Banjir di Blora Utara Setelah 25 tahun, Tanda Alam Mulai Bicara
Banjir yang terjadi pada Selasa, 29 November 2022 sore sampai malam, mengakibatkan aktivitas warga lumpuh sesaat. Usai banjir, warga masih disibukkan sisa-sisa terjangan banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Blora, sampai saat ini masih melakukan assessment lokasi dan dampak banjr tersebut.
Untuk sementara, BPBD Blora memetakan sebanyak tiga wilayah kecamatan diterjang banjir. Kecamatan Jepon, Kecamatan Jiken dan Kecamatan Bogorejo. Diklaim, banjir yang mengepung Blora tersebut hanya disebabkan tingginya intensitas hujan. “Intensitas hujannya tinggi soalnya,” ujar Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Blora, Wijanarsih.
Rata-rata tinggi banjir tersebut yakni 70 cm. Kategori berat di pasar Jepon. Tinggi air mencapai 1 meter lebih. “Pasar Jepon ke utara kan konturnya menurun, itu bisa lebih dari 1 meter,” katanya.
Diinformasikan, beberapa wilayah itu memang jarang terjadi banjir. Meski saat intensitas hujan tinggi. “Kalau disebabkan karena sistem drainase sepertinya tidak, lebih kepada intensitas hujannya saja yang tinggi,” terangnya.
Hingga saat ini, pihak BPBD masih melakukan assessment lebih lanjut wilayah terdampak banjir tersebut.
Sementara itu, Kapolsek Jepon AKP Ramin menyampaikan bahwa sejak kemarin petang, anggota Polsek Jepon bersama anggota Polres dan juga petugas BPBD, bersama TNI langsung melakukan pengamanan di lokasi banjir, karena hampir tiga jam Jalan raya Blora-Cepu atau Jalan Nasional di kawasan Pasar Jepon terendam air setinggi lutut orang dewasa.
"Sejak petang petugas gabungan sudah melakukan pengamanan. Alhamdulilah air bisa segera surut," kata Kapolsek Jepon.
Sementara itu, Bupati Blora Arief Rohman, menduga, banjir yang terjadi akibat hutan yang gundul. Itu disampaikan saat dirinya meninjau lokasi banjir di Pasar Jepon pada Selasa, 29 November 2022 malam.
Dia merasa kaget, lantaran sudah puluhan tahun tidak pernah terjadi banjir. "Memang dulu pernah banjir, namun sudah lama, yakni sekitar 25 tahun lalu," imbuh bupati
Didampingi Kepala BPBD Blora, Sri Widjanarsih. Selain meninjau banjir yang melanda Pasar Jepon, bupati juga meninjau pintu air yang berada di Desa Pelem, Kecamatan Jepon. "Banjir ini terjadi akibat banjir bawaan dari hulu yang kemungkinan kiriman air dari hutan," ungkapnya.
Secepatnya, kata dia, akan dilakukan pengecekan wilayah hulu. "Kondisinya apakah memang hutan yang sudah gundul atau seperti apa," ujarnya.
Menurutnya, tidak hanya Pasar Jepon, dirinya juga mendapat laporan, daerah-daerah lain, seperti Bleboh, Gandu, Jiken, Bogorejo. Termasuk sejumlah lokasi di Cepu juga banjir. "Bahkan dilaporkan juga ada sekitar dua jembatan yang putus," tandasnya.
Isyarat dari Alam
Aktivis Lingkungan Kabupaten Blora, Eko Arifianto mengatakan, bahwa banjir yang terjadi di sebagian wilayah Kabupaten Blora, tidak terjadi secara tiba-tiba, sehingga tidak perlu merasa heran. "Sebenarnya kalau kita peka, alam ini sudah banyak memberikan isyarat. Atas perilaku keserakahan manusia yang berlangsung selama ini," tutur Eko.
"Tapi manusia masih abai dan tidak menghiraukannya," tambahnya, Rabu 30 November 2022.
Dia mencontohkan kasus virus corona, sebetulnya kalau dicermati, virus itu datang untuk mencari tempat hunian baru. Sebab, mereka tidak lagi menemukan hewan-hewan liar di dalam hutan dan gua.
"Yang biasanya menjadi inang mereka, akibat habitatnya hilang ditebang dan dihancurkan untuk pertambangan," tandasnya.
Dijelaskan, banjir yang terjadi di wilayah Blora utara itu tidak lepas karena kerusakan yang terjadi di Pegunungan Kendeng Utara.
"Kita semua tahu bahwa Pegunungan Kendeng Utara adalah pegunungan karst purba," jelasnya.
Menurut dia, pegunungan tersebut walau memiliki karakteristik kering di permukaan, namun mempunyai fungsi hidrologi sangat penting. Sebagai resapan sekaligus tandon air hujan.
"Agar tidak turun menjadi air permukaan yang bisa menyebabkan banjir seperti semalam," tegasnya.
Air yang meresap ke dalam pegunungan karst itu, lanjut dia, menjadi sumber daya air di bawah permukaan. Berperan dalam pemenuhan kebutuhan air masyarakat yang tinggal di kawasan karst dan sekitarnya.
"Jadi yang perlu diperhatikan adalah pemanfaatan ruang secara terencana agar pembangunan yang dilakukan bisa lestari berkelanjutan," ungkap pria yang akrab disapa Koko Kotak ini.
Lebih lanjut dia menyampaikan, terkait upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat investasi, mestinya mengedepankan industri padat karya. Bukan industri padat modal. Seperti industri ekstraktif pabrik semen dan pertambangan.
"Karena yang perlu diingat adalah potensi sumber daya alam berupa pegunungan itu tidak terbaharukan. Butuh proses geologis ribuan hingga jutaan tahun pembentukannya," ujarnya.
Jadi yang diperlukan saat ini adalah aksi nyata dari pemerintah dan masyarakat. Guna mencegah bencana yang lebih besar. Satu di antaranya, dengan menghentikan pertambangan pegunungan yang telah menyebabkan degradasi keanekaragaman hayati dan deforestasi.
Kemudian, menjalankan amanat undang-undang yang secara teknis berupa rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng.
Selain itu, menurut dia, perlu dibarengi penghijauan kembali daerah kritis. Baik itu pegunungan maupun DAS (Daerah Aliran Sungai). Juga mengurangi timbulan sampah dengan pengelolaan sampah dari rumah dan menjadikan sungai sebagai sumber air bersih.
Advertisement