Balsem Musafir untuk Ontanya
ALKISAH, ditengah hamparan padang pasir yang lengang, seorang musafir sebatang kara terhenti perjalanannya gara-gara ontanya mogok. Segala cara dilakukan, si onta tetap mendoprok. Dibentak, tak bergeming. Ditendang bokongnya, tak beranjak. Ditarik tali kekangnya, bertahan. Sungguh-sungguh ndableg sepenuh hati.
Jengkel dan putus asa, musafir teringat secupu balsem bawaannya. Ia rogoh saku, ia keluarkan balsem itu. Lalu dengan semangat menghukum si onta, ia oleskan balsem banyak-banyak ke “torpedo” binatang sial itu.
Panas balsem menyengat bagian yang paling sensitif, keruan saja si onta berjingkrak kesakitan. Tanpa memberi kesempatan musafir naik ke punggungnya, binatang tolol itu lari lintang-pukang, meninggalkan musafir terlongong-longong jauh di belakang….
* * *
Sampai di situ saja, hikayat ini sudah cukup menggelikan. Adapun menyangkut kelanjutannya, hatiku bimbang. Di satu sisi aku khawatir dan kasihan, tapi diam-diam aku tergoda juga mengharapkannya jadi kenyataan, hanya karena kepingin tertawa lebih panjang.
* * *
Terengah-engah tanpa mampu mengejar ontanya, musafir tercenung gulana. Tapi, ia adalah seorang cerdik-cendekia. Sebuah gagasan segar pun segera terbit dibenaknya: kalau balsem bisa membuat onta lari begitu kencang, lebih kencang dari biasanya, bukankah kiat itu layak dicoba?
Terpesona oleh gagasan yang mencerahkan itu, musafir pun serta-merta mengoleskan balsem ke torpedonya sendiri…
(Dikutip dari Terong Gosong atas seijin Yahya Cholil Staquf)
Advertisement