Baca Syiir Ya Lal Wathon Saat Sa’i, Ternyata Ada Respon Keras Begini
Tersenyum, dan merasa geli hati saat membaca tulisan saudara Asnawi Ridwan, Wakil Sekretaris LBM-PBNU, dalam membela banser terkait yel-yel Ya Lal Wathon pada saat melaksanakan sa'i. Ibadah Sa'I, salah satu rukun umrah yang dilakukan dengan berjalan kaki (berlari-lari kecil) bolak-balik 7 kali dari Bukit Shafa ke Bukit Marwah & sebaliknya.
Ada yang menilai, logika Asnawi Ridwan perlu diperhatikan dan dikaji baik-baik. Karena, hasilnya ternyata ia meletakkan ibaroh bukan pada tempatnya. Menurut Moh Aflah, yang mengaku “Si anak kampung” beredar di sejumlah media sosial, “ibaroh seperti di atas itu bagi saya sangat memalukan, tentu saja karena Ibaroh dan analogi logika yang digunakan tidak nyambung, dirangkai dari premis amburadul.”
Berikut penjelasannya secara lengkap:
Logika yang digunakan :
1. Cinta tanah air hukumnya wajib
2. Berdzikir hukumnya sunnah
3. Nyanyian cinta tanah air hukumnya mubah.
4. Nyanyian cinta tanah air termasuk dzikir.
5. Maka kesimpulan nya, nyanyian ya lal wathan pada waktu sa'i berubah menjadi sunnah,
Itu rangkaian logika dari premis yang amburadul.
Lalu Ta'bir dari kitab tentang kesunnahan bersyair di masjid yang dia lampirkan semakin menambah keamburadulan, karena tidak nyambung, alias hasil dari gagal paham.
Perlu dicatat, yang kita bahas terkait yel-yel yang dipekikkan oleh anak buah yakut (banser) saat mereka melaksanakan sa'i itu bukan masalah boleh atau tidak??, bukan masalah membatalkan sa'i atau tidak?
Melainkan masalah layak atau tidak?? Pantas atau tidak?? Suul adab atau tidak?
Di sini kita harus menyadari betapa pentingnya adab itu, betapa pentingnya etika itu, terlabih yel-yel yang mereka pekikan waktu sa'i mengganggu ibadah orang lain, maka hukum bolehnya berubah menjadi Haram, dan berdosa. Apalgi jika di iringi oleh rasa angkuh, sombong, riya' dan ujub, tambah sia-sia amal ibdah yang dilakukan.
Saya mengajak untuk merujuk kepada ibaroh Kitab berikut ini.
"Bahrul Madzhab Imam Rauyani, pada juz 3 hal 483"
بحر المذهب للروياني ج ٣ ص ٤٨٣
فرع آخر
قال: إنشاد الشعر والرجز في الطواف يجوز إذا كان مباحا، وروي محمد بن السائب عن أمه، قالت: طفت مع عائشة رضي الله عنها، فذكروا حسان في الطواف فسبوه، فقالت عائشة: لا تقولوا: أليس هو الذي يقول:
هجوت محمدا فأجبت عنه وعند الله في ذلك الجزاء
فإن أبى ووالده وعرضي لعرض محمد منكم وقاء
فقيل لها: أليس هو الذي قال ما قال في الإفك؟ فقالت: أليس قد تاب؟ ثم قالت عائشة: إني لأرجو له ما قال، ولكنه يستحب ترك إنشاد الشعر وإن كان مباحا أيضا والكلام أيسر منه. وقال مجاهد: كان النبي صلى الله عليه وسلم يطوف بالبيت وهو متكيئ على أبي أحمد بن جحش وأبو أحمد يقول:
حبذا مكة من وادي
بها أهلي وعوادي بها
أمشي بلا هاد
قال: فجعل النبي صلى الله عليه وسلم كأنه يعجب من قوله:
بها أمشي بلا هادي
والأولى تركه لما روي إبراهيم بن أبي أوفي أن أبا بكر رضي الله عنه كان يطوف بالبيت ويرتجز بهذا، فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "قل الله أكبر، الله أكبر".
Beliau berkata : menembangkan syair dan melagukan nya saat thawaf itu boleh, jika lirik syair nya adalah lirik syair yang diperbolehkan.
Muhammad bin sa'ib telah meriwayatkan dari ibunya, beliau berkata "aku berthawaf bersama sayyidah Aisyah radhiyallahu anha, kemudian orang-orang menyebut tentang hassan di dalam thawaf, dan mereka mencelanya, maka Aisyah ra berkata : jangan lakukan itu, bukankah dia yang telah menembangkan syair :
هجوت محمدا فأجبت عنه وعند الله في ذلك الجزاء
فإن أبى ووالده وعرضي لعرض محمد منكم وقاء
Engkau mencela Muhammad, dan aku telah menjawabnya, di sisi Allah pembalasan dari apa yang engkau cela.
Sungguh ayahku, dan demi orang tuanya, juga demi kehormatanku, kehormatan Muhammad lepas dari celaanmu, dikatakan kepada aisyah, bukankah dia yang telah berkata tentang peristiwa palsu? (Haditsul ifki)
Sayyidah Aisyah ra menjawab "bukankah dia sudah bertaubat?"
Lalu Sayyidah Aisyah berkata, sesungguhnya aku berharap apa yang telah dia katakan, akan tetapi di sunnahkan TIDAK MENEMBANG SYAIR meskipun itu boleh, dan berbicara itu lebih mudah daripada bersyair.
Berkata Mujahid, baginda nabi shallallahu alaihi wa sallam berthawaf di baitullah, dan beliau bersandar kepada abi ahmad bin jahsy, dan abu ahmad menembangkan syair,
حبذا مكة من وادي
بها أهلي وعوادي بها
أمشي بلا هاد
Hal itu membuat baginda nabi seolah tak'jub atas kalimat yang diucapkan nya.
بها أمشي بلا هادي
Dan yang lebih baik dan lebih utama adalah tidak menembangkan nya, karena dari apa yang telah diriwayatkan oleh Ibrahim bin abi awfa, bahwa Sayyidina Abu bakar as-siddiq radhiyallahu anhu, pernah bertawaf di baitullah dan menembangkan syair tersebut, namun Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegurnya, beliau bersabda ucapkan lah " Allahu akbar, Allahu Akbar".
Kesimpulan :
1. syair itu bukan doa, kecuali syair-syair yang memang didalamnya terdapat unsur doa.
2. Syair (yel-yel) ya lal wathan itu murni slogan atau pemeo, dan tak ada unsur doa didalamnya, dan juga tidak bisa kita masukkan kedalam dzikir, karena antara syair dan dzikir itu berbeda.
3. Sayyidina Abu bakar, menembangkan Syair abu ahmad bin jahsy saat thawaf, dimana dalam syair tersebut terdapat pujian terhadap kota mekkah, sebagai kota tanah kelahiran nya, tentu saja kota mekkah yg dipujinya itu lebih baik dan lebih Utama daripada negara indonesia yang dipuji oleh yel-yel banser saat mereka bersa'i.
Namun Baginda nabi shallallahu alaihi wa sallam menegur Abu bakar, dan di perintahkan untuk berucap " Allahu akbar, Allahu Akbar".
4. Teguran tersebut bukan teguran yang bersifat larangan, hanya saja tidak pantas dan bukan pada tempatnya. Meskipun itu boleh.
Dari sini sudah jelas dan terang, kebenaran harus diungkap, terhadap orang yang hobby memelintir ibaroh kalam Ulama' demi untuk menutupi yang hak, dan mengaburkan yang batil.
Semoga bermanfaat, Wallahu A'lam wa ahkam.
Salam hangat dari anak kampung. (adi)