Aturan Soal Penggunaan Pengeras Suara di Masjid Ada Sejak Orba
Aturan soal penggunaan pengeras suara di masjid atau musala sebenarnya bukan hanya terjadi pada saat ini saja. Aturan sejenis bahkan sudah dikeluarkan sejak Orde Baru yaitu pada tahun 1978. Aturan itu termuat dalam Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: KEP/D/101/78 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola. Aturan ini dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam yang kala itu dijabat oleh Kafrawi.
Dalam aturan itu secara umum sudah menjelaskan soal syarat penggunaan pengeras suara, tata cara pemasangan pengeras suara dan pemakaian pengeras suara. Dalam syarat penggunaan pengeras misalnya dijelaskan perawatan pengeras suara harus dilakukan orang yang profesional. Bukan dilakukan oleh orang yang sedang belajar atau coba-coba saja. Tujuannya untuk menghindari suara berdengung atau bising yang kemudian malah menimbulkan antipati dan rasa benci.
Kemudian, orang yang menggunakan pengeras suara hendaknya memiliki suara yang merdu, fasih enak dan tidak cemplang atau sumbang. Hal ini untuk menghindarkan anggapan tak tertibnya masjid yang ujung-ujungnya malah menimbulkan rasa jengkel.
Kemudian, dalam aturan pemasangan pengeras suara juga diatur dalam instruksi Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam ini. Misalnya saja pengeras suara diatur sedemikan rupa. Misalnya pengeras suara yang ada di dalam masjid tak boleh mengganggu orang yang sedang salat atau dzikir.
Sedangkan untuk pemakaian, dalam aturan ini juga menjelas pengeras suara tak perlu digunakan sampai keluar masjid salat baca doa salat atau doa lainnya setelah salat. Dzikir juga dilarang menggunakan pengeras suara keluar.
Isi selengkapnya Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor: KEP/D/101/78 Tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Mushola: https://dki.kemenag.go.id/media/laws/11-191219021616-5dfb23c08a701.pdf