Bahaya Wabah Covid-19 untuk ODHA
Tanggal 1 Desember menjadi hari peringatan HIV/AIDS sedunia. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 kembali membahas perihal beban yang dialami para orang dengan HIV/AIDS (ODHA) selama pandemi.
Informasi ini dijelaskan lebih detail oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung dari Kementerian Kesehatan, Wiendra Waworuntu. Ia menyebut pandemi Covid-19 sempat mengganggu aktivitas pengobatan untuk ODHA, terutama karena distribusi dan ketersediaan obat antriretroviral (ARV) yang terhambat.
Sebagai penjelasan, ARV merupakan jenis obat yang memperlambat perkembangan HIV. ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang diperlukan HIV untuk menggandakan diri serta mencegah virus menghancurkan sel darah putih dalam jumlah lebih banyak.
Selama ini ARV diberikan secara gratis kepada ODHA, namun otomatis terhambat distribusinya ketika wabah corona meningkat. Yang kemudian menjadi masalah, terapi ARV ini harus dilakukan setiap hari tanpa terkecuali atau pasien akan mengalami resistensi.
Yang dimaksud resistensi adalah kondisi tubuh ODHA yang menjadi kebal terhadap jenis ARV tersebut. Bahkan dalam beberapa kasus ARV bisa jadi tidak lagi berfungsi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menilai situasi pandemi Covid-19 sangat rentan terhadap ODHA yang belum mencapai supresi virus melalui pengobatan ARV. Hal ini disebabkan sistem imun ODHA yang belum pulih dari HIV.
Joint United Nations Programme on HIV and AIDS (UNAIDS) juga menyoroti tantangan ini. UNAIDS pun menyerukan agar ODHA mengambil tindakan pencegahan yang lebih disiplin demi meminimalisir potensi terinfeksi virus SARS-CoV-2. Sebab ODHA, dalam pandangan UNAIDS, masuk golongan yang berisiko tinggi mengalami komplikasi gejala klinis akibat Covid-19.
"Orang yang hidup dengan HIV/AIDS mungkin berisiko lebih tinggi terinfeksi virus dan menderita gejala yang lebih serius. Semua orang yang hidup dengan HIV harus menghubungi penyedia layanan kesehatan mereka untuk memastikan bahwa mereka memiliki persediaan obat esensial yang memadai," imbuh UNAIDS.
Advertisement