Asy'ariyah tak Batasi Sifat Allah pada Jumlah 20, Jawab Ulama
Apabila kita simpulkan, berbagai tuduhan terhadap Madzhab Asy’ari dan Maturidi itu ada tiga, yaitu:
Pertama, Asy’ariyah dan Maturidiyah dianggap membatasi sifat Allah hanya 20 (dua puluh).
Kedua, Asy’ariyah dan Maturidiyah dituduh menafikan sifat-sifat Allah.
Ketiga, Asy’ariyah tak lagi mengikuti Abul Hasan al-Asy’ari, namun mengikuti seorang ulama bernama Abdullah bin Sa'id bin Kullab atau Ibnu Kullab. Abul Hasan al-Asy’ari sendiri menurut mereka adalah seorang ulama berpaham salaf.
Semua tuduhan ini telah dijawab tuntas oleh para ulama Asya’irah dan Maturidiyah. Hanya kaum "baru tahu" ini saja yang sering "sok tahu". Berikut keterangan sekilas dari Ust Faris Khoirul Anam, Pengasuh Pondok Pesantren Darul Faqih-Malang:
Tidak masalah seseorang mengaku baru tahu. Namun yang jadi masalah adalah ketika baru tahu, dia tak berusaha mencari tahu, terus jadi sok tahu. Terkadang sudah dikasih tahu, tapi tetap tak mau tahu. Ini lebih bermasalah lagi. Apa dikasih tempe saja.
Asy’ariyah dia tuduh membatasi sifat Allah hanya dua puluh. Selain sifat dua puluh tidak ada. Inilah di antara kesalahpahaman kelompok sok tahu atau merasa paling tahu ini.
Sifat utama
Asya’irah yang mengajarkan sifat 20 bukan berarti hanya membatasi sifat Allah pada jumlah itu. Sifat 20 adalah sifat-sifat utama, yang sifat-sifat lain pasti akan berhubungan dengannya. Sifat 20 secara jelas memiliki dalil naqli dan ‘aqli. Sementara Asya’irah memiliki adab untuk membahas sifat Allah yang memiliki dalil naqli tersebut, lalu diberi penjelasan secara ‘aqli.
Al-Hudhudi dalam Syarh al-Sanusiyah al-Shughra (Ummul Barahin) – karya Imam Muhammad bin Yusuf al-Sanusi (w. 895), salah satu kitab penting tentang akidah Asy’ariyah – menjelaskan:
(فَمِمَّا يَجِبُ لِمَوْلاَنَا جَلَّ وَعَزَّ عِشْرُوْنَ صِفَةً) مِنْ بِمَعْنَى بَعْضٍ فَهيَ لِلتَّبْعِيْضِ أَيْ مِنْ بَعْضِ مَا يَجِبُ، لِأنَّ صِفَات مَوْلَاَنا جَلَّ وَعَزَّ الوَاجِبَةَ لَهُ لاَ تَنْحَصِرُ فِي هَذِهِ العِشْرِيْنَ، إِذْ كَمَالاَتُهُ لاَ نِهَايَةَ لَهَا، وَلَمْ يُكَلِّفْنَا اللهُ إِلاَّ بِمَعْرِفَةِ مَا نَصَبَ لَنَا عَلَيْهِ دَلِيْلاً وَهِيَ هَذِهِ العِشْرُوْنَ.
“Maka di antara sifat yang wajib untuk Allah Jalla wa ‘Azza ada dua puluh sifat. Kata ‘min’ di sini bermakna ‘sebagian’. Artinya dari sebagian sifat yang wajib bagi-Nya, karena sifat Allah Jalla wa ‘Azza yang wajib bagi-Nya tidak terbatas pada dua puluh ini. Kesempurnaan Allah tidak ada batasnya, sedangkan Allah tidak membebani kita kecuali hanya mengetahui yang telah Dia jelaskan dalilnya, yaitu 20 sifat ini.” (al-‘Allamah al-Hudhudi, Syarh al-Hudhudi ‘Ala Ummi al-Barahin – al-‘Aqidah al-Sanusiyah al-Shughra, hal 47).
Keberadaan sifat 20 sebagai sifat utama tanpa menafikan sifat lain dijelaskan pula oleh Syaikh Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi. Ulama bergelar Syahid al-Mihrab ini menjelaskan:
يَجِبُ أَنْ تَعْلَمَ فِي كَلِمَةٍ جَامِعَةٍ مُجْمَلَةٍ أَنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ مُتَّصفٌ بِكُلِّ صِفَاتِ الكَمَالِ وَمُنَزَّهٌ عَنْ جَمِيْعِ صَفَاتِ النُّقْصَانِ إِذْ إِنَّ أُلُوْهِيَّتَهُ تَسْتَلْزِمُ اتِّصَافَهُ بِالكَمَالِ المُطْلَقِ لُزُوْماً بَيَّناً بِالمَعْنَى الأخَصِّ. ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا بَعْدَ ذَلِكَ أَنْ نَقِفَ عَلَى تَفْصِيْلِ أَهَمِّ هَذِهِ الصِّفَاتِ، وَنُبَيَّنَ مَعْنَاهَا وَمَا تَسْتَلْزِمُهُ مِنْ أُمُوْرٍ وَمُعْتَقَدَاتٍ. وَقَدْ وَصَفَ اللهُ تَعَالَى نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ بِصِفَاتٍ كَثِيْرَةٍ مُخْتَلِفَةٍ إِلاَّ أَنَّ جُزْئِيَّات هَذِهِ الصِّفَاتِ كُلَّهَا تَلْتَقِي ضِمْنَ عِشْرِيْنَ صِفَة رَئِيْسِيَّةً ثَبَتَتْ بِدَلاَلَةِ الكِتَابِ وَبِالبَرَاهِيْنِ القَاطِعَةِ) اهـ.
“Wajib kau ketahui mengenai kalimat inklusif secara global bahwa Allah ‘Azza wa Jalla memiliki sifat-sifat sempurna dan bersih dari sifat-sifat yang menunjukkan kekurangan. Allah sebagai Tuhan pasti bersifat sempurna secara mutlak – absolut jelas dengan makna yang paling khusus. Kemudian setelah itu kita wajib memahami rincian sifat-sifat ini yang paling penting. Kita jelaskan maknanya serta dampaknya pada berbagai hal dan keyakinan. Allah Ta’ala telah memberikan sifat untuk-Nya dalam al-Qur’an dengan sifat-sifat yang banyak. Namun satuan-satuan sifat-sifat itu semuanya terkumpul di bawah 20 sifat utama yang telah terbukti melalui senarai dalil al-Qur’an dan bukti-bukti konklusif.” (al-Buthi, Kubra al-Yaqiniyat, hal 108).
Dalil naqli dari al-Qur’an dan hadits oleh Asya’irah dilengkapi penjelasannya dengan dalil ‘aqli, di mana dalil ‘aqli ini ibarat mata yang mampu menangkap pemahaman berbagai hal. Al-Qurthubi menjelaskan:
فَمِثَالُ الشَّرْعِ الشَّمْسُ، وَمِثَالُ الْعَقْلِ الْعَيْنُ، فَإِذَا فُتِحَتْ وَكَانَتْ سَلِيمَةً رَأَتِ الشَّمْسَ وَأَدْرَكَتْ تَفَاصِيلَ الْأَشْيَاءِ . تفسير القرطبي 10/ 294
“Permisalan syariat adalah matahari dan permisalan akal adalah mata. Jika mata itu membuka dan memang normal, ia akan mampu melihat matahari dan memahami penjelasan-penjelasan rinci tentang berbagai hal.” (al-Qurthubi, Tafsir al-Qurthubi, Vol 10, 294)
Pemahaman semacam ini kita dapatkan dalam kitab-kitab Asya’irah, terutama saat membahas rincian sifat 20. Maka sangat naif bila dikatakan Asya’irah hanya membatasi sifat-sifat pada jumlah itu.
Kalau belum tahu itu bertanya, bukan mendebat. Kan ayatnya jelas.
Advertisement