Awas PKI, Hantu Virtual..!!!
Ayo kita mundur ke belakang, membelah bangsa ini menjadi dua. Berlakukan lagi pemisahan antara warga bangsa yang berasal dari anak keturunan keluarga anggota PKI di satu sisi, dan yang non PKI di sisi lain.
Keluarga anak PKI itu mereka yang terlahir dari rahim seorang Ibu anggota Gerwani, atau melalui istri dari seorang anggota PKI. Baik anggota dalam kapasitas sebagai petinggi, pengurus-fungsionaris partai, anggota biasa, atau yang dinyatakan terafiliasi dengan PKI, alias tidak bersih lingkungan.
Dari mulai garis anak, cucu, hingga cicit, dan seterusnya, wajib diberi stempel sebagai manusia tidak bersih lingkungan, berbahaya, musuh Pancasila, dan karenanya musuh negara!
Sebagai ‘musuh negara’, mereka dilarang bekerja di seluruh institusi birokrasi negara dan militer (dulu ABRI), karena tidak bersih lingkungan. Dan siapa yang berwenang menentukan predikat seseorang sebagai tidak bersih lingkungan, atau terindikasi sebagai penyandang darah (GEN) PKI?
Sepenuhnya ada pada institusi penguasa lewat aparat negara (baca:tantara-polisi) lah yang memiliki kewenangan penuh. Tak satu pun lembaga peradilan yang memiliki otoritas menggugurkan atau menghapus stempel yang telah ditetapkan oleh fihak keamanan dan yang diturunkan secara genetik ini. Begitulah fihak penguasa rezim otoriter Orde Baru menetapkan kebijakan politik kenegaraannya saat mereka berkuasa.
Belakangan ini, isu seputar bahaya laten PKI kembali didengungkan secara masif. Gerakan ini bermuara pada upaya memutar kembali film G30S PKI.
Tentunya dengan alasan agar generasi milenial mengetahui dan membenamkan memori kolektif para oarng tua ke benak mereka, betapa keji dan terkutuknya PKI. Membangkitkannya sebagai hantu yang menakutkan menjadi program utama dari gerakan ini (conspiracy of fear).
Sementara anak-anak 'ingusan' ini, saat peristiwa G30S PKI terjadi mereka masih berada di alam awang-awang, masih dalam status sebagai cairan air mani ayah dan ibu.
Permasalahannya, generasi milenial yang menyaksikan film tersebut dan harus ikut larut menanamkan dendam politik dan ideologi yang dijejalkan oleh para penggagas program ini, mereka menemui kesulitan karena wujud nyata dari gerombolan yang dinamakan PKI tersebut, telah lama sirna perwujudannya.
Dan ketika stempel dan stigma itu dilekatkan kepada seseorang, Jokowi misalnya, yang terjadi justru melahirkan citra yang sebaliknya di benak kaum milenial.
Salah satu penyebab utamanya, karena penampilan sosok seorang Jokowi jauh dari gambaran hantu yang sadis, jahat, dan menakutkan. Malah kaum milenial memberinya julukan ‘my cute president ’…nah lo?!
Di samping itu, mereka pun kesulitan melakukan identifikasi siapa-siapa di antara kawan mereka yang harus mereka golongkan sebagai keturunan hantu PKI ini.
Karena dari deretan para koruptor yang mereka jadikan musuh negara yang paling nyata saja, banyak sekali yang berstempel putra bangsa terbaik, mengaku insan Pancasilais, dan pemeluk agama yang taat.
Terbukti sejumlah menteri, orang terpandang di wilayah partai berbasis agama, dan para tokoh yang sering berkoar-koar tentang Pancasila, banyak yang meringkuk di penjara KPK.
Sehingga HANTU musuh negara yang paling menakutkan dari sisi pandangan kaum milenial, yang paling konkrit dan nyata ya para koruptor dan kelompoknya ini.
Malahan sejumlah partai dinyatakan sebagai hantu jahat bagi mereka karena memproduksi para koruptor dan kebijakan yang sama sekali tidak pro rakyat.
Dari realita ini, siapa pun desainer yang ingin membangkitkan kembali rezim Orde Baru, sebaiknya lebih kreatif, lebih cerdas, dan meyakini bahwa di abad 21 ini segalanya telah berubah. Telah terjadi sejumlah pergeseran paradigma kehidupan dalam rentan waktu selama 30 tahun ini.
Bersyukur dalam konteks berbangsa dan bernegara, Pancasila dan UUD’45 masih dijadikan pijakan dasar hukum dan pandangan hidup kita sebagai bangsa. Bahwasanya terjadi penggerogotan dan berbagai upaya menghapus dan menghilangkannya, dari dulu hingga sekarang terus terjadi.
Berkali-kali PKI gagal melakukannya. Dan tercatat bukan hanya PKI, tapi juga DI-TII, Permesta, PRRI dan sejenisnya pun telah tercatat sebagai gerakan yang ingin merubah dan menggantikan Pancasila dan UUD’45 dengan ideologi mereka.
Seperti juga yang dilakukan oleh kelompok tertentu beklakangan ini. Sehingga upaya untuk menjuruskan ancaman bahaya terhadap Pancasila hanya ke satu titik; (PKI) sebagai hantu tunggal, selain a-historis, juga kehilangan ruang empirik yang mudah dicerna oleh kaum milenial.
Berbeda kalo pencanangan bahaya laten PKI ini, merupakan sebuah desain politik memasuki tahapan tahun politik menuju Pemilu-Pilpres 2019. Nasehat saya, buatlah ‘hantu virtual’ bernama PKI yang lebih kreatif dan yang lebih bisa dicerna dan difahami oleh kaum nitizen-milenial.
Agar bahaya laten PKI lebih membahana ketimbang bahaya laten koruptor maupun gerakan ‘para hantu’ yang belakangan ini aktif menyuarakan perlunya Pancasila diganti oleh keyakinan mereka!
Sementara generasi saya, dengan umur berkepala angka enam (60-an), menyatakan Komunisme, Liberalisme, Kapitalisme, sebagai hantu yang berbahaya, masih lekat tertanam dalam dasar sanubari ini…percayalah!
*) Oleh Eros Djarot-dikutip sepenuhnya dari laman watyutink.com