Bandara Banyuwangi Raih Aga Khan Award for Architecture 2022
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani menerima penghargaan Aga Khan Award for Architecture 2022. Penghargaan bidang arsitektur paling bergengsi dunia ini diraih Bandara Banyuwangi. Dengan diraihnya penghargaan ini, Indonesia kembali menjadi perhatian dunia. Sudah 27 tahun Indonesia tak pernah memenangkan ajang arsitektur internasional ini.
Penyerahan penghargaan ini disampaikan di Royal Opera House of Muscat Arts, Muscat, Oman, Senin, 31 Oktober 2022 malam waktu setempat. Penghargaan Aga Khan Award ini sudah diluncurkan sejak 45 tahun lalu. Acara ini dihadiri para arsitek top dari seluruh dunia, dan dihadiri Putera Mahkota Kerajaan Oman, Theyazin bin Haitham Al Said serta Princess Zahra Aga Khan.
Ipuk Fiestiandani menjelaskan, Bandara Banyuwangi merupakan capaian prestisius di bidang arsitektur. Bandara ini juga menjadi landmark daerah. Kehadiran Bandara Banyuwangi, kata dia, mampu menggerakkan perekonomian lokal. Karena Bandara ini telah memberikan kemudahan akses ke Banyuwangi.
“Bandara menjadi salah satu pengungkit kemajuan Banyuwangi. Semoga ini berkah manfaat. Membawa kebanggaan, menghadirkan keberkahan, meningkatkan kesejahteraan warga,” jelas Ipuk.
Bandara Banyuwangi meraih penghargaan Aga Khan Award for Architecture 2022 setelah berhasil menyisihkan 463 nominasi bangunan dengan arsitektur terbaik dari seluruh dunia. Penghargaan ini dianugerahkan ke Bandara Banyuwangi karena dinilai memiliki arsitektur yang mengusung nilai-nilai pembaruan. Bandara yang diarsiteki Andra Matin ini menerobos konsep bandara yang pada umumnya tertutup dan eksklusif.
"Tidak seperti bangunan bandara lain yang kerap merupakan tempat kedap, tertutup, dan terasing dari lingkungan sekitar, Bandara Banyuwangi adalah perlawanan elegan terhadap bentuk bandara pada umumnya," kata juri dalam surat keputusan pemenang.
Dalam penilaian juri independen, Bandara Banyuwangi ini mencerminkan aspirasi komunitas dan membawa identitas serta memori budaya dengan inovasi dan teknologi baru. Yakni dengan desain bernuansa tradisional berbentuk ikat kepala Suku Osing yang merupakan masyarakat asli Banyuwangi. Bandara ini rampung dibangun pada 2017.
Bandara ini menghindari gaya standar internasional yang dimiliki sebagian besar bandara di dunia. Hal ini berangkat dari rasa kekhawatiran akan keberlanjutan, adaptasi iklim, jumlah populasi yang kian meningkat, serta kualitas hidup. Sehingga skema pembangunan yang diterapkan bersandar pada sumber daya lokal, teknologi tepat guna, dan prinsip-prinsip desain pasif vernacular.
Kondisi Indonesia yang panas disiasati dengan infrastruktur konektivitas yang menciptakan bukaan dan overhang yang dapat mengoptimalkan pengendalian suhu melalui ventilasi alami. Selain itu, pengaturan berkelanjutan dari lanskap ke ruang interior membantu aliran udara, dengan pepohonan rindang nan subur, menjadikan bangunannya bernuansa alam.
“Bandara ini bisa menjadi paradigma baru dan game changer di waktu mendatang dalam arsitektur bandara,” tegas dewan juri.
Dalam pemilihan material, pemerintah Banyuwangi bersama arsitek Andra Matin menekankan nilai-nilai lokal, fungsionalitas, dan pemeliharaan berbiaya rendah. Namun tetap memiliki nilai modern dan efisien dalam segala aspek. Bentuk pintu masuk dan jendela terluar dari kayu ulin yang melengkung memberikan kekosongan termal, dan dilapisi rumput untuk menutupi isolasi lebih lanjut.
Arsitektur Bandara Banyuwangi juga memiliki dampak luas terhadap masyarakat. Seperti halnya mengharmonisasi keberadaan bandara dengan alam di sekitarnya. Kawasan di sekitar bandara diproteksi sebagai lahan hijau dengan lanskap persawahan.
“Salah satu unsur penilaiannya termasuk bagaimana karya itu berdampak pada banyak manusia di sana dan di sekitarnya," jelas arsitek Andra Matin yang juga hadir.
Advertisement