BPOM Pastikan Vaksin Covid-19 Tidak Mengandung Bahan Berbahaya
Dalam proses penerbitan izin penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) vaksin Covid-19, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menggunakan standar penilaian mutu yang berlaku secara internasional. Termasuk mengikuti perkembangan uji klinis di berbagai negara.
"Salah satu di antaranya adalah melalui inspeksi langsung ke sarana produksi vaksin Coronavac," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Lucia Rizka Andalusia memberikan keterangan pers perkembangan vaksinasi Covid-19 yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, pada Selasa 5 Januari 2021.
Berdasarkan hasil evaluasi pengawasan mutu tersebut, lanjut Lucia Rizka Andalusia, BPOM memastikan bahwa vaksin tidak mengandung bahan-bahan berbahaya seperti pengawet, boraks dan formalin. Dalam proses evaluasi untuk penerbitan EUA, BPOM melakukan kajian bersama Komite Nasional Penilai Obat serta tim ahli bidang imunologi dan vaksin yang tergabung dalam Indonesian Technical Advisory Group on Immunitation, dan juga tim ahli lainnya yang terkait.
Evaluasi dilakukan terhadap data dukung keamanan, khasiat dan mutu yang disampaikan oleh industri farmasi pendaftar, yang diperoleh dari hasil penelitian dan pengembangan produk vaksin termasuk uji kliniknya.
"Apabila berdasarkan hasil evaluasi vaksin Covid-19 memenuhi syarat keamanan, khasiat dan mutu serta pertimbangan bahwa kemanfaatan jauh lebih besar dari risiko, barulah EUA dapat diterbitkan," jelas Lucia Rizka Andalusia.
Lalu, lanjut Lucia Rizka Andalusia, untuk mempercepat program vaksinasi Covid-19 secara nasional, pendistribusian vaksin sudah mulai dilaksanakan. Hal ini sebagai langkah persiapan bagi petugas-petugas di daerah. Meski demikian vaksin baru bisa digunakan setelah mendapat EUA dari Badan POM sesuai yang diatur Peraturan Presiden No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).
Aspek lain yang juga menjadi pengawalan Badan POM ialah mutu vaksin di sepanjang jalur distribusi mulai keluar dari industri farmasi hingga digunakan dalam pelayanan vaksinasi kepada masyarakat. Hal ini penting, karena vaksin produk yang rentan rusak apabila penyaluran tidak sesuai persyaratan yaitu 2-8 derajat celsius.
"Pengawasan dan pemantauan mutu vaksin melalui sampling berbasis risiko, dan pengujian oleh Unit Pelaksana Teknis Badan POM di seluruh Indonesia terhadap sarana industri, distribusi dan instalasi farmasi provinsi, instalasi kabupaten atau sarana pelayanan kesehatan," tandas Lucia Rizka Andalusia.
Proses pemberian vaksin tentunya akan dilakukan bertahap dan memerlukan waktu. Dan saat pelaksanan vaksinasi, masyarakat diminta berpartisipasi aktif dalam pelaksanaannya. "Sambil menanti proses vaksinasi, masyarakat tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan, yakni memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun," demikian pesannya.