Balada Kapal Perang Tua
Oleh: Oki Lukito
Himpunan Anak-anak Masjid (HAMAS) Jogokariyan, Yogyakarta pasca tenggelamnya kapal Selam Naggala-402 mengadakan penggalangan dana untuk pembelian kapal salam baru. Wujud kecintaan mereka kepada Indonesia sebagai Negara kepulauan terbesar itu patut diapresiasi. Reaksi tersebut juga dapat diartikan sebagai sindiran kepada rezim yang abai terhadap alat utama sistim pertahanan (alutsista) tua yang seharusnya sudah dimusiumkan atau dimusnahkan. Lupakan soal harga kapal selam tetapi empati yang dicuatkan kelompok anak muda itu sungguh luar biasa.
Selain Nanggala yang dipesan tahun 1977, rezim Orde Baru membeli kapal selam KRI Cakra-401 tahun 1981 dari pemerintah Jerman. Cakra saat ini dalam proses perbaikan sistim kapal (overhaul) di Galangan Kapal PAL Surabaya sejak setahun lalu. Indonesia juga mempunyai tiga kapal selam baru yang dibeli pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. KRI Nagapasa-403 dan KRI Argadedali-404 dipesan dan dibuat di Korea sedangkan KRI Aluguro-405 (Chang Bogo Class) dibuat di galangan kapal PT. PAL menggunakan skema transfer teknologi dari Daewoo Shipbuilding and Marien engineering (DSME) Korea Selatan. Aluguro entah kenapa sampai sekarang belum bisa dioperasikan sejak masuk jajaran TNI-AL Januari 2020.
Perlu diingat Nanggala bukan satu satunya KRI yang tenggelam di dasar laut. Sebelumnya tahun 2018 KRI Pulau Rencong-622 buatan Tacoma SY, Masan, Korsel tahun 1979 terbakar dan tenggelam di perairan Sorong, Papua Barat semua penumpangnya selamat dalam insiden yang menimpa kapal buatan 1979 itu. Tahun 2020 lalu kapal perang Tentara Nasional Indonesia, KRI Teluk Jakarta-541 buatan tahun 1979 oleh VEB Peenewerth, Wolggast, Jereman Timur itu tenggelam di perairan arah timur laut Pulau Kangean, Jawa Timur.
Sebagai catatan 39 kapal asal Jerman Timur dibeli Indonesia dalam kondisi bekas tahun 1993. Kapal itu dibuat sekitar tahun 1978 padahal mulai usia di atas 10 tahun, combat power kapal perang mengalami degradasi. Demikian pula kapal tua membutuhkan biaya perawatan yang berlipat ganda dibandingkan dengan kapal baru.
Sejujurnya anggaran militer Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kurang menjawab kebutuhan TNI terutama untuk peremajaan dan modernisasi kapal perang. Peremajaan semestinya dilakukan dengan skala prioritas terukur karena anggaran terbatas. Sementara dari anggaran kementerian pertahanan Rp 136 triliun itu tidak semua digunakan untuk membeli persenjataan, 50 persen anggarannya digunakan untuk gaji dan operasional pegawai.
Tahun 2020, Kemenhan mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp131,3 triliun yang merupakan anggaran terbesar kedua setelah Kementerian PUPR. Dari jumlah tersebut, Kemenhan berhasil merealisasikan anggaran belanja sebesar Rp117,9 triliun. Mengutip Nota Keuangan APBN 2021, apabila ditengok berdasarkan program kerja kementerian, mayoritas dana tersebut digunakan untuk tiga program. Meliputi program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra darat sebesar Rp46,14 triliun, program penyelenggaraan manajemen dan operasional matra laut Rp12,62 triliun, program peningkatan sarana dan prasarana aparatur Kemenhan Rp12,14 triliun.
Bandingkan dengan anggaran Tol Laut yang digadang-gadang mampu mewujudkan bagian Poros Maritim Dunia. Sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2015-219 pemerintah membangun 24 pelabuhan dengan nilai Rp 39,5 triliun. Dana yang besar juga dikucurkan untuk pembuatan ratusan kapal kontainer, kapal rakyat dan kapal perintis nilainya Rp 57,3 triliun. Belum ternasuk biaya APBN yang dihabiskan untuk mensubsidi trayek dan logistik Tol Laut sebesar Rp 1 triliun.
Anggaran Kemenhan dinilai masih jauh di bawah rencana strategis Kemhan dan TNI. Anggaran yang ideal 1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), sekitar Rp 240 triliun, itu baru dia bisa mengejar ketertinggalan di seluruh lini, baik di alutsista (alat utama sistem persenjataan), di kemampuan prajurit dalam pertempuran, kemudian sarana prasarana, sampai dengan kesejahteraan.
Untuk menjadikan Poros Maritim Dunia, Presiden Joko Widodo pernah berjanji meningkatkan anggaran belanja alat utama sistem persenjataan (alutsista) TNI hingga 1,5 persen dari angka produk domestik bruto (PDB) selama masa kepemimpinannya. Jokowi juga berjanji akan melanjutkan capaian yang telah diraih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam hal peningkatan anggaran alat utama sistem pertahanan (alutsista) bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Faktanya tak satu kapal perang berkelas dibeli untuk kepentingan pertahanan Negara.
*Oki Lukito, Ketua Forum Masyarakat Kelautan, Maritim, Perikanan