Ada yang Memancing di Air Keruh, Ini Respon Pakar Fikih
KH Nasrulloh Afandi, peraih Doktor Maqashid Syariah Suma Cummlaude Universitas Al-Qurawiyin Maroko mengingatkan, meski dalam sebuah bendera organisasi tertentu tertulis kalimat tauhid, tetapi organisasi tersebut jelas-jelas sudah dilarang pemerintah, karena mengancam keutuhan bangsa dan Negara, maka bendera organisasi atau gerakan modus semacam itu, wajib dimusnahkan.
Ia menyimak adanya video pembakaran bendera organisasi terlarang Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang beredar di medsos dilakukan oknum berseragam Banser dan menuai pro-kontra di ruang publik. Faktanya, memang ada pihak yang hendak memancing di air keruh, karena ormas-ormas Islam di Garus telah sepakat tidak adanya bendera ormas di Hari Santri, kecuali Bendera Merah Putih.
Gus Nasrul, sapaan akrabnya, memaparkan keberadaan HTI dan hal-hal yang berkaitan dengan gerakan organisasi terlarang tersebut, termasuk simbol-simbol HTI, dalam tinjauan ushul fiqih adalah Syad ad-Dari'ah atau sesutu yang membahayakan.
"HTI jelas mengancam stabilitas negara," tutur Wakil Katib PWNU Jateng, pada ngopibareng.id, Selasa 23 Oktober 2018.
Menurutnya, bendera HTI, bisa di-qiyas-kan dengan rudal, nuklir, atau senjata pemusnah lainnya, yang sengaja bertujuan untuk memusnahkan atau menjatuhkan suatu negara yang dalam keadaan aman dan tenteram. Meskipun 'dibungkus' senjata itu tertulis kalimat tauhid, namun senjata tersebut harus dimusnahkan.
“Jadi, meski dalam sebuah bendera organisasi tertentu tertulis kalimat tauhid, tetapi organisasi tersebut jelas-jelas sudah dilarang oleh pemerintah, karena mengancam keutuhan bangsa dan Negara, maka bendera organisasi atau gerakan modus semacam itu, wajib dimusnahkan," kata Dr Nasrulloh Afandi.
“Jadi, meski dalam sebuah bendera organisasi tertentu tertulis kalimat tauhid, tetapi organisasi tersebut jelas-jelas sudah dilarang oleh pemerintah, karena mengancam keutuhan bangsa dan Negara, maka bendera organisasi atau gerakan modus semacam itu, wajib dimusnahkan," tutur alumnus Pesantren Lirboyo Kediri itu.
Bahkan, sambung dia, ideologi HTI lebih berbahaya dari mortir. Jika mortir hanya bisa merobohkan bangunan kokoh, tetapi ideologi HTI berisiko menghancurkan negara dan moralitas manusia,” ujar kiai NU yang aktif sebagai mubaligh itu.
Ia menegaskan pada kasus tersebut bukan membakar kalimat tauhid-nya, tetapi memusnahkan alat penjahat negara, yaitu membakar bungkus politisasi agama yang dilakukan oleh organisasi terlarang dan sudah jelas dilarang oleh pemerintah itu.
Dosen senior Ushul Fiqih Ma'had Ali Pesantren Balekambang Jepara itu menegaskan HTI jelas adalah gerakan terlarang bertujuan meruntuhkan NKRI. “Gagasan khilafah oleh HTI dianalisis dalam perspektif Maqashid Syariah, merupakan Jalbul Maslahath al-mutawahhamah atau berasumsi adanya kebaikan. Dengann penerapan khilafah di Indonesia, dengan target memberangus Pancasila,” urainya.
Padahal sejatinya, gagasan Khilafah di Indonesia oleh HTI adalah Jalbul Mafasid Al-Mutahaqqaqah (mengundang mafasid atau berbagai mara bahaya yang benar-benar nyata) karena mengganggu stabilitas negara, berisiko pada stabilitas ekonomi sosial dan politik.
Pertumpahan darah dipastikan akan jatuh korban ribuan jiwa pro-kontra jika kelompok HTI memaksakan ajaran mereka. Jadi, jika dalam tinjauan fiqih gerakan HTI adalah bughot (pembangkang negara). Sedangkan dimensi ushul fiqih-nya adalah syad ad-daroi (skandal yang mendatangkan bahaya).
"Maka natijah maqashid syariah-nya gerakah HTI adalah mafsadath al-kubra (kerusakan besar)," katanya.
Obsesi HTI menerapkan syariat Islam di Indonesia, tetapi prosedurnya sudah menabrak Maqoshid syariah.
Meski demikian, ia menyerukan, ketika publik menemukan bendera atau simbol-simbol HTI, lebih tepat diserahkan kepada aparat berwajib. (adi)