat Osing dan Menpar Arief Yahya menebarkan uang koin yang dicampur dengan beras kuning.
Filosofi soal itu langsung dijelaskan dengan gamblang oleh Cholqul Ridho, Sekretaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Pemkab Banyuwangi
"Uang koin yang disebar di jalan namanya sembur utik-utik. Uangnya diperebutkan oleh banyak orang terutama anak-anak," jelasnya.
Maknanya, menurut dia adalah shodaqoh masyarakat Kemiren kepada anak-anak. Membudayakan tradisi berbagi.
Hasilnya? Arak-arakan Barong yang dimulai dari pintu masuk desa yang dikenal dengan pusaran, penuh wisatawan. Nyaris tak ada space kosong. Tua-muda, laki-laki-perempuan menyebar luas hingga jalan ke arah barat menuju pintu keluar desa atau dikenal dengan tempat mangku barong. Rute sejauh dua kilometer-an itu sontak berubah jadi lautan manusia.
"Salah satu daya tariknya ya di sini. Karena sampai mangku barong mereka kembali lagi ke pintu masuk. Dan terakhir ditutup dengan selamatan makan bersama dengan menu pecel pitik," jelasnya.
Pecel Pitik ini adalah makanan khas Banyuwangi. Kulinernya menggunakan bahan utama ayam kampung yang masih muda. Setelah disembelih, ayam kampung dibersihkan lalu dipanggang secara utuh di perapian.
Sedangkan bumbu yang digunakan sangat sederhana yaitu kemiri, cabai rawit, terasi, daun jeruk, dan gula. Setelah dihaluskan, bumbu dicampur dengan parutan kelapa muda.
Beragam atraksi menarik tadi langsung dikomentari Menteri Pariwisata Arief Yahya yang ikut hadir bersama Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Dia pun tak segan mengapresiasi konsistensi Banyuwangi yang terus mengangkat tradisi budaya menjadi sebuah atraksi yang menarik.
"Yang dilakukan masyarakat Desa Kemiren dengan mengangkat tradisinya sebagai atraksi budaya sudah tepat untuk pengembangan pariwisata. Ini penting, karena wisatawan yang datang ke Indonesia, 60 persennya karena tertarik budaya," kata Menpar.
Mantan Dirut Telkom itu sampai ikutan melempar koin receh sebagai tanda kemakmuran, dan kesejahteraan. Baginya, inilah syiar budaya Banyuwangi ke seluruh dunia. "Ini syiar Budaya Banyuwangi ke seluruh dunia. Jadi harus terus dilestarikan," ucapnya.
Respon Bupati Banyuwangi Azwar Anas juga sangat positif. Maklum, impact ekonominya sangat besar bagi Banyuwangi. Gambaran paling gampangnya, seluruh penginapan di sekitar lokasi fully booked.
"Homestay sekitar Kemiren jumlahnya ada 55. Ada yang dua kamar. Ada yang tiga kamar. Semua full. Hotel Sahid Osing Kemiren, Hotel Aston, Hotel ikhtiar Surya, Hotel El Royale, Hotel Tanjung Asri hingga Desa wisata Osing yang punya 10 villa juga full. Ini berkah besar buat Banyuwangi," ucapnya. (*)