Badan POM Tarik 91 Skincare-Kosmetik Berbahaya Senilai Rp31,7 Miliar
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kembali menindak tegas peredaran kosmetik ilegal di Indonesia. Dalam operasi intensifikasi pengawasan yang berlangsung pada 10—18 Februari 2025. BPOM berhasil menyita 91 merek skincare dan kosmetik berbahaya dengan total nilai mencapai Rp31,7 miliar.
Operasi ini merupakan bagian dari upaya BPOM untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetik yang tidak memenuhi standar keamanan.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, mengungkapkan total nilai temuan kosmetik ilegal dalam operasi ini mencapai lebih dari Rp31,7 miliar, meningkat hingga 10 kali lipat dibandingkan tahun 2024. Dari 709 sarana yang diperiksa, sebanyak 340 sarana (48%) dinyatakan tidak memenuhi ketentuan. Sarana yang terlibat meliputi pabrik, importir, pemilik merek, distributor, klinik kecantikan, reseller, hingga retail kosmetik.
BPOM menemukan 205.133 pieces kosmetik ilegal yang terdiri dari 4.334 varian produk dari 91 merek berbeda. Dari jumlah tersebut, 79,9% merupakan produk tanpa izin edar, 17,4% mengandung bahan berbahaya, 2,6% adalah produk kedaluwarsa, dan 0,1% merupakan kosmetik injeksi. Mayoritas kosmetik ilegal ini adalah produk impor (60%) yang banyak dipromosikan secara daring.
Bahan Berbahaya dalam Kosmetik Ilegal
BPOM mengidentifikasi beberapa bahan berbahaya yang ditemukan dalam kosmetik ilegal, di antaranya:
Hidrokinon: Berisiko menyebabkan hiperpigmentasi dan ochronosis.
Asam Retinoat: Dapat menimbulkan kulit kering, rasa terbakar, serta berisiko bagi ibu hamil.
Antibiotik: Menyebabkan iritasi, bercak kemerahan, dan resistansi antibiotik.
Steroid: Berisiko menyebabkan dermatitis kontak, perubahan pigmen kulit, dan reaksi alergi.
“BPOM bukan hanya menemukan distribusi kosmetik ilegal, tetapi juga indikasi produksi skincare ilegal dalam skala besar. Kami menemukan pelanggaran berulang yang menunjukkan adanya unsur kesengajaan,” tegas Taruna Ikrar dikutip dari laman bpom, pada Minggu 23 Februari 2025.
Wilayah dengan Temuan Kosmetik Ilegal Terbesar
Kasus peredaran kosmetik ilegal ditemukan di berbagai daerah, dengan beberapa wilayah mencatat temuan tertinggi:
Yogyakarta: Rp11,2 miliar
Jakarta: Rp10,3 miliar
Bogor: Rp4,8 miliar
Palembang: Rp1,7 miliar
Makassar: Rp1,3 miliar
“Angka ini menunjukkan bahwa peredaran kosmetik ilegal masih menjadi permasalahan serius, terutama di wilayah dengan tingkat konsumsi kosmetik tinggi,” tambah Taruna.
Sanksi Hukum bagi Pelaku
BPOM akan menindaklanjuti 4 kasus secara pro-justitia dengan ancaman sanksi pidana dan administratif. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pelaku usaha yang terbukti mengedarkan kosmetik ilegal dapat dijerat hukuman penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp5 miliar. Selain itu, BPOM juga menjatuhkan sanksi berupa:
Penarikan dan pemusnahan produk ilegal
Pencabutan izin edar
Penghentian sementara kegiatan usaha
“BPOM akan menggiring kasus pelanggaran berulang ke ranah penyidikan agar ada efek jera,” tegas Taruna.
BPOM menyoroti peran influencer dalam mempromosikan kosmetik ilegal. Banyak produk yang viral di media sosial dipasarkan dengan klaim berlebihan. Oleh karena itu, BPOM meminta para kreator konten kecantikan untuk lebih berhati-hati dalam mempromosikan produk.
“Promosi dan iklan kosmetik harus sesuai dengan Peraturan BPOM Nomor 18 Tahun 2024 tentang Penandaan, Promosi, dan Iklan Kosmetik. Kami juga mengajak influencer untuk lebih objektif dalam memberikan ulasan produk,” ujar Taruna.
Advertisement