Aturan Rapid Test sebagai Syarat Jalan Dinilai Merugikan
Peraturan Walikota Surabaya Nomor 33 Tahun 2020 yang dikeluarkan dan ditandatangani oleh Walikota Tri Rismaharini, dinilai merugikan warga yang akan berkunjung ke Kota Surabaya. Sesuai isi peraturan tersebut, warga luar kota Surabaya harus membawa surat hasil rapid test atau swab test jika ingin masuk Kota Pahlawan.
Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Labolatorium Indonesia, Prof Aryati menyampaikan, rapid test sudah tidak disarankan untuk digunakan sebagai syarat perjalanan karena sensivitasnya yang rendah.
"Bisa saja hasil rapid test menunjukkan negatif palsu kalau sensitivitasnya tidak tinggi. Jadi hasilnya non reaktif padahal sesungguhnya kalau PCR mungkin positif. Sehingga tidak ada jaminan kalau dia non reaktif itu bebas dari Covid-19," kata Aryati ketika ditemui di Kantor Gubernur Jatim, Surabaya, Senin 20 Juli 2020.
Menurut Aryati, apabila rapid test reaktif namun ketika dibuktikan dalam pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) ternyata hasilnya negatif. Menunggu hasil PCR memakan waktu berminggu-minggu mengingat banyaknya sampel yang diperiksa. "Ini kan jadi sangat merugikan calon penumpang," tegasnya.
Untuk itu, Aryati menyampaikan, agar pemerintah dapat menggunakan motede lain yakni tes cepat molekuler (TCM) di tempat seperti stasiun, terminal, pelabuhan, bandara, bahkan di area check point masuk Kota Surabaya.
Teknisnya sama dengan swab yakni mengambil spesimen yang kemudian diperiksa menggunakan alat yang berbeda. Sehinga, dalam waktu cepat hasil sudah keluar dan akan lebih akurat.
Atau, lanjut professor dari Universitas Airlangga itu, bila tidak memungkinkan dengan TCM maka bisa menggunakan metode rapid test antigen.
"Rapid test antigen ini sudah ada, cuma memang lebih mahal sedikit dibandingkan rapid test yang antibodi tapi memang lebih akurat untuk mendeteksi Covid-19," pungkasnya.
Sementara itu, Koordinator Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Dr. Joni Wahyuhadi menyampaikan, saat ini rapid test tidak disebut oleh Kementerian Kesehatan melalui Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/413/2020 tentang pedoman pencegahan dan pengendalian Covid-19.
“Rapid test tidak disebut dalam pedoman kelima. Rapid ini hanya untuk suveilens aja,” katanya.
Menurut WHO (2004), surveilans merupakan proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan.
Advertisement