Bapemperda Harmonisasi Tiga Raperda Inisiatif DPRD Banyuwangi
Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Banyuwangi telah melakukan harmonisasi dan pemantapan konsepsi Raperda. Ada tiga Raperda yang dilakukan Harmonisasi. Seluruhnya merupakan Raperda inisiatif DPRD Banyuwangi.
Tiga Raperda yang diharmonisasi yakni Raperda tentang Pengarusutamaan Gender, Raperda tentang Pengakuan dan Perlindungan Hak-hak Masyarakat Adat Osing Banyuwangi dan Raperda tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren.
Ketua Bapemperda DPRD Banyuwangi, Sofiandi Susiadi menyampaikan, proses harmonisasi Raperda Pengarusutamaan Gender berjalan dengan baik. Dia menyebut banyak masukan terkait dengan sistematika penyusunan, substansi isi dan perkembangan regulasi terbaru dalam rapat tersebut.
“Ada masukan dari perancang pembentukan produk hukum daerah Kanwil Kemenkum HAM Jatim yang sifatnya non substansi,” jelasnya, Kamis, 2 Februari 2023.
Sofiandi Susiadi menjelaskan, Tim Perancang Produk Hukum Daerah Kanwil Kemenkum HAM Jatim berpendapat, Raperda Pengarusutamaan Gender telah sesuai. Hanya perlu melakukan revisi dan menggeser ketentuan dasar hukum setingkat Undang-undang serta terkait dengan penataan Peraturan Bupati (Perbup).
“Perbup itu memuat hal-hal yang bersifat spesifik dan tidak bisa diglobalkan, karena pasal demi pasal ada konsekuensi baik penetapan yang sifatnya Perbup harus dibedakan dengan yang namanya pengaturan, ada yang bersifat global dan spesifik,” terangnya.
Untuk Raperda Pengakuan dan Perlindungan hak-hak masyarakat adat Osing Banyuwangi, Kanwil Kemenkum HAM Jatim meminta untuk dilakukan pengkajian ulang. Sebab, berbicara kondisi lokal Banyuwangi dan berdasarkan Permendagri No. 52 Tahun 2007 tentang Pedoman Pelestarian Dan Pengembangan Adat Istiadat Dan Nilai Sosial Budaya Masyarakat ada tiga hal yang harus dibedakan.
“Ketiga hal yang dibedakan yakni adat istiadat itu sendiri, masyarakat hukum adat dan desa adat,” bebernya.
Sedangkan untuk Desa Adat, yang menjadi dasar hukumnya adalah Undang-undang tentang Desa. Sebab, jika adat istiadat itu terkait warisan kebudayaan, menurutnya, Banyuwangi sudah mempunyai Perdanya.
“Dan masyarakat hukum adat yang diharapkan mengacu pada Permendagri No. 52 Tahun 2007,” ujarnya.
Guna mengisi kekosongan regulasi daerah terkait masyarakat hukum adat, disarankan untuk sementara menggunakan Surat Keputusan (SK) Bupati. Untuk penyusunan Raperda Hak-Hak Masyarakat Osing nomenklaturnya perlu disesuaikan dengan Permendagri No. 52 Tahun 2007 dan membentuk tim.
"Arah dan masukan dari perancang Kemenkum HAM Kanwil Jatim, sebisa mungkin Perda Masyarakat Adat Osing tidak diskriminatif. Jadi masyarakat hukum adat itu secara menyeluruh tidak hanya Osing, hukum itu sifatnya harus universal,” tegasnya.
Raperda Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren juga harus dikaji ulang. Karena dikhawatirkan ada beberapa klausul yang menjadi kewenangan Kementerian Agama. Tetapi kita konsen Raperda fasilitasi pesantren ini diapresiasi oleh Kemenkum HAM Kanwil Jatim.
“Karena ada inisiasi dari DPRD Banyuwangi untuk bagaimana kemudian memberikan fasilitasi yang optimal terhadap adanya pesantren di Banyuwangi , dan tiga fungsi pesatren sesuai dengan Undang-Undang pesantren, yakni Pendidikan,dakwah dan pemberdayaan,” bebernya.