Kisah Pilu Ibu di Jombang, Melahirkan Tanpa Bantuan Medis
Dewi R, warga Desa Gedangan RT 02 RW 04 Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang tampak murung. Lima hari lalu, anaknya lahir tanpa bantuan tenaga kesehatan, meski ia berada di sebuh rumah sakit di Jombang. Ibunya, membantunya melahirkan putri keduanya di ruang isolasi pasien Covid-19. 30 menit setelah lahir, tiga bidan dan seorang dokter baru menjumpai mereka, menyampaikan kabar buruk.
Ibu Dewi, Siti Alimah, menjadi saksi persalinan putrinya. Dewi tiba di rumah sakit pukul 01.30 WIB, 4 Agustus 2020. Dengan perut yang sakit dan ketuban yang pecah sekitar pukul 02.00, Dewi segera dilarikan ke unit gawat darurat. Ia lantas masuk ke ruang isolasi pada pukul 03.05. Hasil rapid testnya reaktif.
Di ruangan paling ujung, berukuran 50 meter persegi itu, Dewi berulang kali merintih kesakitan, mengejan dan hampir menyerah. Suaminya, Bayu Kurniawan menunggu di luar. Siti Alimah lari pontang-panting mencari perawat, meminta bantuan dokter. Tak ada yang datang.
Berulang kali ia menelepon perawat. Ia malah diminta menunggu hasil observasi selesai. Suara di telepon menyarankan agar Dewi mengambil napas panjang. Mereka juga melarangnya berteriak. Ia diminta sabar menunggu hingga pukul 09.00. Siti Alima panik, bingung dan takut. Cucunya tak bisa menunggu keluar hingga jam 09.00. Tak pernah sekalipun ia membantu persalinan.
“Dengan tangan penuh darah saya berlari mengetuk ruangan perawat, tetapi mereka tak kunjung datang,” katanya mengingat.
Pukul 04.30 WIB, Siti Alima menjemput cucu perempuan keluar dari rahim ibunya. “Bayinya keluar sendiri dan saya yang mengambil bayinya,” katanya. Badannya menggigil sesaat. Ia takut mengingat persalinan tanpa bidan dan dokter di ruang isolasi sempit.
Siti Alima lupa, berapa kali ia pontang-panting memanggil dan menelepon perawat, sesaat setelah cucunya lahir. Tiga bidan masuk ke ruangannya 30 menit berselang. Namun tak ada kabar baik datang bersama mereka. Cucunya dinyatakan meninggal sejak di dalam kandungan.
Alami Trauma
Di luar, seorang dokter tak ikut masuk. Ia lantas menyampaikan kabar duka pada suami Dewi, Bayu Kurniawan, jika bayinya meninggal di dalam kandungan. “Anak saya detak jantungnya masih ada, dan bisa keluar sendiri lho,” tegas Bayu. Ia yakin bayinya masih berdetak saat dilarikan ke rumah sakit. Ia kecewa, istrinya melakukan persalinan hanya dibantu mertuanya.
Ia berharap banyak pada Rumah Sakit Pelengkap Medical Center, Jombang. Sengaja ia pergi ke rumah sakit swasta itu lantaran khawatir dengan skema pelayanan yang rumit jika bersalin di rumah sakit umum.
Sementara, peristiwa itu membekas kuat dalam benak Dewi. Perempuan itu hingga kini merasa trauma, enggan bertemu banyak orang, sering menangis, dan ketakutan jika melihat petugas rumah sakit yang datang berkunjung.
“Istri saya masih sering nangis saat melihat foto anak kami. Ibu juga masih nangis kalau ingat ceritanya. Ibu juga takut saat melihat petugas dari rumah sakit,” kata Bayu.
Bayu sendiri berharap pihak rumah sakit meminta maaf kepada keluarganya. Meminta ada sanksi tegas pada dokter dan bidan yang terkait. Ia tak ingin ada korban lain yang harus merasakan pengalaman pahit seperti dia dan keluarganya. “Saya hancur, anak saya yang saya tunggu-tunggu ditangani seperti itu. Saya ingin pihak rumah sakit meminta maaf di depan awak media ke keluarga saya. Petugas yang berjaga saat itu juga harus diberi sanksi biar tidak ada korban lain,” tutupnya.