Bandung All Terrain Challenge, Gabungkan Road Bike dengan Gravel
Apa jadinya ketika even organizer acara gowes road bike berkolaborasi dengan pecinta offroad gravel? Terjadilah even Bandung All Terrain Challenge 200 km hari Sabtu, 26 September 2020.
“Sebenarnya tawaran ini muncul setelah saya menyelesaikan rute Audax 300 km bulan Agustus 2020. Waktu itu Om Bob Aria Bharuna, panitia Audax Randonneur Indonesia tahu bahwa saya dan teman-teman DirtxClouds suka main gravel dan eksplor jalur-jalur Bandung. Nah, Om Bob tercetus bikin Audax dengan rute-rute gravel itu. Pertemuan berlanjut dan serius, jadilah kami bikin acara Bandung All Terrain Challenge 2020 ini,” tutur Syahroni Akbar Prabowo, salah satu penggagas acara dari DirtxClouds.
DirtxClouds adalah komunitas di Bandung yang suka blusukan eksplor jalur-jalur offroad gravel di Bandung. “Kami sering disebut Bandung based gravel ninja,” bilang Edmund, salah satu anggota DirtxClouds yang memiliki akun instagram @edmundjeds.
Karena salah satu even organizernya adalah Audax Randonneur Indonesia jadi even ini unsupported. “Peserta harus bisa mandiri. Mengganti ban harus bisa sendiri. Hingga kerusakan mekanikalpun harus bisa diatas sendiri dalam perjalanan ini,” tutur om Bob.
Setelah pertemuan demi pertemuan dan survei panitia dari Audax Randonneur Indonesia dan DirtxClouds akhirnya ditentukan rute. Start dari Bikesystem di kawasan jalan Dago, Bandung menuju Cicalengka lalu Ciparay lanjut Cisanti. Diteruskan ke Cileunca, Gambung, Soreang, Cihampelas, dan Dermaga Cibogo (Saguling).
Masuk Kota Baru Parahyangan lalu ke Cimahi dan Mohammad Toha. Terakhir finis di Bikesystem lagi. “Total jarak adalah 200 km dengan total elevasi 2,300 meter,” tutur Arai, sapaan akrab Syahroni Akbar Prabowo.
Pemilik akun instagram @storyonsaddle ini meyakinkan om Bob bahwa mayoritas peserta bisa menyelesaikan rute 200 km itu di bawah Cut of Time (COT) 13,5 jam.
Pasalnya, 65 persen jalur yang dilalui adalah aspal. Sisanya baru rute offroad gravel. Rutenya dimulai dengan gowes di jalur aspal biasa sejauh 80 km. lalu secara bergantian peserta melewati jalanan gravel, aspal, makadam, tanah, beton hingga kilometer 120.
Lalu sisa 80 km lagi adalah aspal hingga finis kembali ke Bikesystem. Tercatat ada 90 peserta yang ikut. Mayoritas peserta datang dari Bandung, Jabodetabek, dan Tasikmalaya
Dan banyak dari mereka yang baru main gravel bike, jadi agak kaget dengan rute seperti ini.
“Tanjakan pertama di kawasan Ciparay ke Cinsanti itu berat meskipun itu rute aspal. Panjangnya 32 km dengan elevation gain 967 meter. Lalu ada lagi segmen gravel dari perkebunan teh Kertasari hingga Pengalengan yang keluar di Situ Cileunca. Rute Pengalengan ke Pasir Jambu lengkap ada jalur gravel, beton, makadam juga vegetasi. Melewati hutan pinus, kebun the, hutan tropis, kebun kopi. Lantas ada turunan yang panjang dengan pemandangan kebun teh,” jelas Arai yang menggunakan sepeda XLR8 road endurance dengan ban 700c x 32 mm.
Nah, banyak peserta yang takut melintasi jalan turunan dari Pengalengan ke Peternakan Susu karena meskipun turunan tapi makadam. “Batunya juga besar-besar. Kalau peserta pemain road bike pasti tidak terbiasa. Beda dengan pemain MTB pasti sudah terbiasa dengan jalur seperti ini,” imbuh Om Bob.
Setelah lepas dari rute offroad, peserta kembali ke jalan aspal. Tapi jangan gembira dulu. Kira-kira memasuki kilometer 150, mulai Dermaga Cibogo Waduk Saguling rutenya rolling terus dan ada nanjak “halus” menuju Cimahi lantas baru finis di BikeSystem Bandung.
“Harusnya tidak berat karena gradien tidak tinggi. Tapi karena sudah di km 150 dan banyak peserta yang lelah jadi terasa berat,” tutur Arai.
“Ini kenapa tidak habis-habisnya ya, Za?” tanya Nick kepada Reza sambil terengah-engah. “Maunya panitia apa sih?” timpal Reza di tengah pemberhentian.
Mereka sadar masih harus melewati beberapa tanjakan sebelum masuk Kota Baru Parahyangan dan tinggal 40 km lagi menuju finis. Tak hanya peserta dari Bandung, peserta dari luar Bandungpun melayangkan pesan WhatsApp ke Arai, “Apa-apaan tuh nanjak setelah Waduk Saguling,” begitu isi pesan singkatnya.
Tiga orang peserta dari Jakarta, Gya Amalia, Ronald Simanjuntak, dan Romi Pangestu sangat puas dan senang. “Kalo ada lagi, kami pasti ikut lagi!” seru Pakcok, panggilan akrab Ronald Simajuntak
Menurut pengguna sepeda gravel Cervelo Aspero, rutenya sangat seru dan menantang. Karena mereka berangkat bertiga jadi mereka menjaga agar tetap bisa bersama. “Paling kita terpisah di tanjakan saja. Tapi saling tunggu di atas,” bilang Pakcok yang baru dua kali ikut even gravel seperti ini.
“Setelah lewat Situ Cihaniwung, jalanan mulai banyak batu kali dan agak turun. Mesti pilih-pilih jalan dan di pinggir pakai alur air,” tutur Pakcok yang mengaku habis kalori hingga 5.000.
Menurut Gya, turunannya gilaaa… karena gravel dan banyak batunya. Tapi semua lelah dan ketakutan itu terbayar dengan pemandangan perkebunan the dan jalur beton dengan pohon dan angin sejuknya.
Gya yang juga baru mengikuti dua kali even gravel ini mengatakan bahwa kemungkinan besar ke depan akan banyak even gravel. Apalagi sekarang banyak peserta perempuannya juga. “Panitia Audax dan DirtxClouds keren, pakai barcode untuk menjaga protokol kesehatan,” tutur pengguna sepeda gravel Salsa Vaya ini.
Apabila banyak peserta menggunakan sepeda gravel dan MTB, tapi Agus Surono beda. Dia memilih menggunakan sepeda lipat Element Troy 16 single crank 53t 8 speed dengan sproket 11-32.
“Saya sudah terbiasa menggunakan seli untuk jalan rusak, makadam, kerikil, batu koral, jalan tanah. Tapi sebelumnya pakai ban 20 inchi. Baru kali ini mencoba pakai ban 16 inchi,” tutur Gussur, panggilan akrabnya.
Menurut pria ramah ini, ada titik yang “menggemaskan” untuk seli yaitu di km 90. Ada belokan turunan curam dan makadam batu-batu besar. Mau turun tapi nanggung karena pakai sepatu cleat dan udah terjebak. Jadi pasrah aja mencari celah batu yang rata. Asyiknya di situ. Hahaha…,” tutur Gussur yang datang dari Jakarta ini.
Dalam perjalanan sejauh 200 km ini ada tiga checkpoint yaitu di mini market km 50, di warung km 96, dan di mini market km 145. “Untuk checkpoint ini, panitia Audax berinisiatif pakai barcode dan selfie lalu langsung unggah ke dokumen,” tutur Om Bob.
Sesuai prediksi Arai, seluruh peserta yang start jam 5.00-5.30 pagi ini semuanya bisa finis dibawah COT. Arai mengatakan bahwa rute yang dilewati ini mayoritas adalah di dalam perkebunan teh Kertasari. Selebihnya adalah jalan aspal menuju dan pulang dari area kebun teh itu.
Berikutnya kemana? DirtxClouds sudah punya angan-angan. Akhir tahun bakal gowes Jogjakarta–Bali. 1.000 km dalam delapan hari melanjutkan perjalanan Bandung–Jogjakarta tahun lalu.
“Rencananya sih full aspal. Tapi kan pakai sepeda gravel jadi kalo memungkinkan ada rute bolehlah main-main graventure dikit-dikit,” tutup Arai lantas tertawa.