Balita Dicekoki Obat Keras oleh Baby Sitter, Dokter RS Bhayangkara Surabaya Ungkap Bahaya Steroid
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur mengungkap kasus balita viral yang dicekoki obat keras mengandung steroid oleh baby sitter berinisial N, 37 tahun.
Dalam kasus ini, tersangka kepada penyidik mengaku menggunakan obat keras tersebut sebagai penggemuk bagi balita karena sebelumnya sering muntah dan hilang nafsu makan.
Berdasar fakta, steroid ini diketahui bukan merupakan obat untuk menggemukkan badan. Namun, obat yang sering digunakan untuk mengobati penyakit-penyakit tertentu. Di mana, obat ini sebagai anti alergi, lupus, autoimun dan penyakit lain terkait daya tahan tubuh.
"Obat ini tidak bisa kita gunakan sembarangan karena akan timbul penyalahgunaan steroid atau steroid abuse. Jadi pemberian dosisnya maupun lama pemberian harus ditentukan oleh dokter yang ahli," kata Dokter Spesialis Penyakit Dalam RS Bhayangkara Surabaya Polda Jatim, AKBP dr. Bayu Dharma Sakthi.
Jika sudah berlebihan dan tak sesuai kebutuhan, Bayu mengatakan, ada sejumlah efek samping yang ditimbulkan. Antara lain, gangguan organ lambung akan mengalami luka, gangguan pertunbuhan.
"Obat ini tidak pernah kami gunakan sebagai penggemuk. Tapi efek samping tanpa sepengetahuan dokter menyebabkan pasien seolah-olah gemuk," ujarnya.
Ia mengatakan, obat ini pun sangat jarang digunakan pada bayi kecuali ada indikasi-indikasi tertentu. Dan pengobatannya pun tak bisa sembarang dosis dan lama pemakaian harus menyesuaikan kondisi yang ada.
Pada kasus balita yang ditangani Polda Jatim, ia mengatakan, dari hasil pengecekan labolatorium mandiri korban telah mengalami efek samping dari obat tersebut seperti gangguan lambung.
"Kami ditunjukkan foto korban dibanding dengan foto kakaknya kami dapati wajah atau tubuh korban gemuk tidak wajar. Pemeriksaan labolatorium yang ditunjukkan ada gangguan hormon pertumbuhan," ungkapnya.
Dengan kondisi tersebut, maka perlu penanganan intens dari tim dokter yang menangani. "Yang jelas perlu pendampingan medis dan psikologis karena kalau digunakan lama tidak bisa berhenti mendadak, harus diturunkan kadar dengan dosis dan jangka waktu tertentu sehingga bisa menyesuaikan diri," pungkasnya.
Bayu pun mengimbau kepada para orang tua untuk mengawasi anaknya dalam kondisi sakit dan tidak menggunakan obat secara sembarangan tanpa ada saran dari dokter.
Diketahui, Kepolisian Daerah Jawa Timur menetapkan satu tersangka, N, 37 tahun, dalam kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga dengan motif mencekoki balita dengan obat keras. Kasus ini berawal dari sebuah video yang dibuat orang tua korban yang viral di media sosial.
Direktur Ditreskrimum Polda Jatim, Kombes Pol Farman mengatakan, tersangka ini sudah menjadi baby sitter sejak korban berusia 5 bulan hingga kini berusia 2 tahun. Sedangkan praktik ini dilakukan lebih dari setahun tahun lalu.
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 44 ayat 1 dan ayat 2 UU 23 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) ancaman pidana yaitu penjara lima tahun dan paling banyak Rp15 juta, atau ancaman ayat 2 yakni pidana 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp30 juta.
"Kemudian diterapkan Pasal 436 ayat 1 dan 2 tentang Kesehatan dengan denda pidana Rp200 juta. Atau ayat 2 pidana penjara paling lama lima tahun dan denda Rp500 juta," pungkasnya.
Advertisement