ASEAN Panji Festival 2023 akan Digelar Lima Kota di Indonesia
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk kedua kalinya akan menggelar Festival Panji Internasional bertajuk ASEAN Panji Festival.
Festival ini akan diikuti sembilan negara, yaitu Filipina, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Indonesia sebagai tuan rumah.
Negara-negara peserta itu akan menampilkan sajian tari kolaborasi yang berpusat pada kisah Panji (Inao), sebuah epos romantis yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Memory of the World (MoW) tahun 2017.
Sedang festival pertama tahun 2018, hanya diikuti oleh tiga negara, yaitu Indonesia, Kamboja, dan Thailand.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti mengatakan, festival ini bekerja sama dengan pemerintah daerah, perguruan tinggi, dan melibatkan komunitas-komunitas budaya yang ada di tiap daerah.
“Saya berharap cerita Panji akan selalu hidup dan lestari masyarakat dan komunitas dalam skala kecil maupun skala luas,” ujar Irini, di Jakarta pada Kamis, 12 Oktober 2023.
Sementara itu, pegiat Seni Panji, Wardiman Djojonegoro menuturkan, festival ini merupakan sebuah upaya untuk melestarikan serta memperkuat lagi sastra dan budaya Panji yang ternyata tidak hanya menyebar di Nusantara, tetapi juga di negara-negara ASEAN.
“Sastra dan budaya Panji yang dimulai 7 abad lalu (abad 14), sudah sangat digemari oleh masyarakat sehingga menyebar dari Jawa Timur hingga ke berbagai wilayah Nusantara. Pada abad ke-19, sastra dan budaya Panji menyeberang lautan ke Asia Tenggara. Sastra dan budaya Panji yang popular di Asia Tenggara berubah nama menjadi Inao dan Bussaba. Sejarawan Adrian Vickers menyebutkan pengaruh Panji sebagai A Panji civilization in South-East Asia,” ungkap Wardiman.
Penyelenggaraan ASEAN Panji Festival tahun ini di samping untuk menghormati warisan bersama (common heritage) yang dimiliki negara ASEAN, juga menjadi media pengikat persahabatan antarnegara melalui budaya.
Kata Wardiman, selama tujuh abad, sastra dan budaya Panji telah melewati berbagai masa, perubahan, persepsi, dan perkembangan sosial. Pada masa kini, budaya Panji berkurang atau tidak berkembang meluas karena banjirnya informasi, hiburan, dan terpaan budaya lain yang dikemas lebih baik melalui internet.
“Oleh karena itu, dalam seminar internasional nanti, akan diteliti bagaimana cara terbaik untuk menyebarkan budaya Panji dan mengadaptasi ceritanya ke generasi masa kini," katanya.
ASEAN Panji Festival akan digelar di lima kota, yakni Yogyakarta (13/10), Kediri (16/10), Malang (21/10), Pasuruan (22/10), dan Solo (25/10).
Di masing-masing kota tersebut, akan digelar pertunjukan kolaborasi Cerita Panji dalam Lakon "Panji Semirang” dari semua negara peserta. Tidak hanya menampilkan seni kolaborasi yang menjadi acara puncak, semua delegasi diajak untuk melakukan kunjungan budaya ke tempat-tempat bersejarah yang ada di Kediri (17/10) dan Yogyakarta (26/10).
Selain itu, juga ada workshop Tari Panji dan Lukis Damar Kurung di Surabaya (18/10) serta Lukis Topeng di Solo (24/10).
Untuk mendalami perspektif Cerita Panji dari masing-masing negara ASEAN, diadakan juga seminar internasional di Yogyakarta (12/10) dan Surabaya (18/10) dengan menghadirkan narasumber dari dalam dan luar negeri.
“Melalui seminar internasional ini, kita bisa melihat lebih jauh perjalanan Cerita Panji, bagaimana perkembangannya, serta pengalaman negara lain dalam upayanya untuk melestarikan Cerita Panji,” ujar Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia periode 1993—1998.
Perjalanan Cerita Panji Dari Berbagai Dimensi
Cerita Panji merupakan karya sastra dan budaya Indonesia yang berkembang pada abad ke-14 Masehi. Cerita yang berkisah mengenai Kerajaan Kadiri ini adalah kisah asli Jawa Timur dan berkembang pesat pada masa Majapahit.
Cerita Panji memiliki banyak versi dan tersebar hingga ke wilayah Asia Tenggara. Selain Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatra, kisah Panji juga menyebar hingga ke Thailand, Kamboja, Laos, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Myanmar.
Cerita Panji (Inao) menceritakan petualangan Pangeran Panji Inu Kertapati (Inao) dan sang pujaan hati, Dewi Sekartaji (Putri Candra Kirana). Keduanya dipisahkan dan harus melampaui berbagai rintangan untuk bersatu kembali.
Kisah umum ini diceritakan kembali berkali-kali dengan berbagai latar, karakter, dan nama. Kisah diwarnai dengan berbagai kejadian supernatural dan juga metamorfosis, penyamaran, hingga peralihan gender.
Meskipun dimulai dari pulau Jawa, kisah Panji (Inao) menjadi bentuk bercerita yang seringnya dibangun, diubah, dan digambarkan ulang dalam cerita rakyat dan seni tradisional di berbagai kerajaan Asia Tenggara.
Berbagai versi dan kisah Panji (Inao) yang tumbuh bersamaan dengan berpindahnya kisah ini dari Jawa ke berbagai tempat di Asia Tenggara menambah kekayaan dan nilai budaya kisah ini sekarang.
Cerita Panji bisa berbeda dari satu daerah dengan daerah lain, bahkan berbeda antarnegara lainnya. Hal ini karena tidak ada satu Cerita Panji yang baku, pengarang bebas menginterpretasikan Cerita Panjinya masing-masing. Ia tumbuh pada tempat dan waktu tertentu yang dapat dirujuk sebagai latar belakang kisahnya.
“Misalnya saja di Bali, cerita Panji disebut Cerita Malat, di negara ASEAN lainnya, Panji disebut Inao. Cerita Panji sangat individualistik, tergantung di mana daerah Cerita Panji itu berkembang. Cerita Panji temanya memang satu, tapi cara menceritakannya beragam,” cerita Wardiman.
Keunikan dan kepopuleran Panji menjadi inspirasi munculnya bentuk seni lain, seperti seni rupa, seni sastra, wayan, topeng, ketoprak, dan seni pertunjukan lainnya.
Advertisement