Banyak Mudharatnya, Lho. Ini Pesan MUI Pusat soal Perang Tagar
Majelis Ulama Indonesia (MUI), menyatakan keprihatinannya mencermati kondisi kebangsaan akhir-akhir ini. Kondisi saat ini menampilkan gejala perpecahan bangsa dengan menguatnya kotak-kotak kepentingan politik yang bernuansa ideologis.
Menurut Zainut Tauhid Sa'adi, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), kondisi seperti ini dinilainya tidak sehat dan dapat mengancam keutuhan bangsa.
"Kami menilai bahwa perang tagar antara 2019 Ganti Presiden dengan Jokowi 2 Periode yang dilakukan oleh sejumlah orang memang tidak melanggar aturan dalam pemilu," kata Zainut dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Senin 3 September.
"Sebagai negara demokrasi, setiap warga negara diberi jaminan kebebasan oleh konstitusi untuk menyampaikan pikiran dan pendapat. Sepanjang hal itu sesuai dengan norma-norma kepatutan, etika dan peraturan perundang-undangan."
Menurutnya, perang tagar tersebut tidak perlu dilakukan karena belum memasuki masa kampanye. Perang tagar dinilai tidak elok dan tidak produktif di tengah suasana suhu politik yang semakin memanas dan dapat berpotensi menimbulkan konflik.
“Perang tagar tersebut lebih banyak mudharatnya dari pada manfaatnya. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada semua pihak agar dalam menyampaikan ekspresi dan menyatakan pendapatnya harus tetap mengindahkan nilai-nilai kesantunan, kepatutan, akhlakul karimah dan rambu-rambu undang-undang,” tuturnya.
Selain itu, diimbau agar masyarakat, khususnya umat Islam tidak mengumbar rasa kebencian yang berpotensi merusak kerukunan bangsa,.
"Hendaknya semua pihak khususnya elit politik dapat menahan diri, mengedepankan etika politik yang berkeadaban dengan tidak menampilkan rasa kebencian dan permusuhan yang dapat memecah belah Bangsa Indonesia," ujar Zainut Tauhid.
Zainut mengatakan, meskipun kegiatan kampanye Pilpres belum dimulai namun perang opini, gagasan dan pernyataan sudah mulai ramai di media sosial dalam bentuk aksi pengerahan massa. Semuanya itu atas nama kebebasan berekspresi dan hak untuk menyampaikan pendapat.
Ia menerangkan, sebagai negara demokrasi, setiap warga negara diberi jaminan kebebasan oleh konstitusi untuk menyampaikan pikiran dan pendapat. Sepanjang hal itu sesuai dengan norma-norma kepatutan, etika dan peraturan perundang-undangan.
Tapi yang perlu dipahami adalah hak asasi manusia (HAM) itu bukanlah kebebasan yang mutlak tanpa batas melainkan ada pembatasannya yaitu undang-undang. (adi)