Badan Konsumen AS Anggap Facebook Gagal Merahasiakan Privasi Penggunanya
Badan perlindungan konsumen Amerika Serikat (AS), Senin 26 Maret kemarin menegaskan pihaknya membuka penyelidikan terhadap Facebook karena dianggap gagal memenuhi janji mereka terkait privasi penggunanya, dan kemungkinan melanggar keputusan persetujuan.
Komisi Perdagangan Federal (Federal Trade Commission/FTC) mengonfirmasi laporan berita dari pekan lalu bahwa pihaknya membuka penyelidikan terhadap pengambilan data Facebook milik puluhan juta pengguna oleh grup konsultan Inggris, Cambridge Analytica.
Meski FTC biasanya menolak mengomentari penyelidikannya, tetapi kali ini mereka mengambil langkah yang tidak biasa dengan mengonfirmasi “penyelidikan nonpublik” terhadap Facebook.
“FTC berkomitmen dengan teguh untuk menggunakan semua sarananya untuk melindungi privasi konsumen,” ungkap kepala perlindungan konsumen sementara, Tom Pahl.
“Yang terpenting di antara sarana ini adalah aksi penegakan hukum terhadap perusahaan yang gagal memenuhi janji privasi mereka, termasuk mematuhi Privacy Shield (kesepakatan privasi antara AS-Uni Eropa), atau yang terlibat dalam tindakan tidak adil yang menimbulkan kerugian besar bagi konsumen dan melanggar Undang-Undang FTC.”
Pahl menambahkan bahwa perusahaan yang sudah menyelesaikan gugatan FTC sebelumnya “juga harus mematuhi ketentuan FTC yang memberlakukan persyaratan privasi dan keamanan data.”
Facebook menandatangani keputusan persetujuan dengan badan konsumen itu pada 2011 yang menetapkan tudingan bahwa mereka menipu konsumen dengan mengatakan bahwa mereka dapat merahasiakan informasi mereka di Facebook, tetapi kemudian mengizinkannya untuk dibagikan dan dipublikasikan.
Pahl mengatakan badan tersebut “mempertimbangkan dengan sangat serius laporan pers baru-baru ini yang menimbulkan kekhawatiran besar terhadap praktik privasi Facebook.”
Facebook sedang menjadi sorotan dunia akibat skandal pencurian 50 juta data penggunanya yang digunakan untuk membantu Donald Trump memenangkan Pemilu Presiden Amerika Serikat 2016 oleh perusahaan Cambridge Analytica. (afp/ik/rr)
Advertisement