Ayo Bangkit, Berhenti Usreg, Kejar Ketinggalan!
Peradaban dunia modern akan semakin jauh meninggalkan kita bila sampai hari ini para elite dan para pemimpin masih berkutat debat mengenai Pancasila, G30S PKI, ekstrem kanan-ekstrem kiri, bahkan soal beda agama saja diributkan. Hasilnya? Nyaris membuat bangsa ini terbelah dan saling menyalahkan.
Sementara kita terus usreg dengan hal-hal yang tidak produktif, bangsa lain, Singapura misalnya, telah siap siaga penuh. Mereka dengan serius memikirkan bagaimana menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang yang membuat bangsanya tidak ditinggalkan oleh peradaban dunia. Keseriusan ini terlihat dari urutan kualitas perguruan tinggi se-Asia (saja dulu). Singapura menempati urutan ke-7 melalui National University of Singapore, dan Nanyang Technological University di urutan 14. Sedangkan Indonesia baru nongol di urutan ke-52 (Universitas Gadjah Mada), 69 (Universitas Indonesia), 99 (Institut Pertanian Bogor), dan Institut Teknologi Bandung pada urutan136 (sumber UniRank).
Sudah terbukti, kemajuan teknologi telah mengubah semua pakem, tata cara, dan tata laksana kehidupan manusia berdasarkan arahannya. Teknologi telah menjadi penguasa dunia. Lompatan besar dan jauh begitu cepat dilakukan Teknologi Informasi. Berbagai inovasi di bidang IT, secara signifikan telah merubah budaya hidup manusia di atas bumi ini.
Ranah politik, ekonomi, sosial budaya, dan hankam, kini menjadi sederet koloni yang harus tunduk mengikuti langkah ke mana teknologi (yang menguasai) membawanya.
Seiring dengan komputerisasi di berbagai sendi kehidupan, kondisi ini telah pula melahirkan ‘nabi-nabi’ baru, seperti Bill Gates, Steve Jobs, Mark Zuckerberg dan kawanannya. Pengikut dan para muridnya tersebar di seluruh penjuru dunia. Kitab suci utama yang diikuti petunjuknya, bukan lag Bibel ataupun Al Qur’an, tapi ‘kitab agung’’ yang bernama Google. Alhasil Facebook, Whatsapp, Instragam, dan sejenisnya menjadi 'rumah ibadah’ kaum millenial dan generasi Z. Dan celakanya, bangsa yang tetap mempertahankan mindset lama (era analog), pasti akan terpental mundur ke belakang ditinggalkan peradaban dunia masa depan.
Saat memetakan di mana bangsa Indonesia kini berada, hati menjadi miris. Sadar bahwa korupsi masih merajalela, saling gontok-gontokan masih digemari, beragama saja kehilangan kerukunannya, berteriak bahaya ekstrem ini-ekstrem itu dan sejenisnya, masih menggelora dan sangat berisik. Sementara terancam ditinggalkan peradaban masa depan, para elite petinggi negeri seperti tak resah, tak ada rasa gelisah, dan tak merasa bersalah. Bahkan dengan lantang berseru; we are in the right track..!
Menyoal masalah ketertinggalan, pada era analog saja--dibanding Amerika dan Eropa, kita sudah tertinggal cukup jauh. Jurang kemiskinan dengan level peradaban antara ibu kota, kota-kota di provinsi, kabupaten, desa, desa tertinggal dan pedalaman, jaraknya begitu jauh dan kontras. Manusia yang tinggal di Jakarta, Ibu Kota Republik, kehidupan setiap harinya sangat erat bersinggungan dengan peradaban teknologi informasi dan teknologi super modern lainnya. Sementara di sisi lain, masih ada sebagian besar desa, apalagi desa tertinggal dan pedalaman, yang sama sekali tidak tersentuh oleh peradaban teknologi dalam level apa pun. Contoh konkrit, kira-kira 8-10 persen penduduk Indonesia, yang berarti puluhan juta manusia, sejak Indonesia merdeka sampai hari ini belum pernah menikmati aliran listrik secuil pun.
Kenyataan ini adalah tantangan besar sesungguhnya bagi bangsa Indonesia yang bercita-cita mencerdaskan dan mensejahterakan seluruh rakyat, dari Sabang hingga Merauke. Sudah saatnya para elite petinggi negeri secara gotong-royong bersama-sama menjawab tantangan besar ini. Bukan malah menyodorkan masalah tak bemutu yang sama sekali tidak produktif. Seperti menyeret bangsa ini kembali ke era kegelapan lewat suguhan penuh masalah, seperti pemutaran kembali film G30S PKI dan sejenisnya!
Sudah waktunya membangkitkan kecerdasan pikir, hati, dan jiwa bangsa ini untuk mengejar berbagai ketertinggalan!
*Erros Djarot
Advertisement