Atasi Stunting, Pasuruan Ajak Orang Tua Perhatikan Gizi Anak
Dua tahun terakhir, kata Stunting atau yang popular dengan istilah cebol, kerdil, kuntet (bahasa jawa,red) menjadi pembicaraan hangat seluruh lapisan masyarakat di tanah air. Tak terkecuali di Kabupaten Pasuruan.
Dari catatan Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan, terhitung ada sekitar 16.222 anak diketahui dalam kondisi stunting. Jumlah tersebut mencapai 30,7% dari 121.000 balita yang ditimbang.
Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Pasuruan, dr Agung Basuki menjelaskan, stunting adalah kondisi dimana seseorang, khususnya anak, pertumbuhannya tidak sesuai dengan umurnya. Sehingga dalam jangka waktu yang lama bisa berakibat pada menurunnya kecerdasan.
Penyebab stunting bermacam-macam. Bisa dari akibat kekurangan zat gizi kronis selama proses yang panjang. Yakni selama seribu hari pertama kehidupan (1000 HPK) yang berarti dari kehamilan 0-9 bulan hingga anak usia 2 tahun. Pola asuh yang tidak memadai hingga infeksi berulang.
"Kalau selama 1000 HPK si anak kekurangan gizi maka akan tumbuh stunting. Kalau sudah stunting, balita atau anak-anak akan rentan terhadap berbagai penyakit," kata Agung saat ditemui di ruangannya, Kamis, 4 Juli 2019.
Dikatakannya, balita yang mengalami stunting bisa berdampak pada beberapa hal. Diantaranya mudah sakit, tumbuh pendek, rendahnya prestasi, IQ menurun, hingga ketika sudah dewasa bisa tidak produktif karena tidak dapat melakukan banyak inovasi dalam cara berpikir.
"Jangan salah. Balita stunting juga berisiko menderita penyakit degeneratif ketika dewasa seperti obesitas, diabetes, jantung, dan lain sebagainya," kata Agung.
Hanya saja, stunting tidak serta merta diistilahkan dengan balita pendek. Kata Agung, baliita pendek bisa terjadi akibat factor genetic dari orang tuanya. Sedangkan stunting lebih pada keadaan di mana anak gagal tumbuh sesuai usianya.
Oleh karenanya, Dinkes Kabupaten Pasuruan mengajak kaum ibu untuk memperhatikan pola hidup sehat, terutama pada saat hamil hingga melahirkan sampai membesarkan sang anak.
"Mestinya sejak hamil, sang ibu harus makan makanan dan minuman yang bergizi tinggi. Setelah melahirkan, dia harus menyusui dengan ASI eksklusif ditambah vitamin penunjang. Sehingga anak tumbuh dengan baik. Rutin imunisasi, penimbangan berat badan secara terus menerus. Pemberian gizi. Kalau sakit diberi obat cacing dan seterusnya. Jangan ketika pas lahir sampai anak umur 6 bulan, anak diberi pisang atau nasi ditumbuk, itu salah. Harusnya ASI eksklusif saja, Itu contoh sederhana," katanya.
Untuk mengatasi permasalahan stunting, Dinkes Kabupaten Pasuruan telah melakukan berbagai macam langkah.
Diantaranya sosialisasi ke masyarakat secara langsung, survey keluarga atau pendekatan kepada keluarga secara intensif, intensifikasi gizi hingga bantuan makanan tambahan maupun susu. Serta bekerja sama dengan lapisan masyarakat, salah satunya Tim Penggerak PKK.
"Kebetulan tahun ini, Pemkab Pasuruan telah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 626 juta untuk pembelian susu kepada balita di semua wilayah se-Kabupaten Pasuruan. Utamanya balita yang berasal dari keluarga menengah ke bawa karena susu itu menjadi daya ungkit dalam pertumbuhan. Kita kerja sama dengan banyak pihak. Salah satunya PKK, dan kebetulan Ibu Ketua PKK sangat gencar membantu kami dalam mensosialisasikan apa itu stunting dan seterusnya," kata Agung. (sumber: www.pasuruankab.go.id)
Advertisement