Balai Pemuda Dalam Lukisan
Balai Pemuda dalam lukisan. Judul artikel ini jelas, ada sekitar 120 pelukis hari Sabtu 25 Juni lalu melukis bersama, dengan obyek Balai Pemuda, sebuah situs yang berada di pusat Kota Surabaya. Para pelukis itu datang dari berbagai daerah; Malang, Kota Batu, Pasuruan, Madiun, Kediri, Kertosono, Jombang, Mojokerto, Gresik, Sidoarjo dan dari Surabaya sendiri.
Mereka datang ke Balai Pemuda dengan suka dan rela serta semangat yang hanya mereka sendirilah yang bisa merasakan. Balai Pemuda bukan sekadar obyek untuk dilukis, tetapi juga titik temu jalinan persahabatan.
Pukul 13.00, satu persatu pelukis mulai berdatangan. Setelah mencatatkan namanya di meja panitia, Sanggar Merah Putih, para pelukis itu segera berjalan mencari tempat yang sesuai keinginannya untuk memperoleh sudut pandang. Pada umumnya mereka tertarik mengambil obyek kubah yang menjadi landmark Balai Pemuda. Sambil duduk nglesot di lantai, berjam-jam mereka melukis sambil bercengkerama, berbincang-bincang tentang keluarga, atau tentang apa saja, sekali-kali terdengar gelak tawa dan makian yang enak didengar telinga.
Sampai sore hari pun, para pelukis masih saja berdatangan karena waktu yang disediakan memang antara pukul 13.00 hingga 17.00. Sedang beberapa lainnya yang sudah selesai melukis, segera mengumpulkannya ke panitia untuk langsung didisplai di tempat yang sifatnya sementara, kemudian menerima sertifikat.
Mulai hari Senin 27 Juni, karya mereka sudah dipajang rapi di Galeri Merah Putih, yang juga berada di komplek Balai Pemuda. Galeri ini kecil, cuma berukuran 6 X 9 meter, mungkin galeri terkecil di Indonesia. Tetapi karena semua ukuran lukisan rata-rata juga kecil, maka tampilan displai lukisan nampak penuh sesak. Tetapi justru karena terasa penuh sesak itu penataannya jadi menarik. Apalagi obyek atau tema lukisan sama, Balai Pemuda. Panitia membutuhkan waktu sehari semalam khusus hanya untuk mendisplai lukisan pada dinding dan partisi yang ada di galeri.
Dalam lukisan, Balai Pemuda jadi bermacam-macam imaginasi. Para pelukis bebas menuangkan imaginasinya dengan gaya masing-masing; ekspresif, realis, abstrak maupun dengan palet. Balai Pemuda; terbakar, gelap gulita, meletot, terang benderang, tertutup awan, kebanjiran, orang-orang selfie, orang-orang duduk lesehan, dan lukisan Balai Pemuda sangat mirip dengan aslinya pada karya yang beraliran realis. Karya-karya itu menggunakan berbaga media; cat air, cat minyak, akrilik, pensil, krayon dan konte.
Edukasi dan Apresiasi
Pameran lebih dari 100 karya lukis dengan obyek yang sama, benar-benar menarik, jarang sekali terjadi untuk tidak mengatakan tak pernah terjadi sama sekali, setidaknya di Jawa Timur. Karena ruang galeri yang kecil, sedangkan jumlah lukisan demikian banyak, maka jarak satu lukisan dengan lainnya demikian rapat. Tapi justru di situlah menariknya, nampak sekali perbedaan lukisan yang satu dengan lainnya, padahal obyeknya sama. Pada setiap lukisan dicantumkan label yang berisi data nama pelukis, asal daerah, media yang digunakan serta nomor kontak pelukis. Dengan demikian apabila ada pengunjung yang memerlukan info lebih lanjut tentang karya itu, dia bisa langsung menghubungi pelukisnya.
Sejak Senin 27 Juni hingga 15 Juli karya-karya itu sudah menjadi bagian dari destinasi yang didatangi masyarakat yang datang ke Alun-alun Surabaya, nama baru yang diberikan Pemerintah Kota Surabaya untuk menggantikan nama bersejarah Balai Pemuda. Mereka datang ke alun-alun dengan banyak harapan. Karena itu pameran yang digelar di Galeri Merah Putih ini, akhirnya menjadi tujuan untuk menemukan harapan itu.
Salah satu dari tujuan pameran ini memang sebagai edukasi sekaligus apresiasi kepada masyarakat umum tentang kesenian terutama seni lukis. Bisa saja bagi mereka, pameran lukisan adalah hal yang baru. Karena itu pengenalan lukisan kepada mereka menjadi penting. Tujuan lainnya adalah mengembalikan Balai Pemuda sebagai pusat kesenian di Kota Surabaya.
Balai Pemuda memang harus dilestarikan. Bangunan yang berada di titik nol Kota Surabaya ini oleh pemerintah telah ditetapkan sebagai cagar budaya, karena itu harus dilindungi. Sejak tahun 1970, oleh Wali Kota Soekotjo, komplek Balai Pemuda ditetapkan menjadi pusat kesenian dan pemuda.
Balai Pemuda dibangun oleh Belanda tahun 1907, untuk tempat rekreasi perkumpulan De Simpangsche Societeit. Setelah Indonesia merdeka tahun 1945, gedung ini kemudian dikuasai oleh Arek-arek Suroboyo yang tergabung dalam Pemuda Republik Indonesia (PRI), dijadikan markas perjuangan.
Para Pelukis
Berikut adalah nama pelukis yang berpameran; Muit Arsa, Sugeng Wahyono, Mahdi Betjak, Rusmiyanto, Roesmijanto, Saiful Mujib Maruf, Hence V, Andri Setiawan, Ponco Wibowo, Dewi Ulantina, Moh. Akhyak, Hartono, Syamsul, Ekotomo, Ucik R, Syamdhuro, Hendy Prayudi, Cak Breng, Jiyu, Donna R, Surya Eriffin, Didik Hp, Ponco Wisnu S, Haritono, Gatot S, Nining Zaro, Tri Nugroho, Hadi Iswanto, Yonatan, Camyl Hadi, Cak Darto, Cah Har, Mpu Harrys Purwo, Atik Conel, Maria, Suwarni, Reifal, Bagas, Ari Indrastuti, Esti S Ardian, Nupral W, Ivo, Nury Dyaz, Yoyok Wibowo, Widodo Basuki.
Juga Ali Taufan, Vidi Alvin, Hesti S, Heru Jetis, Samsul Hadi, Irdina Larasanti, Arman, Sugeng Lanang, Redho, Najib, Noviani, Syahrul, Budi Bi , Aime Tri, Paulina, Ridwan J, Azam Bachtiar, Alex, Agus TK, YangBo, T. Kamadjaya, Rizky, Choy, Dani, Pingky, Nana, Syarifah, Chokky, Ovy, Aliet Art, Soleh, Ulil, Wildan, Suwandi, Arianto, Billy, Novita, Sherine, Sherly, Ivo, Yudhis, Latif, Agus Salim, Marten, Buggy, Citra, Sule, Ariots, A.K.Umam, Amir Gondrong dan Yanu.(nis)
Advertisement