Bangun Kekuatan, Aisyiyah Perlu Dibedah dari Luar
Tradisi besar ‘Aisyiyah tidak cukup hanya didiskusikan secara internal, menurut Ketua Umum PP ‘Aisyiyah, Siti Noordjanah Djohantini, membedah tradisi besar ‘Aisyiyah dibutuhkan ‘kacamata’ eksternal untuk melihat kedalaman, serta penting membedahnya dengan pisau research akademik.
Keseriusan ‘Aisyiyah dalam membedah tradisi besarnya dilakukan melalui International on Conference ‘Aisyiyah Studeis (ICAS) 2020. Digelar sejak 3 sampai 24 Oktober 2020 secara daring setiap akhir pekan, ICAS 2020 yang diselenggarakan oleh PP ‘Aisyiyah menghadirkan pembicara yang konsen di bidangnya, baik yang berasal dari dalam dan luar negeri.
“Ini menunjukan tradisi ‘Aisyiyah, perempuan Muhammadiyah. Kita mendiskusikan banyak hal, kemudian mencari dan menambah wawasan, serta mendengarkan dari banyak pihak tentang hal-hal baru yang kontekstual,” kata Noordjannah dalam acara penutupan ICAS 2020 pada Sabtu lalu.
Tradisi ‘Aisyiyah tersebut didiaspora oleh kader-kadernya yang mendirikan Pimpinan Cabang Istimewa ‘Aisyiyah (PCIA) di beberapa Negara. Diaspora kader ‘Aisyiyah merupakan langkah dan strategi dakwah untuk menyebarkan dakwah Islam pencerahan dan berkemajuan.
Melalui ICAS, menurut Noordjannah, adalah ajang untuk menghimpun pengalaman, dan keilmuan yang distrukturkan dalam bentuk penelitian oleh pihak-pihak yang memiliki ketertarikan terhadap tradisi ‘Aisyiyah. Dalam ajang ini, banyak diuraikan data-data penelitian kontekstual sesuai dengan perkembangan ‘Aisyiyah dari zaman ke zaman.
“Perlu dirumuskan karena sangat bermanfaat bagi kepentingan agenda muktamar ‘Aisyiyah terkait dengan isu-isu yang dibahas. Oleh karena itu, mari tradisi berseminar, menggali potensi, sejarah, dan pengalaman masa lalu yang begitu maju, untuk juga dilakukan oleh wilayah,” imbuhnya.
Dalam ranah praktis, tradisi besar ‘Aisyiyah melahirkan banyak amalan yang memadat menjadi Amal Usaha yang bisa dimanfaatkan oleh semua pihak. Pesan Noor, research harus menjadi habit bagi kader ‘Aisyiyah. Menurutnya, research akademik akan menjadi data yang bisa dipakai sebagai pijakan dalam berargumen untuk membangun dan mengembangkan ‘Aisyiyah.
‘Aisyiyah jika dibandingkan dengan organisasi pergerakan perempuan yang lain adalah etos diskusi yang melahirkan gerakan amal konkrit untuk kemanfaatan umat. Maka etos diskusi tidak bisa hanya bersifat eksklusif, melainkan harus inklusif. Artinya etos diskusi ‘Aisyiyah harus bisa dijejaringkan dengan banyak pihak untuk memperkaya wawasan dan pengetahuan.
“Berkomunikasi dengan banyak pihak adalah bagian dari syiar, menyebarkan praktik-praktik baik yang kita miliki. Jadi kalau kita punya praktik baik jangan hanya kita miliki sendiri, akan lebih baik jika praktik baik itu kita sebar,” imbuhnya.
Kedepan, Noordjannah berharap ‘Aisyiyah dipimpin oleh kader-kader perempuan muda yang progresif. Kader muda harus diberi kepercayaan dan peluang untuk mampu berkembang sesuai dengan konteks zamannya tanpa meningalkan suatu yang telah menjadi prinsip dalam organisasi. Karena ‘Aisyiyah adalah milik bersama, dan sebagai lahan untuk beramal baik, serta wasilah menuju Allah SWT.
Advertisement