Aset First Travel Tidak Cukup Untuk Bayar Kerugian Jamaah Umrah
Kasus penipuan terhadap puluhan ribu calon jamah umrah yang dilakukan First Travel (FT) memunculkan masalah baru. Menyusul keputusan PK Mahkamah Agung, yang menyebutkan aset FT dibagikan kepada jamaah.yang gagal berangkat.
Aset FT yang akan dibagikan jumlahnya ternyata tidak sesuai dengan kerugian yang dialami korban.
Aset yang nilai kejaksaan sebesar Rp40 miliar. Sedang kerugian yang dialami sebanyak 63. 310 jamaah, diperkirakan Rp1 triliun.
Keputusan MA tersebut tidak mengubah hukuman para terpidana. Andika Surachman dihukum 20 tahun, Anniesa Hasibuan divonis 18 tahun, dan Siti Nuraida tetap dipenjara selama 15 tahun.
Ketua Tim Penasehat Hukum Korban FT Pitra Romadoni Nasution menilai jumlah aset yang disita berdasarkan Putusan PK tersebut tidak mencukupi untuk menutup kerugian seluruh korban FT
"Tentunya hal tersebut harus dikaji oleh Kejaksaan Agung mengingat korban FT jumlahnya puluhan ribu jemaah," kata Pitra melalui siaran pers Sabtu 3 Juni 2023.
Pitra meminta agar eksekusi putusan tersebut tidak hanya mementingkan kepentingan para agen, namun mengutamakan pengembalian kerugian para korban.
Ia juga meminta Kejaksaan Negeri Depok memprioritaskan para korban First Travel langsung bukan para agen. Sebab tim penasehat hukum para korban telah menyerahkan data-data dan jumlah kerugian para korban kepada Kejaksaan Negeri Depok.
Sebelumnya bos FT Andika Surachman melalui kuasa hukumnya, Rusdianto Matulatuwa, meminta aset yang disita senilai Rp40 miliar tersebut dikembalikan. Tujuannya, aset-aset tersebut bisa diuangkan untuk memberangkatkan jamaah. Nilai aset itu jelas lebih kecil ketimbang kerugian total jamaah.
FT berhasil menggaet calon jamaa umrah sebanyak 93.295 orang. . Namun, yang berangkat hanya 29.985 jamaah. Sedangkan 63.310 jamaah periode November 2016 hingga Mei 2017 batal berangkat. Total uang jamaah yang tidak diberangkatkan tetapi sudah ditetapkan adalah Rp 905.330.000.000.
Sebab itu korban menuntur aset FT yang disita seharusnya lebih besar dari kerugian korban.
Bunyi putusan PK MA lainya yang disampaikan Juru bicara MA, Andi Samsan Nganro, bahwa
Majelis Hakim MA sepakat tidak mengubah hukuman para terpidana. Andika Surachman dihukum 20 tahun, Anniesa Hasibuan divonis 18 tahun, dan Siti Nuraida tetap dipenjara selama 15 tahun".
Seorang korban calon jemaah umrah PT First Travel, Satria Priatna, mengatakan putusan tersebut "melegakan". Sebab sudah empat tahun lamanya ia dalam situasi tidak jelas: antara masih berharap bisa berangkat umrah atau uang yang telah disetor bisa dikembalikan.
Di lubuk hatinya, pria asal Palembang ini tidak mempersoalkan kalau uang yang telah disetor itu tak kembali utuh, asalkan ia dan keluarganya yang lain tetap pergi umrah entah bagaimana caranya.
Tapi dengan keluarnya putusan MA ini, dia tahu kalau mimpi berangkat umrah sudah pupus. Maka harapannya adalah uang berangkat umrah yang dibayar hampir Rp200 juta bisa kembali utuh. Kalaupun tidak, ia minta agar dijelaskan terlebih dahulu sebabnya.
"Baiknya perwakilan-perwakilan jemaah bisa diundang dulu untuk bisa dipertemukan dan dijelaskan seperti apa bentuk pengembalian aset. Kalaupun tidak utuh kembali dijelaskan kenapa, supaya kami bisa paham dan tidak ada prasangka," ujar Satria Priatna secara terpisah Sabtu 3 Juni 2023.
Satria Priatna membayar uang umrah untuk 10 orang ke PT First Travel pada tahun 2016 lalu dan dijanjikan berangkat setahun setelahnya.
Sampai kedua orangtuanya meninggal pada tahun 2020, tak ada satupun yang pergi umrah. Padahal memberangkatkan orangtuanya adalah cita-cita sedari dulu. "Ada firasat kelihatannya tidak panjang lagi umur orangtua makanya mau ajak umrah. Tahunya tidak tercapai juga." ujarnya.
Kini, ia ingin agar putusan MA itu segera dieksekusi demi kejelasan nasib ribuan korban. Ia pun mengaku masih menyimpan semua bukt-bukti pembayaran. "Bukti bukti pembayaran semuanya simpan dengan baik," ujarnya.
Calon jamaah umarah yang menjadi korban penipuan First Travel, juga ada yang berasal dari Jawa Timur. Antara lain Surabaya, Sidoarjo, Malang, Pasuruan Probolinggo dan Madura. tetapi identitasnya tidak mau disebutkan, karena malu.