Banjir di Malang karena Hunian Warga di Sempadan Sungai Brantas
Direktur Utama Perum Jasa Tirta I, Raymond Valiant Ruritan mengatakan banjir yang terjadi di Kota Malang pada 4 November 2021, lalu disebabkan karena masyarakat di wilayah terdampak membangun rumah di sempadan Sungai Brantas.
"Adanya pemukiman di tepian sempadan membuat seakan-akan ini bencana. Padahal manusialah yang mendekat ke garis sempadan di Sungai Brantas," ujarnya pada Rabu 10 November 2021.
Pada saat kejadian banjir kata Raymond debit air Sungai Brantas mencapai 490 m3/detik. Angka tersebut ujar Raymond masih masuk dalam status siaga hijau. Status siaga hijau berarti debit air masih terhitung normal.
Sementara di atas siaga hijau ada status siaga tiga berwarna kuning, status siaga dua berwarna oranye dan status siaga satu berwarna merah. "Kalau rekomendasi, relokasi itu pasti," katanya.
Terkait relokasi warga di sekitar sempadan sungai, Walikota Malang, Sutiaji mengatakan bahwa untuk bisa melakukan relokasi ke warga terdampak dibutuhkan waktu yang sangat panjang. "Kami edukasi, karena pemindahan tahu semua (sulit). Kami masih mencari solusi," ujarnya.
Kendalanya kata Sutiaji, Pemerintah Kota (Pemkot) Malang sudah menyiapkan lahan relokasi seperti di Kecamatan Sukun dan Kedungkandang. Namun, karena lokasinya jauh dari tempat semula warga bermukim, maka masyarakat enggan untuk direlokasi.
"Karena lokasinya ini digeser. Kami punya lahan aset lahan di Sukun, mungkin di Kedungkandang. Tapi mereka tidak akan menempati, karena tidak mau (direlokasi)," katanya.
Sementara itu terkait total jumlah yang rusak akibat banjir bandang ujar Sutiaji saat ini masih dalam pendataan. Untuk perbaikan rumah kata dia, pihaknya akan berkomunikasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). "Ini kami lihat ya rumah-rumah rusak. Ya tadi kalau (kerusakan rumah) disempadan sungai pembicaraan di APBD gak bisa,"ujarnya.