Bahaya Radikalisme Masuk Sumenep? FKPT Jatim Ajak Bergembira Beragama
Kehidupan keberagamaan di Kabupaten Sumenep, cukup kondusif selama ini. Namun, dari karakter masyarakat dan letak geografisnya patut mendapat perhatian serius, terutama dari sisi kecenderungan akan bahaya radikalisme dan terorisme.
Untuk itu, diadakan Gembira Beragama kegiatan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Timur bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Pendopo Agung Kabupaten Sumenep, Rabu 5 Juni 2024. Tajuk “Gembira Beragama” singkatan dari Gerakan Muda Bangga Bernegara dan Beragama.
Dalam kegiatan ini, menghadirkan pembicara Prof Andi Faisal Bakti, MA PhD (Gurubesar UIN Syarif Hidayatullah), Syaiful Rachman dari BNPT. Bupati Sumenep Achmad Fausi SH MH turut hadir pada acara yang disertai praktik podcast dipandu Muchamad Arifi SAg MAg, instruktur nasional Moderasi Beragama Kemenag RI.
Dalam sambutannya, Ketua FKPT Jatim Prof Dr Hj Hesti Armiwulan SH MHum mengingatkan masyarakat akan bahaya radikalisme dan terorisme. Dua bahaya ini lebih diawali dengan sikap intoleransi.
"Namun, persoalan radikalisme dan terorisme bisa diantisipasi dengan budaya melaui penguatan kearifan lokal. Kearifan masyarakat setempat menjadi bagian penting yang terpelihara sehingga kita saling menghargai, toleran terhadap setiap perbedaan," tuturnya.
Antisipasi Aktif
Bupati Sumenep Achmad Fauzi menyambut baik kehadiran FKPT Jatim dan BNPT yang mempunyai tanggung jawab bersama untuk menjaga ketenangan masyarakat dan kelestarian budaya dengan menjaga keharmonisan dan sikap saling tenggang rasa atau toleransi.
"Memang, Kabupaten Sumenep ini mudah sekali dilalui aneka macam persoalan yang kini berkembang, seperti sikap radikalisme dan bahaya narkoba. Tapi, berbagai antisipasi harus terus dilakukan dengan menggalang kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk FKPT dan BNPT," tuturnya.
Dijelaskan, Kabupaten Sumenep, dikenal sebagai daerah Kepulauan karena terdiri dari gugusan pulau baik berpenghuni maupun tak berpenghuni. Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pulau di kabupaten ujung timur Pulau Madura ini sebanyak 126 meliputi 48 Pulau berpenghuni dan 78 Pulau tak berpenguni.
Dalam Peraturan Bupati (Perbup) nomor 11 tahun 2006 tentang Wilayah Luas Wilayah Administrasi Pemerintah Kabupaten Sumenep juga tertuang daerah ini terbagi menjadi 126 pulau meliputi 19 Kecamatan Daratan dan 8 Kecamatan Kepulauan.
Belakangan, terdapat dua pula belum masuk dalam Perbup dan Sumenep Dalam Angka yaitu Pulau Tukok Binga dan Tukok Macan. Dua pulau ini masuk dalam gugusan Desa Sabuntan, Kecamatan Sapeken.
"Dengan pulau-pulau yang terpencar luas, memungkinkan paham radikalisme muncul di wilayah kami. Tapi, kami berupaya mengajak para ulama dan kiai untuk tetap menjaga keharmonisan dan toleran terhadap setiap perbedaan, termasuk perbedaan dalam beragama," tutur Achmad Fauzi.
Literasi Beragama dan Toleransi
Prof Andi Faisal Bakti, menekankan pentingnya kesadaran akan literasi beragama yang moderat dan menekankan sikap toleran.
"Pemahaman yang keliru atau literal, anti-intelektualisme, anti-teologi interpretatif, serta
pemahaman yang tidak utuh terhadap doktrin tertentu dalam agama, satu di antara faktor internal radikalisme agama," tuturnya.
Menurutnya, faktor lainnya adalah paham eskatologis seperti konsep akhir zaman yang penuh dengan bencana, peperangan, dan kehancuran sebagai justifikasi membenarkan aksi kekerasan dan intoleransi.
Juga, sikap sektarianisme atau fanatisme berlebihan terhadap aliran/faham tertentu dalam agama. Bahkan, konflik kepemimpinan agama (Kontekstasi kepemimpinan dan pengaruh baik dalam umat beragama maupun politik) bisa memberi pengaruh pada bahaya tersebut.
Radikalisme terdapat dalam hampir semua agama, baik agama Samawi (Yahudi, Kristen, Islam), maupun agama Ardhi (Hindu, Budha, Konghucu, Shinto).
"Radikalisme terkait agama memiliki sejarah panjang di berbagai bagian dunia dan persoalan kompleks dan multidimensi. Radikalisme berbasis agama menjadi ancaman serius bagi keamanan nasional, stabilitas negara, nilai-nilai kemanusiaan, dunia dan akhirat.
"Kompleksitas radikalisme agama meningkat di masa modern dan kontemporer, globalisasi, ditambah dengan faktor non-religio-ritualistiko, spritualitas (yaitu: ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum, dst).
"Oleh karena itu, memahami isu-isu radikalisme berbasis agama-spiritualitas dan mengembangkan strategi pencegahan menjadi sebuah kebutuhan penting," tutur Prof Andi Faisal Bakti.
Kegiatan ini berlangsung cukup marak dan mendapat sambutan dari peserta, yang terdiri dari para tokoh masyarakat, tokoh agama dan aktivis organisasi kegamaan di Sumenep. Seperti NU, Muhammadiyah, Muslimat NU, Aisyiyah, IPNU-IPPNU, IRM, dll.
Pada pengujung kegiatan, diadakan lomba podcast yang melibatkan para peserta dalam memahami sikap toleransi, dan kecenderungan munculnya bahaya intoleransi, radikalisme dan terorisme.