Azyumardi Azra: Stop Pertikaian Politik Internal Umat Islam
Guru Besar UIN Jakarta, Prof. Azyumardi Azra mengatatakan, pertikaian di kalangan umat Islam memang memprihatinkan. Karena jika pertikaian politik internal sudah selesai, maka bisa diciptakan stabilitas keamanan, sosial, kesehatan, pendidikan dan politik. Stabilitas dalam bidang-bidang tersebut adalah kunci dalam membangun peradaban Islam yang maju.
Selanjutnya, untuk memajukan peradaban Islam harus mengatasi sektarianisme yang menyala-nyala. Saat ini dalam pembacaannya, sektarianisme intra mahdzab “dikipas-kipas” terus.
“Sektarianisme agama, politik, kabilah, kesukuan itu meningkat justru, ini harus diatasi,” tuturnya, dalam acara Webinar Islam yang Menyejarah yang dipandu oleh David Krisna Alka Intelektual Muda Muhammadiyah.
Maka diperlukan intelektual, ulama dan otoritas agama yang memiliki pemikiran besar, luas dan fleksibel tanpa harus mengorbankan ajaran Islam. Tidak mungkin peradaban maju jika perbedaan khilafiyah terus dinyalakan.
Selain itu, dalam memajukan peradaban Islam harus mengembangkan Islam Wasathiyyah. Ia menegaskan umat Islam tidak akan maju, jika yang dipedomani adalah penyelesaian masalah dengan kekerasan.
Namun sebaliknya, umat Islam akan maju jika pendidikan terus dikembangkan, bermutu, berkualitas dan bisa didialogkan. Dengan pengetahuan yang mumpuni diharapkan mampu membangun kembali Kosmopolitanisme Islam.
“Islam dulu maju karena kosmopolitan, sekarang banyak orang Islam kehilangan kosmopolitannya.” imbuhnya.
Secara sederhana kosmopolit artinya mendunia. Tapi sekarang banyak muslim, termasuk yang di Indonesia seperti katak dalam tempurung. Menganggap pemikirannya paling benar, dia tidak melihat ada kebenaran di tempat lain.
Itu juga yang terjadi di Amerika, diantara penyebab kemunduran Amerika adalah kehilangan kosmopolitannya. Orang Amerika tertutup dan menolak orang-orang pintar yang datang dari luar negaranya-migran.
Kunci terakhir memajukan peradaban Islam adalah melakukan kerjasama, baik antara orang dengan orang, universitas dengan universitas dan seterusnya. Kedepan, untuk membuka kran umat Islam yang buntu, dibutuhkan saling ‘ngobrol’ antar peradaban.
Advertisement