Ayam Cemani Disebut Lamborghini Chicken, Karena Harganya Wouw...
Ayam Cemani Disebut Juga Lamborghini Chicken, Apa Istimewanya?
Sudah lama masyarakat menganggap ayam cemani istimewa. Warnanya serba hitam, bukan saja bulu-bulunya, tetapi juga wajah, paruh, jengger, kaki dan kuku-kukunya. Bahkan daging, jeroannya konon juga berwana hitam. Mengapa berwarna hitam? Ayam cemani memiliki gen dominan yang menyebabkan hiperpigmentasi.
Karena warna yang serba hitam itulah, kata Tarmudi, seorang peternak khusus ayam cemani di Cileungsi, Bogor, Jawa Barat, ayam cemani terkesan mistis. “Karena itu banyak dukun yang minta pada pasiennya untuk membawa ayam cemani sebagai persyaratan untuk ritual,” kata Tarmudi.
Ayam cemani juga termasuk ayam langka. Karena itu sebagian masyarakat menganggap orang yang memelihara ayam cemani sebagai hal yang negatif karena dianggap memfasilitasi praktik perdukunan.
Untuk mengubah citra negatif itu, Tarmudi berusaha mendekati segmen kalangan muda dengan menjelaskan potensi ekonomi dari beternak ayam cemani.
“Di luar negeri cemani dijuluki Lamborghini Chicken, masak kita cuma untuk santet saja?” katanya. Disebut Lamborghini Chicken mengacu pada supercar dari Italia, Lamborghini yang harganya amat mahal, di Indonesia paling murah Rp 8 miliar.
Menurut Tarmudi, harga sepasang ayam cemani usia 8 bulan hingga 1 tahun sekitar Rp 7 hingga Rp 8 juta. Di luar negeri bisa Rp 20 juta sepasang,” katanya kepada Anadolu.
Media internasional seperti The Guardian menyebut ayam cemani sebagai ayam termahal di dunia yang harganya bisa mencapai 5.000 dolar AS sepasang, atau sekitar Rp 75 juta.
Tarmudi menjelaskan warna yang serba hitam memang faktor utama ayam cemani menjadi ayam termahal di dunia. Tetapi faktor lain seperti tingginya faktor mortalitas anak-anak cemani juga menjadikan ayam ini terbilang sulit diproduksi massal.
Ayam cemani bertelur sekitar 80 butir per tahun, sedangkan ayam kampung biasa bisa mencapai lebih dari 100 butir.Jumlah yang sangat jauh jika dibandingkan dengan ayam petelur konsumsi komersial yang bertelur hingga 300 butir per tahun.
Selain itu, anak ayam cemani menetas tanpa memiliki bulu. Suhu yang terlalu dingin atau terlalu panas bisa membuat mereka cacat dan mati begitu menetas.
Dari segi bulu, menurut Tarmudi, ada empat jenis ayam cemani. Cemani bulu biasa adalah jenis jalur murni tanpa persilangan dengan ayam jenis lain. Sedangkan tiga jenis lainnya seperti bulu walik (terbalik atau kriting), bulu rajek wesi (lidi), dan bulu trondol (botak) adalah hasil persilangan dengan ayam-ayam kampung jenis lain. Sedangkan dari warna lidah ada dua warna yaitu hitam dan abu-abu.
;
Melalui Medsos
Tarmudi mengaku setiap bulan bisa menjual 30 ekor anak cemani berusia 2 hingga 3 bulan. “Kami jual sepasang dengan harga Rp 1 juta untuk yang lidah hitam, dan Rp 400 ribu untuk yang lidah abu-abu,” kata dia. Tetapi untuk ayam cemani usia indukan antara 7 bulan hingga 1 tahun harganya antara Rp6 hingga Rp7 juta. “Bahkan saya pernah menjual seharga Rp 15 juta sepasang,” kata Tarmudi.
Untuk pemasaran, Tarmudi mengandalkan media sosial yaitu Facebook, Instagram, dan YouTube. Tarmudi telah menjual ayam dan telur tetas cemani ke berbagai daerah di Indonesia bahkan ke luar negeri.
Bersama komunitasnya, Tarmudi yang menjabat Ketua Perkumpulan Peternak Cemani Indonesia (Pertemani) ini telah menjual telur-telur tetas cemani ke Afrika, Eropa, dan Amerika.
“Kita pernah mengirim telur-telur tetas cemani ke Gabon, Turki, Amerika, Italia, Thailand paling banyak, Filipina, Malaysia, dan Kamboja. Dengan harga antara 35 - 40 Dolar AS per butir, atau sekitar Rp525 ribu sampai Rp600 ribu per butir, ” kata Turmudi, pemilik Kandang Cemani Cileungsi.
Sebenarnya pengiriman jarak jauh ada resikonya, yaitu persentase menetas telur-telur itu menjadi rendah, karena lamanya perjalanan dan guncangan selama perjalanan. Tetapi para pemesan telah memahami resiko itu. “Ada yang pesan 16 butir, tapi yang menetas cuma tiga. Tapi bagi mereka, ada satu saja yang menetas, mereka merasa punya harapan,” jalasnya.
Karena tingginya minat kolektor luar negeri akan ayam cemani ini, Tarmudi dan teman-teman berharap pemerintah memudahkan mereka mengekspor ke luar negeri. “Kita terhambat di perizinan dan peraturan,” ujar Tarmudi. Jadi, apa perlu Undang-undang tentang Ayam Cemani?
Advertisement