Dosakah Membakar Bendera HTI?
Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor Yaqut Qoumas Kholil (Gus Yaqut), menyesalkan pembakaran bendera HTI yang di dalamnya bertulis kalimat tauhid yang dilakukan anggota Banser NU. Pembakaran dilakukan saat peringatan hari santri di Lapangan Alun-alun Limbangan, Garut, Jawa Barat, Minggu 21 Oktober 2018.
"Berdasarkan ketentuan yang dikelurkan Pimpinan Pusat GP Ansor, bila menjumpai bendara HTI, tidak boleh dibakar, cukup didokumentasikan, kemudian dilaporkan," kata Gus Yaqut, kepada Ngopibareng.id, di Jakarta Selasa, 23 Oktober 2018.
Menurur Yaqut, meskipun HTI sudah dibubarkan, tapi menjelang peringatan hari santri sering melakukan provokasi. Bahkan sebelum di Garut, anggota HTI juga melakukan provokasi peringatan hari santri di Bandung Barat.
"Saya sudah mengintrusikan kepada seluruh anggota GP Ansor dan Banser, jangan mudah terprovokasi Hisbut Tahrir, yang ingin mengadu domba sesama umat Islam," kata dia.
Sementara itu Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasarudin Umar, minta semua pihak berhati-hati dalam menanggapi pembakaran bendera HTI ini. Harus dilihat dulu latar belakang pembakaran bendera tersebut. "Menjadi gaduh karena bendera yang dibakar itu ada kalimat tauhidnya," kata Nasarudin Umar.
Dalam konteks akidah, kata dia,Syekh Muhammad Arsyad al-Banjary seorang ulama besar abad ke-17 telah mengarang sebuah kitab "Fasad al-Iman" atau penyebab rusaknya iman.
Di dalam kitab tersebut memang disebutkan bahwa seseorang dinyatakan keluar dari Islam atau murtad bila dengan sengaja melecehkan, menghinakan, menistakan ayat-ayat Allah, hadits Nabi dengan unsur kesengajaan dan penuh kebencian, termasuk menodai dengan kotoran atau membakarnya tanpa alasan yang jelas.
Jika dalam ranah keilmuan secara Fikih, para ulama lebih toleran dan membuat pengeculian tentang kebolehan membakar kertas atau benda yang terdapat kalimah al-Qur'an atau kalimah thayyibah, jika dimaksudkan dalam rangka menjaga agar kalimah tersebut tidak terinjak-injak atau terhinakan. Itu pun jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Hukumnya pun makruh.
Dalam hal kebolehan ini dinyatakan di dalam kitab Fath al-Mu‘in pada hamisy (sisi kitab) I‘anah ath-Thalibin juz I halaman 69 dijelaskan, “Dan dimakruhkan membakar sesuatu yang mengandung tulisan Al-Qur’an, kecuali bila untuk tujuan seperti memeliharanya. Tetapi membasuhnya adalah lebih utama daripada membakarnya.”
Sedangkan di dalam kitab al-Mughni dikatakan sebagai berikut, “Dan dimakruhkan membakar kayu yang padanya terdapat tulisan ayat Al-Qur’an, kecuali jika dimaksudkan untuk memelihara Al-Qur’an, maka itu tidak dimakruhkan, sebagaimana yang dipahami dari perkataan Ibnu Abdis-Salam. Dan dengan pengertian itulah kita memahami pembakaran mushaf-mushaf Al-Qur’an yang pernah dilakukan oleh Sayyidina Utsman bin Affan RA.”
"Tentu pengeculiaan ini, jika dalam keadaan darurat dan sulit menjaganya. Tapi, jika tidak ada alasan yang kuat dan masih memungkinkan untuk menjaga dan menyimpannya, seperti bendera, tentu saja diharamkan karena keluar dari illat kebolehannya," kata Nasarudin Umar.
Lebih-lebih, jika ada unsur kesengajaan dan kebencian terhadap simbol tauhid tersebut persoalannya sudah di luar ranah fikih, tapi sudah mencakup persoalan akidah yang bisa menyebabkan seseorang keluar dari Islamnya tanpa disadarinya. "Naudzubillah mindalik" kata Imam Besar Masjid Istiqlal. (asm)