Bangsa yang Sangat Merisaukan
"Bangsa yang dibangun diatas pilar kemunafikan tidak akan pernah melahirkan tegaknya keadilan"
(Mr.Ong#04.59/29/5/20)
Bangsa-bangsa yang berfikir kemajuan tidak selamanya berjumpa dengan kegelisahan. Sebab kegelisahan adalah penanda ketidakmampuan. Kegelisahan suatu bangsa biasanya tercipta dari tidak hadirnya kejujuran dan keadilan.
Jujur mengantarkan manusia pada ketenangan batin. Juga kebahagiaan; karena berjibaku dengan keadilan. Tanpa keadilan , suatu bangsa hanya akan menuai rasa kecemasan yang tidak berkesudahan.
Lihatlah Finlandia, pendidikan mereka maju Bukan karena sistemnya yang amat hebat, namun karena berhasil mendidik warganya menjadi manusia jujur. Misalnya bertindak jujur dalam hal-hal yang prinsipil. Kalau masih bodoh dan kurang pengetahuan karena bawaannya Sin Chan sama Doremon, ya mbok jangan memaksakan diri menjadi pemimpin.
Mengapa? Karena pemimpin.itu tanggungjawabnya sangat besar, menentukan hajat hidup orang banyak, masa depan masyarakat luas. Kalau pun didorong-dorong ya mbok mikir, pakai pikiran yang sehat nan sederhana. Lalu setelah pikiran, juga pakai perasaan.
Ditimbang-timbang apa pantas atau tidak pantas. Kalau masih kurang pengetahuan ya belajar dulu. Wong menimbang begitu saja kok ruwet. Ruwet itu sebenarnya bukti tidak mampu. Kalau tidak mampu bersikap jujur adalah jalan terbaik.
Jujur Pilar Kemajuan
Apabila suatu negeri pemimpinnya tidak memiliki kemampuan manajerial politik, maka pemimpin itu bisa dipastikan akan sangat merisaukan warganya. Merusak masa depan, dan berdampak buruk pada psikologi rakyatnya.
Pemimpin bangsa yang tidak kompeten pasti tidak akan mampu menggerakkan partisipasi warganya dalam pembangunan. Jika hal itu terjadi, maka sejatinya keberadaan pemimpin seperti itu lebih buruk dari ketiadaannya. Pemimpin bukanlah manusia yang membuat kebingungan dalan.masyarakat. bukan pembuat ketidakpastian, bukan pemantik kontroversi, bukan pengadu domba, dan bukan pula pengkhianat bangsanya.
Pemimpin itu adalah orang yang berkhidmat pada kebaikan atau kemaslahatan rakyatnya. Oleh karena itu dalam ushul figh ada semacam kaidah, begini, "Jika ada beberapa kemaslahatan bertabrakan, maka maslahat yang lebih besar (lebih tinggi) harus didahulukan. Dan jika ada beberapa mafsadah (bahaya, kerusakan) bertabrakan, maka yang dipilih adalah mafsadah yang paling ringan"
Pengetahuan elementer dalam bidang kepemimpinan itu haruslah dipahami sebelum seseorang bernafsu menjadi pemimpin. Jika tidak, maka pikirannya akan menjadi ruwet, ruwet, dan ruwet. Karena pada pemimpin yang demikian itu tidak cukup pengetahuan bagaimana memecahkan masalah dengan berbasis pada kemaslahatan orang banyak.
Oleh karena itu kompetensi, kapasitas intelektual, bobot, jam terbang, relasi, seorang pemimpin haruslah dibenahi agar mampu menjalankan roda kepemimpinan dengan baik. Jika tidak, maka pemimpin yang tidak bermutu itu hanya akan memproduksi ketidakpastian, kebingungan, dan kesemrautan.
Pemimpin yang tidak kompeten dan amatiran juga hanya menciptakan kecemasan hidup, penolakan, rasa apatis, dan hilangnya harapan akan masa depan yang lebih baik. Seorang pemimpin dalam level apa pun harus pandai-pandai menyadari bahwa dirinya adalah tempat bergantung semua orang. Tempat manusia menggantungkan harapan akan tatanan kehidupan yang lebih baik. Tatanan kemanusiaan yang lebih beradab. Tatanan politik yang lebih berkeadilan sosial. Pendek kata, pemimpin adalah tulang punggung rakyatnya.
Sejalan dengan itu maka seorang pemimpin haruslah orang yang memiliki ketajaman rasa yang.baik, budi yang luhur, dan selalu mengindahkan ide-ide tentang kemajuan bangsa dan negara. Kemajuan yang berporos pada kejujuran yang normal, bukan pura pura jujur atau sekadar kamuflase yang sengaja dibuat demi citra baik yang palsu dan menjijikkan.
Pemimpin sedianya lahir dari kaum cerdik pandai yang memiliki dedikasi yang tinggi pada kemajuan bangsa dan negara. Pemimpin baik adalah mereka yang mampu membedakan secara clear terang benderang mana perkara yang haq, dan mana perkara yang bathil.
Pemimpin yang baik adalah seorang patriot bagi bangsanya, dan bukan seorang pesuruh atau bahkan jongos bangsa lain. Pada yang demikian itu sesungguhnya Pemimpin yang tidak pantas mendapat kehormatan dalam negara.
Pemimpin yang baik adalah mereka yang bekerja penuh kejujuran, setiap kebijakan nya dikaji dari banyak perspektif dan selalu berpijak pada kemaslahatan orang banyak. Seorang pemimpin harus orang yang konsisten, punya integritas pribadi yang sangat memadai, dan tidak mudah menyerah pada keadaan yang sulit sekalipun. Bagaimana dengan pemimpin Anda?
Fathorrahman Fadli
(Direktur Eksekutif Indonesia Development Research/IDR, Dosen Fakultas Ekonomi, Universitas Pamulang)