Kota Masa Depan yang Humanis, Ini Gagasan untuk Surabaya
Gusdurian Surabaya menggelar acara sarasehan dan ngobrol bersama dengan tema 'Surabaya Berkebudayaan dan Menjawab Tantangan Zaman', Rabu 17 Juli 2019 bertempat di Rumah ALIT Surabaya.
Acara tersebut turut mengundang CEO ngopibareng.id Arif Afandi, Politisi PSI Dhimas Anugrah, Pengacara Muhammad Sholeh, Kuncarsono Prasetyo, dan Antropolog Pinky Saptandari, sebagai narasumber sekaligus pemantik forum.
Dalam acara yang dimulai pukul 19.30 itu membicarakan masa depan kota Surabaya sebagai kota yang maju, modern, dan berkebudayaan.
Tiga dari beberapa nama yang diundang, masuk dalam bursa calon Wali Kota Surabaya pada Pilkada 2020. Seperti Arif Afandi, Dhimas Anugrah, dan Muhammad Sholeh. Bahkan nama terakhir sudah mendeklarasikan diri secara publik akan maju dalam kontestasi Pilkada Surabaya 2020 melalui jalur independen.
Arif Afandi, mantan Wakil Wali Kota Surabaya periode 2005-2010 sempat menyampaikan pandangannya terhadap kota Pahlawan di masa depan.
Menurutnya, Kota Surabaya harus menjadi kota yang maju secara fasilitas dan infrasturktur, namun juga harus tetap menjadi kota yang humanis. Sehingga tak meninggalkan kebudayaan asli Surabaya.
"Surabaya harus maju dan menjadi pusat seperti Jakarta. Harus egaliter, jadi semua bisa senang, semua bisa nyaman,"ujar mantan Pemimpin Redaksi Jawa Pos itu.
Setelah Arif, giliran Kuncoro yang menyampaikan pandangannya terhadap Surabaya kini dan nanti. Menurutnya, pembangunan infrastruktu di Surabaya yang dilakukan oleh Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini sudah baik.
Namun masih ada hal-hal yang tak terlalu diperhatikan oleh Pemerintahan Risma.
Ia mencontohkan saat Risma dan jajarannya sekonyong-konyong mengecat rumah-rumah tua di Jalan Panggung dengan cat wanra-warni. Baginya, tindakan itu sangatlah tidak tepat.
Selain itu ia juga menyinggung saat Risma tak mau mengambil tindakan ketika Rumah Radio Bung Tomo di Jalan Mawar diratakan dengan tanah. Padahal bangunan tersebut telah masuk ke bangunan cagar budaya Surabaya.
"Pemkot ini antara niat dan tidak niat mengembangkan bangunan cagar budaya. Lihat cuma itu-itu saja yang diistimewakan. Bangunan lain? malah diberi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tinggi," ujarnya.
Maka dari itu, ia berpesan untuk Wali Kota setelah Risma untuk lebih memperhatikan bangunan cagar budaya Surabaya. Karena hal itu bisa menjadi potensi pariwisata Kota Pahlawan.
"Negara maju seperti Singapura, dan negara-negara Eropa, mereka menggunakan bangunan klasik-klasik itu untuk pariwisata. Dijadikan museum, pusat informasi, perpustakaan, dan lain-lain,"pungkasnya.
Tak berbeda dengan Arif dan Kuncoro, Pinky, Sholeh dan Dhimas juga menyampaikan hal yang sama. Yakni terkait pembangunan budaya dan potensi pariwisata di Surabaya.
Dhimas yang namanya masuk dalam bursa calon Wali Kota Surabaya bercerita, saat dia berkunjung ke London, ia melihat bangunan-bangunan tua itu dimanfaatkan secara sempurna dengan Pemerintah Kota London. Bahkan menjadi sasaran pengunjung baik dari Inggris maupun luar Inggris.
"Wisatawan mau lho antre berjam-jam hanya untuk wisata sejarah tentang gedung dan museum. Itu kan menghasilkan duit. Saya punya banyangan dan cita-cita Surabaya bisa meniru itu," ujar Politisi PSI yang sedang menyelesaikan S3 di Oxford tersebut.
Acara yang dihadiri oleh 60 orang tersebutakhirnya ditutup oleh pesan dan doa dari salah satu pegiat seni budaya Surabaya, Djadi Galajapo. Ia berpesan agar Wali Kota Surabaya di masa depan bisa memperhatikan kesenian dan kebudayaan asli Surabaya, seperti Ludruk, tari, dan lainnya.
"Surabaya harus jadi pusat kebudayaan. Kalau mau budaya Surabaya maju, pilih saya sebagai Wakil Walikota,"candanya diiringi gelak tawa hadirin.