Balada Pengurus Jenazah Covid, Terpaksa Ngompol di Pemakaman
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jombang, Jawa Timur, terhitung sejak 29 April 2020 ditugaskan tanggap darurat dengan membantu pemulasaraan dan pemakaman jenazah pasien Covid-19. Instruksi tersebut datang dari pusat. Petugas ini lantas mendapatkan pelatihan penanganan jenazah dari Dinas Kesehatan.
Ditemui di kantornya di Jalan KH Wachid Hasyim, tujuh petugas penanganan jenazah Covid menyambut Ngopibareng.id. Mereka adalah Bagus Kurniawan, Frendy Irwan, M. Zainudin, Imam Fauzi, Matsaroni, Mahmud Yunus, dan Stephanus Maria Eduard.
Ketujuh petugas ini tampak sedang bersantai setelah melakukan penyemprotan disinfektan di beberapa kantor kecamatan. Mereka duduk rileks dengan mengenakan baju dinas berwarna oranye dan hitam.
“Sejak April 2020 kami memiliki memorandum of understanding (MoU) dengan tujuh rumah sakit di Jombang. Kami mengurus pemulasaraan dan pemakaman jenazah pasien Covid-19 tanpa biaya sama sekali,” kata Stephanus Maria Eduard, koordinator tim pada Selasa, 15 September 2020.
Pria yang akrab disapa Pepi itu menyatakan, bahwa sejak Maret 2020 tim penanganan jenazah ini dibagi ke dalam tiga tim yang masing-masing berisi empat personel. Namun, lantaran banyaknya jenazah yang harus ditangani.
Namun sejak Juli 2020 lalu, tim hanya dibagi menjadi dua. Masing-masing tim berisi tujuh orang. Untuk jadwal kerjanya, dua hari masuk dan dua hari libur.
Kendati demikian, para petugas ini diharuskan stand by kapan pun dan di mana pun. Tak mengenal waktu maupun tempat. Tak peduli tajamnya sengatan panas mentari hingga dinginnya udara yang menusuk kulit. Yang menjadi motivasi terbesar mereka saat menjalankan tugas mulia ini dengan tulus ikhlas adalah keinginan mereka bisa bermanfaat bagi orang lain.
Sementara itu, untuk resep menjaga kekebalan tubuh, petugas ini menjaga suasana hati tetap bahagia dengan saling bercanda. Selain itu, menjaga kekompakan dengan saling menguatkan satu sama lain.
Terpaksa Ngompol
Ketika bertugas, pakaian yang wajib dikenakan para petugas ini saat pemulasaraan jenazah adalah Alat Pelindung Diri (APD) level 3. Antara lain baju hazmat, kaca mata google, face shield, sarung tangan panjang, masker N95, masker bedah dan sepatu boots.
Jenazah akan dimandikan, dikafani, dibungkus plastik, dimasukkan ke peti serta diberi plastik kembali. Jenazah lantas dishalati. Sementara, dengan berpakaian lengkap tersebut, pernah sekali waktu salah satu petugas, M. Zainudin, terpaksa mengompol karena tidak ada waktu untuk melepas APD yang ia kenakan.
Pada saat pemakaman jenazah, pria kelahiran 1992 itu tak mampu menahan buang air setelah menahannya selama 8 jam. Waktu itu jenazah Covid yang harus ditangani berjumlah empat dalam waktu beruntun. APD yang hanya bisa digunakan sekali pakai membuatnya terpaksa mengompol. Tak hanya itu, Zainudin akhirnya memutar otak dan mencari alternatif lain agar dirinya bisa buang air kecil.
“Saya orangnya gampang mabuk dan beser, apalagi harus mengurus sehari sampai 5 jenazah. Setelah menahan 8 jam pemakaman beruntun, saya terpaksa ngompol. Bayangkan saja, rasanya udah di ujung dan masih harus memikul peti yang jaraknya 1 km. Pas sampai di kantor dan bisa mandi, rasanya dunia akhirat milik saya,” akunya sembari tertawa.
Zainudin menambahkan, ia terpaksa melubangi baju APDnya agar bisa buang air kecil sewaktu-waktu. Pria asli Jombang itu pun sempat berpikir untuk menggunakan popok dewasa untuk mengantisipasi buang air kecil di saat sibuk mengurus jenazah Covid-19.
Sehari Mandi 9 Kali
Dalam menangani pemulasaraan dan pemakaman jenazah pasien Covid-19, ketujuh ketugas ini telah berulang kali mengalami kendala. Mulai dari pengguna jalan yang tidak mau mengalah, penduduk yang menolak menerima jenazah pasien, hingga menunggu jenazah siap dikebumikan.
Bahkan, terkadang mereka juga harus membantu menggali tanah kuburan yang ukurannya tidak sesuai dengan postur jenazah. Belum lagi dengan galian makam yang berisi air dan tanahnya lengket, sehingga butuh waktu berjam-jam agar bisa menguburkan jenazah.
Maka tak heran, kala sedang sibuk, para petugas ini tidak memiliki cukup waktu untuk beristirahat.
“Istirahatnya paling lama pernah 30 menit, paling cepat 10 menit. Kadang juga nggak ada waktu istirahat. Pernah juga setelah betugas kami ketiduran saat tiba di kantor. Padahal masih menggunakan APD level 3,” ujar Mahmud Yunus.
Bahkan agar selalu bersih dan steril, mereka harus mandi sebanyak sembilan kali dalam sehari. Ya, saat itu bertepatan dengan banyaknya panggilan penanganan jenazah secara beruntun yang tak bisa diprediksi. Petugas yang rata-rata memiliki balita ini mau tidak mau harus menjaga kebersihan dan kesehatan mereka.
“Saya waktu itu pernah, baru datang dari rumah sudah mandi langsung mengurus pemakaman dan pemulasaraan. Pas tiba di kantor mandi lagi, begitu sampai di rumah mandi kembali. Eh ada panggilan lagi untuk ngurus jenazah, di kantor akhirnya mandi. Dihitung bisa 9 kali lebih,” cerita Imam Fauzi.
Di sisi lain, tidak ada ketakutan dalam benak petugas ini dalam memakamkan jenazah. Mereka sudah terbiasa menangani jenazah korban bencana yang lebih parah kondisinya. Seperti korban tewas akibat terjangan banjir, maupun orang yang meninggal karena bunuh diri.
Advertisement