Baca Al-Quran bagi Orang yang Meninggal, Menurut Muhammadiyah
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) berwasiat: Perbedaan di antara umatku adalah rahmat. Maka, terjadilah perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang reranting dalam ibadah. Di luar ibadah wajib. Itulah khilafiyah.
Dalam masalah bacaan Al-Quran yang hadiahnya dikirim untuk orang yang telah meninggal dunia, misalnya, terjadi khilafiyah. Di kalangan masyarakat Islam di Indonesia, ada yang meyakini bahwa hal itu akan sampai pada seorang yang telah meninggal dunia. Namun, ada pula yang berpendapat berbeda. Berikut di antara, menurut pandangan ulama Muhamamdiyah.
Tim Fatwa Agama PP Muhammadiyah berpendapat bahwa bacaan Al-Quran, baik itu surat Yasin maupun surat lain yang dihadiahkan untuk si mayit tidak sampai pahalanya kepadanya.
Sejumlah dalil, menjadi alasan, antara lain:
Pertama, tidak terdapat ayat Al-Quran atau hadits Nabi Muhammad saw yang dapat dijadikan dasar yang kuat untuk melakukannya.
Bahkan di dalam Al-Quran Allah menyatakan bahwa manusia tidak akan memperolehi balasan di akhirat melainkan apa yang diusahakannya sendiri ketika masih di dunia.
Firman-Nya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya, dan bahwasanya usaha itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya). Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna [Q.S. an-Najm (53): 38-41].
Dalam ayat yang lain Allah berfirman: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. [Q.S. al-Baqarah (2): 286]. Allah juga berfirman: Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya. [Q.S. al-Mudatstsir (74): 38]
Berdasarkan ayat ini, Imam asy-Syafi’i dan pengikutnya mengambil kesimpulan hukum bahwa bacaan (Al-Quran) tidak sampai jika pahalanya dihadiahkan kepada mayat. Hal ini karena ia bukan amal dan jerih payahnya. Ketika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah seluruh amalannya kecuali tiga hal, sebagaimana dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadis:
Dalil Hadis
Dari Abu Hurairah ra. (diriwayatkan) bahwasanya Nabi saw bersabda: Ketika seseorang mati, maka amalannya akan berhenti kecuali tiga (amalan); shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak saleh yang mendoakan. [H.R. Muslim no. 1631].
Di dalam sebuah hadis, Rasulullah saw memberi peringatan agar kita tidak melakukan hal-hal yang tidak ada tuntunannya. Hadis tersebut berbunyi: Dari Aisyah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dalam agama kita ini yang tidak berasal darinya maka perbuatan itu ditolak.” [H.R. al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718].
Kedua, para sahabat tidak melakukan hal itu karena memang tidak ada tuntunannya dari Al-Quran dan Hadis.
Ketiga, tidak bisa dipastikan, apakah ketika seseorang membaca al Quran itu ia mendapat pahala sehingga bisa menghadiahkan pahala tersebut kepada orang lain atau tidak.
Keempat, menganut pendapat sampainya pahala bacaan kepada orang lain sering kali berakibat negatif, yaitu orang yang kurang beramal saleh mengharapkan hadiah pahala dari orang lain.
Adapun mendoakan orang yang sudah meninggal dunia itu ada tuntunannya. Doa orang-orang beriman diterima oleh Allah dan pahalanya akan sampai kepada mayit jika ia beriman.
Allah SWT berfirman:
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang [Q.S. al-Hasyr (59): 10].
Setiap selesai menguburkan jenazah, Rasulullah SAW berdiri di sisi makam seraya bersabda: Hendaklah kalian memohonkan ampunan bagi saudara kalian dan mohonkanlah keteguhan hati baginya, karena sekarang dia sedang ditanya [H.R. Abu Dawud no. 3221]. Beliau juga mengajarkan doa ketika menziarahi kubur:
السَّلَامُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لَاحِقُونَ، نَسْأَلُ اللهَ لَنَا وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ .
Kesejahteraan atas kalian wahai para penghuni kubur dari orang-orang mukmin dan muslim, sesungguhnya kami insya Allah akan meyusul kalian, kami memohon afiat kepada Allah bagi kami dan kamu sekalian [H.R. Muslim no. 104]
Memperhatikan alasan-alasan di atas, maka lebih baik kita tidak melakukan yang tidak ada tuntunannya, dan mencukupkan diri dengan yang jelas ada tuntunannya, yaitu mendoakan orang yang meninggal dunia.
Dalam kitab al-Umm bab Shadaqahnya orang yang hidup dari mayit (4/126, Daarul Ma’rifah-Beirut) disebutkan: Ar-Rabi’ bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, ia berkata, asy-Syafi’i menceritakan kepada kami dengan imlaa bahwa beliau berkata: Mayit akan mendapatkan pahala dari perbuatan orang lain dalam 3 perkara yaitu, haji yang ditunaikan untuk mayit (badal haji), harta yang disedekahkan atas namanya atau yang dibayarkan dan doa. Adapun selain itu berupa sholat dan puasa, maka pahalanya (hanya) untuk pelakunya, tidak untuk mayit.
Demikian, Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: muhammadiyah.or.id