Nasib Pawang Ular Phyton yang Kesulitan Uang untuk Beli Pakan
Mendekati senja, Abdul Mukti belum juga beranjak dari tempat duduknya. Pria 65 tahun asal Jalan Veteran Kecamatan Mojoroto Kota Kediri tersebut terlihat serius mengawasi empat ekor ular berukuran besar yang ditaruh di dalam kandang. Kandang ini terbuat dari terali besi. Namun yang unik, kandang ini dimodifikasi mirip kereta dorong atau gerobak.
"Saya sedang memberi makan empat ekor ular peliharaan saya. Ini saya beri makan kepala ayam. Sehari terkadang habis 5-7 kilogram. Empat ekor ular peliharaan ini saya beri makan setiap Jumat," kata pria yang sedang menduda dengan tiga anak ini.
Kata Abdul Mukti, porsi pakan yang diberinya setiap minggu yang tergolong banyak itu, ia anggap wajar. Pasalnya porsi pakan untuk empat ekor binatang melata disesuaikan dengan ukuran panjang dan berat badannya. Empat ekor ular yang dimiliki oleh Abdul Mukti adalah jenis phyton kembang dan phyton pari.
"Ular jenis phyton pari panjangnya empat meter, sementara ular phyton kembang mencapai enam meter beratnya kurang lebih 1 kuintal. Jadi wajar kalau saya beri makanan dalam jumlah banyak, " terang pria berbadan kekar ini.
Kata dia, empat ekor ular itu dirawatnya sejak enam tahun lalu. Dua ekor ular, dia beli dari temannya dengan harga yang berbeda antara Rp550-800ribu. Satu ekor lainnya adalah pemberian teman dan satu ekor yang terakhir hasil tangkapan di Jalan Veteran. Tak jauh dari rumahnya.
Sesaat Abdul Mukti terngiang kembali peristiwa yang dialaminya pada tanggal 15 Januari 2015 silam. Saat itu, hari sudah malam sekitar pukul 23.00 WIB. Malam-malam, dia diberi tahu kawannya jika ada ular phyton kembang berukuran panjang enam meter keluar dari selokan pinggir jalan.
"Ular itu keluar dari selokan untuk mencari makan. Di pinggir selokan itu setiap harinya kan selalu dibuangi kulit telur oleh pedagang martabak. Kemungkinan ular itu keluar mau mencari makan. Karena tidak ada yang berani, akhirnya saya memberanikan diri menangkapnya seorang sendiri. Saya pegang kepalanya, " ujar pria yang sehari-hari bekerja sebagai tukang becak ini.
Karena belum memiliki tempat, ular phyton kembang hasil tangkapanya itu sementara waktu ditaruh di kandang kucing belakang rumahnya. Abdul Mukti kemudian berinisiatif memesan membuat kandang berukuran lebar satu meter dan panjang dua meter.
"Saya pesan untuk dibuatkan kandang. Waktu itu biaya yang harus saya keluarkan kurang lebih Rp7 juta," katanya.
Memelihara binatang, tentu ada biaya ekstra yang harus diberikan untuk membeli pakan. Apalagi empat ekor ular phyton milik Abdul Mukti ini ukurannya termasuk jumbo. Dia pun punya ide untuk mengkomersialkan hewan peliharaanya itu. Setiap ada kegiatan atau keramian, ia selalu datangi. Empat ekor ular berukuran raksasa ini ia pertontonkan ke warga dengan harapan ada saweran seikhlasnya. Banyak warga yang datang untuk melihat, hanya sekedar untuk memfoto atau selfi dengan ular ular. Uang yang didapat cukup lumayan kala itu.
"Biasanya tempat yang datangi kalau hari Minggu di Gelanggang Olah Raga (GOR) Jayabaya dan car free day di Jalan Doho. Namun, karena ada Corona, GOR ditutup tidak boleh ada kegiatan keramaian termasuk juga car free day," katanya sedih.
Padahal, biasanya dalam setiap kali datang di tempat keramaian, Abdul Mukti mengaku mendapatkan uang antara Rp300-600ribu. Uang yang terkumpul itu, ia gunakan untuk beli pakan sekaligus menambah penghasilannya sehari-hari dari menjadi tukang becak.
Awal pandemi, sekitar Maret yang lalu menjadi masa tersulit bagi Abdul Mukti untuk mencari tambahan uang membeli pakan untuk empat ekor ular phytonnya. Banyak tempat keramaian ditutup. Abdul Mukti pun memutar otak bagaimana caranya bisa mendapatkan tambahan uang untuk beli pakan untuk empat ekor ular phytonnya.
Abdul Mukti kemudian punya ide untuk mempertontonkan hewan peliharaannya itu di perempatan traffic light Jalan Kawi. Di tempat itu, terkadang ia mendapatkan pemasukan sampai Rp 200ribu. Tetapi pernah juga sampai tiga hari tidak ada pemasukan uang sama sekali.
"Tak seramai kalau mangkal di GOR dan car free day di Jalan Doho. Kalau di jalan, kebanyakan yang memberi pengendara pengguna jalan kebetulan melintas. Kalau mangkal di jalan terkadang tidak dapat uang sampai tiga hari. Sedangkan setiap minggunya saya harus memberi makan empat ekor ular ini, " kata Abdul Mukti pasrah.
Setiap kali para pengguna jalan yang melintas, memberinya uang Rp 1000-2000. Menginjak sore, uang yang terkumpul ia simpan dipergunakan untuk membeli makanan ularnya. Pada hari Jumat, ia memilih untuk libur tidak keliling.
Libur satu hari itu ia manfaatkan untuk memberi makan ular. Selain itu jika ada warga yang membutuhkan jasanya sebagai penarik becak ia selalu siap untuk mengantar.
Dijuluki pawang
Abdul Mukti bisa dibilang memiliki keberanian yang tidak dimiliki oleh sembarang orang. Jika ada warga yang ingin berfoto dengan ular ia tak segan mengeluarkan ular phyton kembang hasil tangkapanya seberat kurang lebih 1 kuintal.
Tubuhnya yang kekar, ia biarkan terlilit ular hanya demi menghibur warga yang ingin berswafoto dengannya. Karena aksi nekatnya, banyak orang yang menjulukinya sebagai pawang ular.
"Saya nggak punya keahlian sebagai pawang ular. Bekal saya cuman berdoa agar selamat. Setiap kali sholat atau mau berangkat selalu saya baca ayat kursi, " kata pria yang dikenal relijius ini.
Alasan Abdul Mukti memelihara ular karena ia merasa kasihan pada binatang ini. Banyak orang yang memburu dan membunuhnya. "Saya pernah lihat sendiri, jika ada yang menemukan ular, warga sering memukulinya. Karena kasihan timbul keinginan untuk memelihara ular. Karena kalau dibunuh kan pasti musnah to," kata pria lulusan sekolah SMEA jurusan akuntansi ini.
Karena keadaan pandemi seperti sekarang, membuat Abdul Mukti kesulitan mencari tambahan uang. Dia pun akhirnya punya keinginannya untuk menjual empat ekor ular peliharannya itu seharga Rp 100 juta.
"Saya jual Rp 100 juta jika ada yang mau membeli, plus saya kasih bonus kandangnya. Ya, kalau ada yang nawar, tak apa saya lepas Rp 90 juta," ujarnya.
Dari hati kecilnya, Abdul Mukti sebenarnya tidak ingin menjualnya. Namun karena keadaan ia terpaksa mengambil keputusan itu.
"Andai kata setiap orang yang melihat ular, mau menyisikan rezekinya seribu saja tentu saya senang. Tetapi ya, terkadang ada yang melihat saja nggak ngasih. Tapi ya, tak apa. Saya ikhlas," ujarnya.
Kios bensin kejujuran
Sebelum dikenal menjadi pawang ular, Abdul Mukti sebenarnya juga pernah terkenal dengan ide mulianya. Dia punya keinginan untuk menanamkan kejujuran pada para pelajar. Caranya, dengan membuat kios bensin khusus untuk pelajar. Kios ini tak dijaga sama sekali. Pelajar bisa langsung ambil bensin, kemudian menaruh uang sesuai dengan harganya. Atas ide ini, Abdul Mukti sempat diundang oleh stasiun televisi swasta nasional.
Namun niat baik Abdul Mukti untuk menanamkan kejujuran kepada para pelajar itu akhirnya gagal. Bensinnya banyak diambil orang, tapi tak membayar sesuai dengan harganya. Mungkin karena merasa tak ada yang menjaga. Bensin eceran kejujuran yang dirintisnya tersebut tak bertahan lama. Sekitar tiga tahun kemudian ia terpaksa harus menutup usahanya itu, karena bensin eceranya yang ditaruh di depan rumah banyak dicuri.
"Tujuan saya waktu itu bermaksud untuk memberi contoh, supaya orang orang nanti terutama anak sekolah, kalau jadi pejabat kan sudah terlatih kejujuran. Kalau sudah terlatih kejujuran, nanti kalau jadi pejabat biar tidak korupsi. Tapi ada juga yang jujur tidak mencuri dan memilih untuk membayar," ujarnya sedih.
Karena kehabisan modal, usaha bensin kejujuran tersebut terpaksa ia tutup.