Bila Bepergian Jauh, Bagaimana Tata Cara Jama’ Qashar ?

Shalat lima waktu sebagaimana yang telah dimaklumi, salah satu rukun Islam yang harus ditegakkan pelaksanaannya oleh setiap Muslim, manakala tiba waktunya. Dalam kondisi normal (tanpa udzur/halangan) Islam mengajarkan pelaksanaan shalat untuk sesuai dengan waktu yang ditetapkan untuk masing-masing, juga dengan kaifiyah (tatacara) yang telah ditetapkan.

Dalam kondisi-kondisi tertentu yang mengakibatkan seorang Muslim mengalami kesulitan untuk melaksanakan shalat wajib sebagaimana yang dilaksanakan pada  kondisi normal (tanpa udzur/halangan). "Bagaimana tata cara pelaksanaan shalat jama' qashar ini?" tanya Harun Said, warga Ngageldadi Surabaya, pada ngopibareng.id.

Untuk menanggapi masalah ini, ngopibareng.id mencuplik jawaban dari keputusan Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Berikut lengkapnya:

Islam memberi kemudahan, adakalanya berupa kemudahan yang berkaitan dengan waktu pelaksanaannya yakni dengan menjama‘ (mengumpulkan dua macam shalat dalam satu waktu tertentu) dan adakalanya berupa keringanan dalam pelaksanaanya yaitu dengan mengqashar (memendekkan/meringkas) jumlah rakyatnya.

Keringanan atau kemudahan yang diberikan itu diungkapkan dalam ajaran Islam, melalui  beberapa ayat Al-Quran dan al-Hadits.
Allah berfirman, yang artinya: “… dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” [QS. al-Hajj (22) : 87]. 

“Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” [al-Baqarah (2): 185].

Dijelaskan juga dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda, yang artinya : “Agama itu mudah; agama yang disenangi Allah yang benar lagi mudah.” [HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah ra].

Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa keringanan dalam menegakkan shalat, diberikan dengan mengqashar(meringkas).
Dalam Al-Quran disebutkan: “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” [QS. an-Nisa (4): 101].

Dalam beberapa hadits juga diterangkan, yang artinya sebagai berikut:
“Diriwayatkan dari Ya’la Ibn Umayyah, ia berkata: Saya bertanya kepada ‘Umar Ibnul Khaththab tentang (firman Allah): "Laisa ‘alaikum junahun an taqshuru minashalah in khiftum an yaftinakumu-lladzina kafaru". Padahal sesungguhnya orang-orang dalam keadaan aman. Kemudian Umar berkata: Saya juga heran sebagaimana anda heran terhadap hal itu. Kemudian saya menanyakan hal itu kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda: Itu adalah pemberian Allah yang diberikan kepada kamu sekalian, maka terimalah pemberian-Nya.” [HR. Muslim]

“Diriwayatkan dari Anas, bahwa Rasulullah saw shalat dhuhur di Madinah empat raka’at dan shalat ashar di Dzul Hulaifah dua raka’at.” [HR. Muslim].

Hadits menerangkan shalat jama’ antara lain, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Mu’adz ra ia berkata: Kami pergi bersama Nabi saw dalam perang Tabuk, beliau melaksanakan shalat dhuhur dan ashar secara jama‘, demikian juga antara maghrib dan ‘isya dilakukan secara jama‘. [HR. Muslim].

“Diriwayatkan dari Anas ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw jika  berangkat dalam bepergiannya sebelum terdelincir matahari, beliau mengakhirkan shalat dhuhur ke waktu shalat ‘ashar; kemudian beliau turun dari kendaraan kemudian beliau menjama’ dua shalat tersebut. Apabila sudah tergelincir matahari sebelum beliau berangkat, beliau shalat dhuhur terlebih  dahulu kemudian naik kendaraan.” [Muttafaq ‘Alaih].

Adapun bunyi dalil lainnya, juga diterangkan dalam beberapa hadits yang artinya :
“Diriwayatkan dari Ibnu’Abbas ra, ia berkata: Bahwa Nabi saw shalat di Madinah tujuh dan delapan raka’at; dhuhur, ashar, maghrib dan ‘isya.“ [Muttafaq ‘Alaih].

“Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah saw shalat dhuhur dan ‘ashar di Madinah secara jama‘, bukan karena takut dan juga bukan dalam perjalanan. Berkata Abu Zubair: saya bertanya kepada Sa’id; Mengapa beliau berbuat demikian? Kemudian ia berkata; Saya bertanya kepada Ibnu’ Abbas sebagaimana engkau bertanya kepadaku: Kemudian Ibnu ‘Abbas berkata: Beliau menghendaki agar tidak mernyulitkan seorangpun dari umatnya.” [HR. Muslim].

Asy Syaukani dalam kitab Nailul Authar Juz 3 halaman 263, menerangkan bahwa menurut sebagian ulama’ shalat jama‘yang dilakukan oleh Rasulullah saw, adalah karena ada udzur.

Dapat disimpulkan, berdasar hadits-hadist dan keterangan di atas, Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berpendapat bahwa jika ada udzur (halangan) yang menyulitkan pelaksanaan shalat untuk dikerjakan sesuai dengan waktu yang ditetapkan untuk masing-masing dari lima shalat wajib, maka dibolehkan untuk dilaksanakan dengan menjama‘ antara dhuhur dengan ashar dan antara maghrib dengan ‘isya’. (adi)