Bantu Desa Penghasil Kepiting Sidoarjo, Mahasiswa ITS Rakit PLTS
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) merakit sebuah Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), yang difungsikan untuk membantu desa penghasil kepiting di Sidoarjo, Jawa Timur.
Para mahasiswa tersebut tergabung dalam, BEM Fakultas Teknologi Elektro dan Informatika Cerdas (FTEIC) ITS, Himpunan Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) serta Himpunan Mahasiswa Teknik Komputer (Himatekkom).
Penanggung jawab tim, Riza Dwi Febri Saputra mengatakan, pembuatan PLTS tersebut berawal ketika kelompoknya melihat potensi yang dimiliki oleh Desa Segorotambak, Sidoarjo.
Akan tetapi, kata Riza, potensi penghasil kepiting di desa tersebut masih belum bisa dimaksimalkan. Hal itu disebabkan oleh biaya operasional listrik yang terhitung masih sangat tinggi.
“Keuntungan dari Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) belum tentu dapat menutup biaya operasional tersebut,” kata Riza, Minggu, 11 Desember 2022.
Oleh karena itu, kelompok mahasiswa ITS tersebut menginisiasi penggunaan PLTS. Nantinya, alat tersebut digunakan sebagai sumber energi alternatif untuk sistem filtrasi dan aerator.
“Penggunaan PLTS akan diterapkan untuk menunjang kehidupan warga Desa Segorotambak di aspek lainnya,” jelasnya.
PLTS dipilih sebagai alternatif karena kondisi demografis Desa Segorotambak. Selain itu, energi yang dihasilkan juga dinilai lebih besar jika dibanding dengan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB).
PLTB sendiri merupakan jenis pembangkit listrik yang mengubah tenaga angin menjadi energi listrik. Dalam penerapanya, terkadang masyarakat menggunakan kincir angin sebagai penggerak turbin angin.
“PLTS sebenarnya dapat dibangun di daerah mana saja, terlebih di daerah tambak seperti desa ini,” ucapnya.
Selain itu, PLTS juga lebih ekonomis dan efektif dalam menekan biaya operasional listrik BUMDes. Sebab, sumber energi tak hanya bersumber dari cahaya matahari, tapi juga dari arus listrik konvensional.
“Ketika beban listrik adalah lima kWh, sedangkan PLTS hanya menghasilkan tiga kWh, maka diperlukan dua kWh saja dari listrik konvensional,” kata mahasiswa Departemen Teknik Elektro ITS tersebut.
Riza mengungkapkan, sistem ini lebih aplikatif dan memudahkan masyarakat dalam pemantauan. Karena dengan kapasitas 600 Wp, PLTS ini mampu menyuplai energi listrik untuk operasional, seperti penerangan kolam, aerator, pompa air, kipas hingga kulkas.
Adapun sistem panel surya yang digunakan adalah on-grid, di mana sistem terhubung langsung dengan jaringan listrik konvensional dan dapat mengirim kelebihan daya yang dihasilkan sel surya kembali ke jaringan.
“Inovasi ini termasuk baru bagi mereka. Kami berharap inovasi ini mampu menebar kebermanfaatan bagi desa Segorotambak dalam jangka waktu yang lama,” tutupnya.
Advertisement