Asyiknya Pagi dengan Cerita Sambel Pecel dari Kediri
Pagi-pagi begini, menu asyiknya, tak lain dan tak bukan, adalah nyego pecel. Tahu nyego pecel?
Itu bentuk ungkapan orang Jawa kalau ingin makan atau sekadar ingin sarapan nasi pecel. Pagi dan nasi pecel adalah pasangan pas. Seperti pasangan manten anyar. Jadi, nyego pecel yuk...
Ehemm... hayukkkk. Warung nasi pecel yang enak buanyak. Tinggal pilih tok, dan Jawa Timur adalah gudangnya nasi pecel huenak-huenak. Kalau yang sudah jaminan mutu dan mesti yes citarasanya ada Pecel Madiun. Kalau mlipir ke selatan ada pecel Ponorogo. Geser ke timur setelah Madiun ada Kediri. Ke Selatan sedikit ada Tulungagung. Mlipir setengah jam ke Timur dari arah Tulungagung ada nasi pecel Blitar.
Jarang ada nasi pecel yang tidak cocok di lidah dari wilayah ini. Rata-rata pasti enak. Nah, dari sekian banya yang enak itu ada beberapa yang isistimewa. Fidak terlalu susah juga untuk mencarinya. Kadang, malah ada warung nasi pecel yang tempatnya nylempit-nylempit justru banyak yang huenak.
Oke, silakan dilanjutkan nyego pecelnya. Penulis tak cerita bahan baku utama sego pecel itu saja. Paling utama citarasa nasi pecel itu terletak pada sambel pecelnya. Sambel pecel gagal, berarti seluruh citarasa nasi pecel akan hanyut. Akan menggiring opini nasi pecel sana, nasi pecel sebelah sana, oh yang itu to, tidak enak. Nah, di Kediri, ada sambel miroso yang layak dijadikan referensi persambelpecelan agar seluruh sebutan nasi pecel bisa dibilang enak. Begini ceritanya:
Di dalam novel berjudul Pengakuan Pariyem karya pengarang Linus Suryadi AG, terdapat tokoh perempuan monumental bernama Maria Magdalena Pariyem. Saking monumentalnya si tokoh, para kritius sastra pun sampai berdebat tiada henti.
Di jagat berbeda, di dunia persambelpecelan, juga muncul nama cukup monumental. Maria Magdalena Niken Sukendah. Sama-sama Maria Magdalena, sama-sama monumental. Hanya jagatnya saja yang berbeda. Satu di novel, satunya lagi di dunia nyata.
Niken nama panggilannya. Bu Niken nama ngetopnya. Saat ini ia genap 43 tahun. Dia bukan coba-coba bikin sambel pecel. Melainkan “dipaksa” bikin sambel pecel karena sebuah pelatihan. Pelatihan yang diadakan ibu-ibu PKK di tingkat kabupaten. Tahu-tahu dia diambil dan diikutsertakan dalam kelas pelatihan.
Satu persatu teman pelatihannya mbrodol. Hanya tinggal 2 wakil kecamatan saja yang berhasil bertahan dan lulus pelatihan. Satu dirinya dan satunya orang lain. Yang orang lain ini bisa bikin tapi tidak bisa memasarkan. Sementara Bu Niken bisa bikin sekaligus bisa memasarkan. Itu terjadi tahun 2006.
Sejak itulah mucul merk produksi UMKM. Namanya Sambal Pecel Miraos. Alamat produksinya adalah di Jalan Pamenang IV, Perum Katang B-11, Desa Sukeroje, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri. Dalam branding produk itu, dominan muncul warna merah dengan kesan bercita-rasa pedas. Muncul pula nomer pemesanan di 0852 30877437.
Yang monumental dari kemunculan Maria Magdalena Niken Sukendah dengan Sambal Pecel Miraos ini adalah awal pemasaran yang dijalaninya. Begitu bisa memproduksi sambel pecel, kemasan yang dibikin langsung kemasan sempurna. Sempurna dalam arti cocok packaging jika produk menjadi konsumsi khalayak. Dengan packaging itu dia berhasil mengirim produknya ke Malaysia.
Tidak tanggung-tanggung, sekali kirim ke Malaysia sejumlah 200 kilogram. Terbagi dalam kemasan sekiloan sehingga menjadi 200 dos kemasan. Pengiriman itu terjadi sepanjang tahun 2006. “Memang bukan ekspor langsung ke negara tujuan melainkan ada teman yang berkongsi dan membawanya ke Malaysia,” kata Niken.
Sayangnya, lanjut dia, kerjasama cukup monumental ini tidak berlanjut lama. Harus pecah kongsi di tengah jalan. Sementara dirinya tidak bisa mendapatkan kembali kontak konsumen yang sebelumnya memesan produknya. “Cukup memukul aktivitas produksi sebenarnya, namun itu bahan pelajaran yang teramat penting.”
Berangkat dari pengalaman cukup monumental itu Sambal Pecel Miraos mencoba terus berproduksi dan menggarap pasar lokal. Memang berat di awalnya. Karena harus mengenalkan produk dari awal sekali, selain itu juga tidak pernah menggarap pasar lokal. Akhirnya titip ke toko-toko dan pusat oleh-oleh dilakukan. Titip dua, tiga, hingga lima kemasan dengan tingkat laku yang tidak stabil.
Baru di tahun 2007 garapan pasar lokal membawa hasil. Dari pasar lokal Kediri dan sekitarnya Sambal Pecel Miraos mulai dikenal diluar wilayah. Surabaya misalnya. Dikenal pula di Palangkaraya. Respon positif ini membuat Niken selalu berupaya meningkatkan kualitas produksi, dan tentu saja kapasitas produksi.
Teristimewa Sambal Pecel Miraos adalah manis, kering, dan tahan lama. Misalnya, Pagi dicampur air untuk dipakai, sore hari tidak basi. Malahan sampai 3 hari kemudian.
“Ini bukan karena zat pengawet, melainkan dari bahan-bahan sambal itu sendiri yang memang saya ambil dari bahan paling berkualitas. Bahan kacang harus benar-benar pilihan. Saya pakai kacang lokal dan impor. Saya tidak banyak pakai kacang lokal karena terlalu banyak minyak. Kalau banyak minyak, produk tidak mampu tahan lama dan flek-flek di kemasan. Ini akan menjadi tidak cantik dan sulit untuk laku,” ungkap Niken.
Produksi normal Sambal Pecel Miraos 600 kilogram bahan per minggu, dan dalam seminggu 3-4 kali melakukan produksi. Omset berada dikisaran 13 juta sedangkan target produksi adalah 1 ton. Sayangnya, lanjut Maria Magdalena Niken Sukendah, target itu belum tercapai. Tapi sudah syukur bahwa UMKM Sambal Miraos ini cukup membawa nama harum Kabupaten Kediri. widikamidi
Advertisement