Awas! Ganggu Ketenangan Masyarakat = Khianati Ulama
Menteri Koordinator Politik dan Keamanan, Wiranto mengingatkan semua pihak, agar tetap menjaga ketenangan di tengah masyarakat.
“Siapapun dan pihak manapun yang mencoba memanfaatkan situasi terkait insiden pada Peringatan Hari Santri di Garut, untuk hal-hal negatif yang akan mengganggu ketenangan masyarakat sama dengan mengkhianati pengorbanan para pendahulu kita. Utamanya para Santri dan Ulama yang telah berkorban untuk NKRI.”
Demikian kata Wiranto, dalam keterangan kepada sejumlah media, termasuk diterima ngopibareng.id, Selasa 23 Oktober 2018.
Saat ini, kata Wiranto didampingi Mendagri Tjahjo Kumolo dan Kapolri Jenderal Tito Karnavian, atas peristiwa tersebut telah berkembang secara meluas dengan berbagai pendapat yang cenderung mengadu domba antarOrmas. Bahkan, antarumat beragama yang dapat menimbulkan terjadinya pro dan kontra di tengah masyarakat.
“Pada akhirnya, hal itu hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka menjaga stabilitas di masyarakat,” kata Wiranto.
“Pada akhirnya, hal itu hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka menjaga stabilitas di masyarakat,” kata Wiranto.
Berikut penjelasan lengkap Menko Polkam, Wiranto, bersama aparat Negara, terkait peristiwa Peringatan Hari Santri Nasional ke-3 di Limbangan Garut:
1. Hari Santri yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo 3 tahun yang lalu berdasarkan Keppres Nomor 22 Tahun 2015, bertujuan agar semangat para tokoh ulama Islam, dan para santri yang telah menempatkan ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniah, dan ukhuwah basyariah sebagai sumber inspirasi untuk menegakkan kemerdekaan, dapat terus mewarnai kehidupan bangsa Indonesia saat ini dan yang akan datang.
2. Pada tanggal 22 Oktober 2018 saat acara Peringatan Hari Santri Nasional ke tiga di Lapangan Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut yang dihadiri oleh kurang lebih 4.000 orang peserta dari berbagai Ponpes dan Ormas Islam, telah terjadi peristiwa pembakaran bendera yang berlafalkan kalimat Tauhid dan ikat kepala yang oleh pembakar diyakini sebagai simbol Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), dimana HTI adalah ormas yang sudah dilarang keberadaannya di Indonesia berdasarkan keputusan Pengadilan.
3. Saat ini peristiwa tersebut telah berkembang secara meluas dengan berbagai pendapat yang cenderung mengadu domba antar Ormas, bahkan antar umat beragama yang dapat menimbulkan terjadinya pro dan kontra di tengah masyarakat, yang pada akhirnya hanya akan mengusik persatuan dan kesatuan kita sebagai bangsa dan negara. Oleh karena itu, pemerintah memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah dalam rangka menjaga stabilitas di masyarakat.
4. Pada hari ini tanggal 23 Oktober 2018 di Kantor Kemenko Polhukam telah dilakukan Rapat Koordinasi yang dihadiri oleh Kapolri, Jaksa Agung, Kemendagri, Kemenkumham, MUI, dan perwakilan PBNU untuk membedah secara transparan apa yang sesungguhnya terjadi.
Berikut ini saya sampaikan hasil Rapat Koordinasi sebagai berikut:
a. Peristiwa pembakaran tersebut akibat adanya penggunaan kalimat Tauhid dalam Bendera HTI sebagai Ormas yang sudah dilarang keberadaannya. Yang muncul dalam upacara Hari Santri di beberapa daerah (Tasikamalaya, Garut) untuk daerah lainnya Bendera tersebut dapat diamankan dengan tertib, sedangkan di Garut cara mengamankannya dengan cara dibakar oleh oknum Banser.
b. PBNU telah meminta kepada GP Ansor untuk mengklarifikasi kejadian di Garut dan menyesalkan cara tersebut telah menimbulkan kesalah-pahaman, namun sesungguhnya sebagai Ormas Islam tidak mungkin dengan sengaja membakar “Kalimat Tauhid” yang sama artinya melakukan penghinaan terhadap diri sendiri, namun semata-mata ingin membersihkan pemanfaatan Kalimat Tauhid dimanfaatkan oleh organisasi HTI yang telah dilarang keberadaannya. Walaupun demikian, GP Ansor telah menyerahkan ketiga oknum Banser untuk diusut Kepolisian melalui proses hukum yang adil.
c. MUI telah melakukan pengkajian juga berpendapat bahwa peristiwa tersebut patut disesalkan, namun jangan sampai menimbulkan perpecahan diantara Umat Islam yang dapat membahayakan persaudaraan bangsa.
d. Dalam rangka memperjelas permasalahannya, maka klarifikasi dan pendalaman akan dilaksanakan oleh pihak Polri dan Kejaksaan RI, untuk menentukan penanganan selanjutnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Dengan penjelasan ini, maka diharapkan masyarakat tetap tenang dan tidak terpengaruh karena telah mendapatkan informasi yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.
6. Siapapun dan pihak manapun yang mencoba memanfaatkan situasi ini untuk hal-hal negatif yang akan mengganggu ketenangan masyarakat sama dengan mengkhianati pengorbanan para pendahulu kita. Utamanya para Santri dan Ulama yang telah berkorban untuk NKRI. (adi)