Awas Makan Bangkai! Daging Ayam harus Disembelih sesuai Syariat
Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam (SAW) memang bertepatan pada 12 Rabiul Awal tahun Gajah. Kini mencapai perjalanan hingga tahun 1444 Hijriyah, umat Islam masih mengenang dan merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Bagi umat Islam di Indonesia, peringatan Maulid Nabi tidak terbatas bertepatan pada tanggal tersebut. Melainkan juga sepanjang bulan Rabiul Awal, dalam pelbagai kegiatan pengajian dan kegiatgan keagamaan selalu dikaitkan dengan Maulid Nabi SAW.
Momentum Maulid Nabi SAW menjadi kesempatan bagi kaum santri dan orang-orang pesantren untuk menegakkan syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Tidaklah syariat dalam pengertian khusus, tapi syariat Islam dalam praktik sehari-hari secara sederhana.
"Misalnya, orang Islam harus memamahi bahwa hewan yang bisa dimakan haruslah disembelih memenuhi syariat. Artinya, ayam yang dikonsumsi masyarakat haruslah sesuai dengan syariat. Ya, harus disembelih dengan menyebut asma Allah Subhanahu wa-ta'ala," tutur KH Marzuki Mustamar, Pengasuh Pondok Pesantren Sabilurrosyad, Gasek, Kota Malang.
Menurutnya, fakta di masyarakat yang mengonsumsi daging ikan belum diketahui secara jelas, apakah yang dijual di pasar-pasar itu sudah disembelih sesuai syariat Islam.
"Itulah yang perlu kita hati-hati. Soalnya, hewan yang tidak disembelih sesuai syariat Islam bisa tergolong bangkai. Bila disebut bangkai, ya tidak halal alias haram dimakan," jelas Kiai Marzuki, yang Ketua PWNU Jawa Timur.
Ia menegaskan hal itu, saat mengisi pengajian Maulid Nabi dan Haul Masyayikh Ponpes Raudlatut Thalibiin, Leteh, Rembang, belum lama ini.
Selain Kiai Marzuki, pada kesempatan itu, di hadapan umat Islam di pondok pesantren asuhan KH Ahmad Mustofa Bisri itu, tampil juga KH Ahmad Bahauddin Nursalim alias Gus Baha'. Keduanya menyampaikan pesan-pesan pentingnya umat Islam memperhatikan hal-hal kecil, seperti makanan yang halal dikonsumsi dan pentingnya persatuan di kalangan umat Islam.
Momentum Refleksi
Sementara itu, kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan, agar Maulid Nabi menjadi momentum untuk refleksi bagi umat Islam.
"Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak hanya sebagai ritual yang bersifat rutinitas setiap tahun, tetapi harus dimaknai dari substansi kelahiran seorang pemimpin yang telah berhasil mengubah tatanan dunia," tutur Amirsyah Tambunan, dalam keterangan dikutip Senin 10 Oktober 2022.
"Perubahan tersebut berhasil dilakukan dengan mengubah masa lalu yang disebut zaman jahiliyah ke zaman kehidupan yang membangun peradaban manusia sebagai bagian dari pemimpin yang meneruskan risalah Nabi Muhammad SAW melalui dakwah amar makruf nahi mungkar.
‘’Salah satu substansi risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW mengubah perilaku manusia yang lebih baik yang sering kita sebut akhlakul karimah,’’ kata Amirsyah Tambunan.
Amirsyah Tambunan menjelaskan, keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam merubah akhlak manusia pada saat itu dilakukan dengan keteladanan yang dimilikinya. Kemudian hal tersebut berhasil membentuk kehidupan manusia yang berperadaban.
Apalagi, jelasnya, Nabi Muhammad SAW memiliki visi kerasulan untuk mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam (Islam rahmatan lil ‘alamin).
Menurutnya, hal ini sangat relevan dengan misi Nabi Muhammad SAW yang membawa risalah dan menjadi contoh yang baik bagi semua makhluk di muka bumi.
‘’Tantangan yang dihadapi saat ini sangat relevan dengan misi yang dibawa Nabi Muhammad yaitu akhlakul karimah. Manusia yang tidak berhasil mengubah perilaku akan menjadi sebuah peradaban yang mundur atau yang disebut degradasi,’’ ujarnya.
Buya Amirsyah menyebut Rasulullah SAW merupakan sosok pemimpin yang tiada bandingnya dengan tokoh di permukaan bumi ini. Hal ini tercermin dari akhlak mulia yang dimilikinya, sehingga menjadi teladan bagi umat manusia.
‘’Oleh karena itu, diharapkan keteladanan ini bisa dijadikan bagian dari hikmah Maulid Nabi Muhammad SAW. Qudwah hasanah Beliau diakui bukan sebatas di kalangan dunia Islam, tapi juga di seluruh penjuru dunia,’’ kata dia.
Buya Amirsyah menerangkan bahwa peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW dapat disebut sebagai ibadah aktual (ghairu-mahdhah) yang baik dan positif (bidah hasanah).
Peringatan ini, kata Buya Amirsyah, pada hakikatnya bukan sekadar perayaan yang bersifat seremonial, melainkan harus mampu memperkuat kembali sosok dan perilaku (akhlak) Nabi Muhammad SAW yang sangat mulia itu pada diri manusia, khususnya yang beragama Islam.
‘’Semua itu bermuala pada perilaku. Jadi semakin baik akhlaknya maka semakin baik keyakinan, muamalahnya, ibadahnya, begitu juga yang lain-lain. Aspek ini sangat penting ini,’’ kata dia.