Banyak Bicara Hoax, Ternyata Ini Asal Usulnya
Bicara istilah Hoax, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) hoaks memiliki arti berita bohong, sementara dalam Oxford English dictionary, Hoax didefinisikan sebagai malicious deception atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Sementara menurut wiki adalah informasi yang sesungguhnya tidak benar, tetapi dibuat seolah-olah benar adanya. Banyak warganet mungkin belum paham bahkan ada yang mendefinisikan Hoax sebagai berita yang tidak disukai. Berikut informasi yang coba dihimpun ngopibareng.id tentang semua ihwal asal usul Hoax.
Hoax atau Fake News’ yang juga berita bohong bukanlah sesuatu yang baru, dan sudah banyak beredar semenjak Johannes Gutenberg berhasil menciptakan mesin cetak pada tahun 1439 dan menjadi sarana penyebaran berita. Dan jaman itu belum ada yang namanya internet, sehingga Hoax memiliki sebuah ancaman dari sebuah berita yang sulit untuk diverifikasi kebenarannya.
Sejarah pernah mencatat tentang sebuah kasus berita bohong yang pernah heboh di tahun 1661, kasus ini dikenal dengan judul Drummer of Tedworth, yang mengisahkan sosok John Mompesson yang merupakan konglomerat era itu seorang tuan tanah yang menginformasikan dihantui oleh suara-suara drum setiap malam di rumahnya dan berita tersebut menyebar hingga menjadi cerita mistis bahkan membuat penulis buku Glanvill jadi terkenal dan bukunya jadi best seller. Namun, pada catatan buku berikutnya Glanvill mengakui bahwa suara-suara tersebut hanyalah trik dan apa yang ceritakan adalah bohong belaka guna menaikkan penjualan bukunya.
Mengutip tulisan Lynda Walsh di buku yang berjudul Sins Against Science, Hoax atau kabar bohong, masuk sejak era industri, diperkirakan pertama kali muncul pada tahun 1808. Adapula yang berpendapat Hoax mengambil istilah Hocus dari mantra Hocus Pocus, seperti diungkapkan oleh filsuf asal Inggris, Robert Nares.
Sementara catatan sejarah lain, seorang Alexander Boese dalam bukunya berjudul Museum of Hoaxes, mencatat Hoax pertama yang dipublikasikan berupa almanak atau penanggalan palsu yang dibuat Isaac Bickerstaff alias Jonathan Swift pada 1709. Kejadian tersebut menyebutkan tentang ramalan kematian astrolog John Partridge. Dalam upayanya untuk meyakinkan publik, si pelaku membuat obituari palsu tentang Partridge pada hari yang diramal sebagai hari kematiannya.
Adanya teknologi internet hingga media sosial seperti sekarang semakin memperparah peredaran pemberitaan Hoax di penjuru dunia. Apalagi umumnya konten yang mudah digosok jadi makin sip, Hoax ditengarai memunculkan isu yang tengah ramai atau dibuat ramai di masyarakat dan menghebohkan, yang membuatnya sangat mudah memancing orang membagikannya.
Penyebaran Hoax yang akhirnya menjadi tren sebuah kata yang mewakili berita bohong berawal saat film The Hoax dirilis tahun 2006. Sebelum difilmkan, The Hoax merupakan novel karya Clifford Irving tahun 1981. Namun, di versi filmnya yang dibintangi aktor kawakan Richard Gere ternyata berbeda jauh dengan versi novel, ada cerita yang dihilangkan atau diubah. Kasus tersebut merebak luas yang berakibat The Hoax dicap sebagai film yang banyak mengandung kebohongan, sehingga kemudian banyak kalangan terutama para netter yang menggunakan istilah Hoax untuk menggambarkan berita kebohongan atau berita bohong tanpa sumber yang jelas.
Dalam perjalanan penyebaran Hoax ini berita bohong yang dibuat dengan secara sengaja. Si pelaku Hoax secara sadar atau tidak, tahu bahwa berita itu bohong dan bermaksud untuk menipu hingga menyesatkan dengan beritanya dibumbui judul heboh nuansa provokatif. Bahkan banyak di antara warganet hanya membaca headline berita tanpa membaca tuntas isinya dan langsung turut menyebarluaskannya. Saking bahayanya penyebaran Hoax tak sedikit kasus perpecahan, pertikaian hingga peperangan muncul akibat Hoax. Stop Hoax! #NoHoax (*)