Banyuwangi Tuan Rumah Geotourism Festival, Ekspose Keunikan Geologi Geopark Ijen
Banyuwangi menjadi tuan rumah Geotourism Festival. Geotourism Festival adalah ajang jaringan geopark global yang mengekspose kegiatan konservasi, edukasi, mitigasi bencana, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal, terutama bidang geowisata. Event ini rangkaian dari The 5th Geotourism Festival & International Conference 2024 yang akan digelar di Sydney, Australia.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mengatakan, Banyuwangi diberi kesempatan untuk mempresentasikan Geopark Ijen pada puncak acara di Sidney pada 18-19 Juli 2024 nanti. Menurut Ipuk, ini merupakan kehormatan bagi Banyuwangi.
“Yang akan kami presentasikan, bagaimana transformasi Geopark Ijen menjadi Unesco Global Geopark (UGG) dan bagaimana keterlibatan semua pihak terkait program Geopark ini,” jelasnya saat menghadiri International Geopark Symposium di Kampus Poliwangi, Banyuwangi, Senin, 1 Juli 2024.
Tidak hanya itu, menurut Ipuk, dalam forum tersebut, dirinya juga akan memaparkan bagaimana komitmen pemerintah mempertahankan geosite-geosite yang ada di Banyuwangi. Sehingga bisa berdampak pada masyarakat, bagaimana pelibatan masyarakat, dampaknya pada masyarakat, hingga dampkanya pada pembangunan di Banyuwangi.
Ipuk menyebut, Banyuwangi memiliki Geosite yang sangat luar biasa lengkap. Menurut Ipuk, Banyuwangi memiliki laut, gunung, hutan. Semua itu, kata dia, bagian dari Geosite. Ada juga budaya, tradisi, hingga kuliner yang juga menjadi bagian dari geosite yang dimilik Banyuwangi.
“Kita sudah mulai dari lokal Indonesia. Mudah-mudahan dari internasional juga mau melakukan penelitian terkait dengan Ijen Geopark,” tegasnya.
Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyebut, masing-masing Geopark memiliki keunikan geologi khusus. Keunikan geologi khusus itu yang akan ekpose lebih jauh lagi dalam kegiatan ini. Sehingga akan dilihat oleh seluruh masyarakat mancanegara.
Menurutnya, tidak hanya gunung Ijen-nya saja, tetapi potensi yang nanti akan berakibat pada masyarakat. Potensi ini memungkinkan akan dijadikan obyek penelitian terkait sejauh mana akan memengaruhi kehidupan masyarakat sekitar.
“Dari situ muncul kegiatan penelitian yang terkait dengan keunikan dari Geopark Ijen ini,” tegasnya.
Beberapa keunikan geologi khusus yang dimiliki Banyuwangi di antaranya lava bantal, G-land, kondisi alam, akan menjadi keunikan tersendiri dan menjadi sasaran destinasi pariwisata tersendiri.
General Manager Geopark Ijen, Abdillah Baraas menyatakan, keunikan Geopark Ijen yang terdaftar di Unesco adalah kaldera yang cukup unik. Menurutnya, kalau kaldera Gunun Batur, Rinjani, Toba terjadi karena gunung tersebut sudah semestinya meletus. Karena endapannya berwarna putih terang karena magmanya asam. Ini disebabkan gunung tersebut memang waktunya meletus.
“Di Ijen, ini tidak waktunya. Jadi kalau umurnya 50 tahun harus meletus, di Ijen itu 20 atau sampai 25 tahun,” tegasnya.
Penyebabnya, karena ada sesuatu di bawahnya ada batu gamping yang kemudian bereaksi dengan magma sedikit asam yang kemudian menghasilkan CO2 yang tinggi. Sehingga membuat ledakan secara eksplosif dan kemudian kalderanya terbentuk dan menjadi yang terbesar di Pulau Jawa, yakni 16 km.
“Ini memengaruhi peradaban di masa itu, dan itu yang paling unik,” katanya.
Tidak hanya itu, Banyuwangi juga memiliki lava bantal yang bisa dilihat di permukaan tanpa harus menyelam. Yakni di pinggir pantai Watudodol ada, di Parang Ireng ada. Lava bantal ini juga terdapat di Krakatau. Tapi di sana untuk melihatnya harus menyelam. Karena syarat terjadinya lava bantal ini harus ada erupsi masuk ke laut dalam.
“Kemudian di sini ada batuan yang merekam gempa dengan magnitudo 9, di Teluk Grajagan. Yakni endapan OAF (old andesite formation),” pungkasnya.