Asyura sebagai Hari Santunan, Ini Fatwa Al-Azhar
“Ada anggapan, Hari Asyura ini amalan penganut aliran tertentu dalam Islam. Tapi, di masyarakat Jawa sebenarnya Hari Asyura sudah begitu akrab. Bahkan, ada yang bisa memberikan sedekah khusus untuk anak-anak yatim. Ustad, bagaimana sesungguhnya masalah ini? Mohon penjelasan.”
Demikian tanya Ikhwanus Shofa, warga Jalan Jakarta, Kota Malang, pada ngopibareng.id.
“Anjuran puasa Asyura dijelaskan dalam banyak hadits," kata Ustadz M Ma'ruf Khozin. Namun ada juga yang dianjurkan di hari tersebut untuk menambah nafkah kepada keluarga. Nah, bila masalah begini tentu isteri sangat senang.
Yaitu berdasarkan hadits: “Barangsiapa melapangkan belanja kepada keluarganya di hari Asyura’, maka Allah melapangkan kepadanya selama setahun, keseluruhan” (HR Thabrani, al-Baihaqi dan Abu Syaikh)
Hadits ini memang diperdebatkan keabsahannya oleh para pakar hadis. Namun Al-Hafidz Ibnu Hajar menambahkan riwayat berikut sebagai lanjutan hadits diatas: ”Jabir berkata: Kami mencobanya maka kami menemukannya seperti itu (diluaskan rezekinya)” (Lisan al-Mizan 2/293)
Dari hadits di atas, Mufti Al-Azhar, Mesir, memfatwakan anjuran bersedekah kepada fakir miskin: “Jika ada anjuran menambah nafkah, maka hendaklah diberikan kepada fakir miskin, seperti perbuatan baik di bulan Ramadhan”.
Sebagian ulama menilai, kata 'Keluarga' dalam hadis adalah orang fakir miskin. Dengan demikian menjadi jelas hikmah mendermakan hartanya bersama melakukan ibadah puasa (Fatawa Al-Azhar 9/265).
“Dengan demikian menjadikan 10 Asyura sebagai hari anak yatim dan fakir miskin untuk diberikan sedekah sudah benar, karena ada hadisnya, ada fatwanya dan kita mengamalkan. Dan tentunya berbuat baik dan sedekah kepada mereka tidak hanya di hari Asyura saja, namun setiap waktu.”
Demikian penjelasan Ustadz M Ma'ruf Khozin, anggota Aswaja NU Center PWNU Jatim. (adi)
Advertisement