Pemerintah Perlu Sparing Patner: Bangga sebagai Bangsa Indonesia
Sebagian orang sibuk menilai kinerja pemerintah tahun pertama kebinet Jokowi - KH Ma'ruf Amin. Sebagian lainnya sedang berbincang untuk mempersiapkan demo Omnibus Law. Sebagian besar masih sibuk mempersiapkan kegiatan rutin mencari nafkah, mulai dari ulama, pedagang, petani, nelayan sampai pejabat top.
Itulah dinamika dan romantika kehidupan suatu komunitas bangsa. Semua berbuat, pada hakikatnya bukan hanya untuk dirinya dan keluarganya sendiri, tetapi juga untuk orang lain dan untuk ibu pertiwi, tanah kelahirannya. Petugas kesehatan sibuk sekali pada masa pandemi, misalnya. Apakah berbuat untuk dirinya. Jelas tidak, tetapi untuk masyarakat dan bangsanya.
Para pemimpin dan Pahlawan Bangsa sejak pra-Kemerdekaan, Revolusi Fisik, Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi berjuang untuk kejayaan negerinya. Semua berjasa dan mungkin kalau bisa hidup kembali akan berdecak kagum atas kemajuan yang dicapai:
Indonesia adalah Negara yang berpenduduk Muslim terbesar yang demokratis, negara besar urutan ke-4 dari jumlah penduduk, salah satu anggauta G - 20, income per capita > US $ 4 ribu (bandingkan tahun 1962 di bawah US $ 100). Perlu digarisbawahi, para pejuang mulai dari nol.
Bulan lalu saya pulang ke Kudus, hanya 5 jam perjalanan darat, tahun 1962 waktu Asian Games dua hari naik kereta api. Kita semua merasakan dan menikmati buah perjuangan para pemimpin yang semuanya dari golongan manusia yang tidak terhindar dari kesalahan dan kekhilafan.
Sekarang kita punya pemimpin Pak Joko Widodo, Kiai Ma'ruf Amin, BamSoet /MPR, mbak Puan, Prabowo dll yang berada dalam pemerintahan. Ada juga yang di luar pemerintahan seperti Pak Gatot Nurmantyo, para ulama semisal KH A Mustofa Bisri (Gus Mus) dan ulama dari berbagai agama. Pemerintah perlu sparing patner jangan dibiarkan jalan sendiri.
Kita bisa berselisih pendapat, berbeda jalan. Tetapi tujuan kita sama menjunjung tinggi nama bangsa. Bukan hanya untuk kemakmuran bersama. Tetapi harga diri sebagai bangsa besar berdiri tegak dan bersaing dengan bangsa lain. Bahkan, harus menjadi salah satu dari empat besar dunia, kelak nanti pada suatu saat.
Omnibus Law, saya pikir adalah rentetan dari perjuangan di atas.
Dr KH As'ad Said ali
(Pengamat Sosial dan Politik, Tinggal di Jakarta)
Advertisement