Banjar Kota Mekar untuk Apa?
Saya baru kali ini ke Banjar Jawa Barat. Padahal, ini kota perbatasan dengan Jawa Tengah. Pintu gerbang menuju provinsi Jawa Barat dari jalur selatan.
Di sisi Jawa Tengah tak jauh dari Banjar saya sudah beberapa kali datang. Di Cipari. Kota kecamatan di Kabupaten Cilacap. Di situ almarhum kakek istri saya tinggal.
Banjar beda dengan Kabupaten Banjarnegara Jawa Tengah. Ini kota baru. Hasil pemekaran Kabupaten Ciamis. Resmi menjadi Kota Banjar dengan pemerintahan sendiri tahun 2002.
Saya mungkin tak akan pernah ke kota ini kalau tidak ada Munas Alim Ulama dan Konferensi Besar NU. Di Pondok Pesantren Miftahul Huda Citangkolo. Pesantren yang dikelilingi bukit-bukit.
Kota Banjar kini dipimpin Walikota Perempuan. Hj Uu Sukaisih, namanya. Yang berkuasa sejak 2013 lalu. Ia istri dari walikota sebelumnya. Yang juga brkuasa dua periode. Sejak pemkot itu berdiri.
Praktis kota hasil pemekaran itu sejak berdiri dipimpin suami istri. Saya nggak sempat menelusuri kenapa bisa demikian. Yang pasti, setiap pemilu, di tempat ini Partai Golkar pemenangnya.
Tidak ada yang istimewa dari kota ini. Kecuali terlewati kereta api Surabaya-Bandung. Juga jalur selatan Bandung-Jawa Tengah. Hampir semua kereta berhenti. Tapi stasiunnya kecil.
Tak ada hotel berbintang. Kecuali hotel melati dan bintang dua. Dalam jumlah yang sangat terbatas. Ketika ada even besar seperti Munas NU yang dihadiri presiden, hanya rumah penduduk pilihannya.
Atau ke Ciamis yang berjarak 30 kilometer dengan hotel yang juga terbatas. Yang jam 10 malam sudah sulit mencari tempat nongkrong dan makan.
Saya tidak tahu sejarahnya kenapa dulu bisa menjadi daerah pemekaran. Menjadi pemerintah kota sendiri. Seharusnya pemekaran kota di Jawa harus punya alasan yang kuat.
Maju secara ekonomi? Punya potensi pariwisata? Atau punya kekhasan sehingga tak ada alasan untuk menolak pemekaran? Lantas apa gunanya pemekaran kalau tidak ada yang istimewa?
Semua pertanyaan itu tak memperoleh jawab hanya dalam kunjungan sehari. Dari data yang bisa digali, Pemkot Bajar berpenduduk 168 juta lebih. APBD-nya Rp 800 Miliar. Separonya dari Dana Alokasi Umum (DAU). Dibagi menjadi 4 kecamatan.
Sebagai sesama kota hasil pemekeran, Banjar sangat berbeda dengan Kota Batu Jawa Timur. Sejak menjadi pemerintah kota sendiri di tahun 2001, Batu berkembang pesat. Ia berubah menjadi kpta pariwisata yang ikonik.
Perubahan kotanya terasa. Ia menjadi tujuan wisata yang terkenal di mana-mana. Pertumbuhan itu bisa dilacak lewat kemacetan yang mewarnai jalan menuju Batu setiap akhir pekan.
Sungguh beda rasa masuk kota Batu di awal pemekaran dan sekarang. Dulu hanya ada hotel bintang 3. Kini banyak bintang 4 dan 5. Wahana wisatanya terus bertambah. APBD-nya sudah tembus Rp 1 triliun lebih.
Pemekaran rasanya kurang bermakna di Banjar. Bayangkan, Pendapatan Asli Daerah (PAD) 2017 tak sampai Rp 100 miliar. Kalah dengan pendapatan rumah sakit khusus tipe B di Surabaya.
Mestinya pemekaran daerah tak masalah jika memberi makna bagi daerahnya. Sebaliknya seharusnya ada likuidasi jika pemekaran tak mampu mengembangkan kemajuan daerah.
Apalagi kalau hanya menjadi monopoli kepemimpinan oleh satu keluarga. (arif afandi)
Advertisement