Asrama Sekolahan didirikan untuk Suku Amungme dan Kamoro
Jakarta : PT Freeport Indonesia, melalui Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) membantu peningkatan pendidikan anak-anak Suku Amungme dan Kamoro di Papua.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang saat dihubungi di Jakarta, Sabtu 6 Mei 2017 mengatakan saat ini pihaknya memiliki lima sekolah asrama untuk putra-putri Papua.
"Sekolah-sekolah asrama ini bertujuan untuk memberikan fasilitas akomodasi dan program pengayaan bagi anak usia sekolah dari wilayah yang terpencil, serta mempersiapkan calon intelektual dan pemimpin masyarakat," katanya.
Di dataran tinggi, LPMAK mendirikan Asrama Tsinga di Kampung Beanekogom, Tsinga dan di pesisir pantai Kaokanao, Kabupaten Mimika, dibangun Asrama Bintang Kejora putra dan putri.
Ada juga asrama di luar Kabupaten Mimika, yaitu Asrama Amor putra dan putri di Semarang, Jawa Tengah.
LPMAK mempercayakan pengelolaan asrama tersebut kepada institusi yang berkompeten di bidangnya.
Sekolah Asrama Taruna Papua dikelola Yayasan Mitra Citracendekia Abadi dari Jakarta dan Asrama Tsinga dikelola Yayasan Joronep, yang didirikan anak-anak muda Amungme.
Untuk Asrama Solus Populi di Timika dan Bintang Kejora putra dan putri di Kaokanao dikelola Keuskupan Timika.
Sedangkan Asrama Amor, kependekan dari Amungme dan Kamoro, di Semarang dikelola Yayasan Binterbusih Semarang.
Hingga akhir 2016, jumlah total siswa yang tercatat tinggal di kelima sekolah asrama tersebut mencapai 756 siswa.
Lucky Tanubrata, pengelola Sekolah Taruna Papua mengatakan pentingnya pendidikan usia dini untuk mencapai hasil maksimal.
"Kami menerima siswa di asrama dari usia TK hingga SMP dengan sistem pendidikan setara nasional ," katanya.
Menurut dia, sekolah mengutamakan siswa dari Amungme dan Kamoro yang memiliki potensi dan keluarga kurang mampu.
Awalnya, Sekolah Asrama Taruna Papua di Timika menerima siswa dari tiga kampung Amungme di dataran tinggi Mimika, yakni Tsinga, Aroanop, dan Waa-Banti sejak 2007.
Namun, mulai 2013, Asrama Taruna Papua juga menerima siswa Amungme dan Kamoro dari Timika dan sekitarnya.
Sementara, sekolah asrama yang dikelola Keuskupan Timika memfokuskan pada pembinaan dan pendidikan siswa Kamoro dengan seleksi dilakukan pengelola dan bantuan pastor paroki setempat.
Menurut Abraham, tantangan utama program adalah pemahaman orang tua akan fungsi dan peran asrama.
"Orang tua cenderung memandang asrama sekedar tempat penitipan anak," ujarnya.
Karena itu, ia menilai pentingnya pelibatan orang tua dalam pembinaan dan pendidikan anak-anak melalui pertemuan formal dan informal antara sekolah dan orang tua.
Dalam pertemuan itu, lanjutnya, bisa disampaikan berbagai hal seperti laporan perkembangan dan kemajuan anak, informasi pendidikan, berbagi wawasan dan pengetahuan, hingga penanganan anak-anak berkebutuhan khusus. (ant/wah)
Advertisement