Arus Baru Ekspresi Keagamaan
Ada fenomena menarik dua tahun terakhir. Hanya dalam waktu singkat, channel Youtube dipenuhi dengan materi pengajian agama Islam yang diasuh KH Bahaudin Nursalim yang populer dipanggil Gus Baha.
Ia bukan kiai dalam kategori mubaligh. Seseorang yang berprofesi menayiarkan agama melalui ceramah agama di pengajian umum. Di depan unmat banyak sehingga bisa mendapat julukan kiai dengan sejuta umat.
Gus Baha bukan tipe itu.
Ia adalah kiai yang lebih memenntingkan mengajar santrinya dengan kitab. Kalau pun bersedia memberi pengajian umum hanya dengan alasan yang kuat. Karena yang meminta sahabat ayahnya atau guru-gurunya.
Gus Baha yang ahli tafsir Alquran ini bisa dibilang kiai kampung. Namun dengan pengetahuan dan pergaulan global. Prof Dr KH Quraish Shihab memuji Gus Baha sebagai kiai langka. Ahli tafsir yang menguasai kitab-kitab fiqh alias hukum Islam.
Namanya melejit setelah berbagai pengajiannya diunggah di Youtube maupun media sosial lainnya. Viewernya ratusan ribu sampai jutaan. Rasanya sekarang ini Gus Baha sebagai satu-satunya kiai yang paling populer di media sosial.
Yang mengunggah pengajiannya bukan dia sendiri. Juga bukan tim medsos yang dibikinnya. Tapi siapa saja yang mau. Baik lembaga maupun perorangan. Kalau pun mendapat iklan dari unggahannya, bukan Gus Baha yang menikmati.
Penampilannya sederhana. Pakai sarung, kemeja putih, dan peci hitam yang selalu dikenakan agak miring. Selalu kelihatan ujung rambutnya di dahi. Tidak pernah pakai sorban apalagi gamis seperti pendai selama ini.
Rasanya bukan penampilan dia yang sangat sederhana yang membikin ia begitu populer dalam waktu singkat. Tapi konten pengajiannya yang selalu menarik. Juga kepandaiannya dalam menyampaikan agama dengan rileks.
Gus Baha sangat menghayati bahwa agama itu seperti halnya "sebuah produk". Agar diikuti oleh orang banyak, maka harus memenuhii prinsip-prinsip marketing. Menyampaikannya harus membuat orang lain tertarik.
"Saya terkadang iri dengan agama lain. Yang ajarannya disampaikan dengan cara menjanjikan. Bahwa setiap mereka yang mati pasti masuk surga. Nah di Islam, banyak yang menyampaikan sebaliknya," katanya suatu ketika.
Maka Gus Baha dalam setiap materi pengajiannya tidak pernah menakut-nakuti. Tidak pernah menebar ancaman. Ia sampaikan bahwa beragama itu gampang. Beragama itu rileks. Dan semua yang sudah bersyahadat pasti masuk surga.
Gus Baha tak hanya menyampaikan segala pendapat keagamaannya atas pemikirannya sendiri. Ia selalu merujuk pada kitab-kitab klasik dan modern. Bahkan, kiai yang hafal
Alquran beserta maknanya ini hafal rujukannya dalam bahasa yang asli.
Gus Baha memang mengaku sebagai orang yang gemar membaca. Selalu melakukan penelitian terhadap kitab-kitab klasik terhadap apa saja persoalan agama yang menjadi perhatian dan pikirannya. Bukan asal omong doang.
Menurut saya, popularitas Gus Baha tidak hanya karena kealiman (kayanya ilmu pengetahuan) dia, tapi juga mencerminkan kebutuhan masyarakat tentang agama saat ini. Mereka lebih bisa menerima materi-materi agama yang mengekspresikan ketentraman.
Harus diakui bahwa di dalam Islam berkembang ekspresi keagamaan yang keras dan puritan. Di sisi lain juga berkembang pemahaman dan ekspresi keagamaan yang moderat. Tarik menarik antara kedua arus ekspresi ini terjadi sejak dulu kala hingga sekarang.
Tarik menarik itu tercermin juga dalam perjuangan politik. Di Indonesia sejak pembentukn negara bangsa sampai sekarang. Isu tentang pertentangan antara Pancasila dan Islam bersumber dari pertentangan dua arus ini.
Karena itu bisa disebuta ada agama politik dan agama non politik. Sejatinya, ekspresi keagamaan dalam politik bukan hal yang aneh. Sebab, sebagai sebuah nilai, ia memerlukan kekuasaan untuk mengekspresikan keagamaannya.
Atau sebaliknya. Kepentingan politik bisa juga memanfaatkan agama. Seperti yang terjadi di Arab Saudi. Berdirinya negara kerajaan itu memanfatkan aliran Wahabi untul mengokohkan kekuasaannya. Itu terjadi sampai sekarang. Meski kini di sana menuju arah moderat.
Namun ekspresi politik keagamaan yang keras itu ternyata tidak awet. Mayoritas ummat lebih nyaman dengan ekspresi keagamaan yang moderat. Ini terbukti setiap upaya membawa ummat di Indonesia ke arus politik keagamaan yang keras selalu gagal.
Kembali ke soal Gus Baha. Mengapa kiai kampung dari Rembang Jawa Tengah ini menjadi fenomenal dan mewarnai konten medsos di Indonesia tanpa disetting oleh tim khusus yang menanganinya?
Menurut saya ada tiga hal yang bisa menjelaskan. Pertama, Gus Baha menawarkan cara beragama yang rileks. Tidak menthenteng alias serius. Agama yang bisa dijalankan oleh semua lapisan masyarakat dengan berbagai tingkatan.
Pesan beragama yang rileks itu disampaikan dengan landasan keilmuan yang kuat. Rujukan kitab klasik dan modern yang kaya. Dengan pemahaman yang sempurna disertai dengan logika yang kuat.
Kedua, kealiman atau keluasan ilmu agama Gus Baha menjadikan ia terpercaya dalam menyampaikan pesan agama apa saja. Apalagi ia bisa menyampaikannya dengan bahasa-bahasa yang sederhana dan gampang dipahami awam.
Penyampaian yang sederhana ini bukan berarti Gus Baha tak bisa menyampaikan pesan agama dalam tataran yang lebih rumit. Dua kali saya mengikuti pengajian Gus Baha dalam forum di depan para guru besar UGM. Ia pun bisa menjelaskan sains dalam bahasa agama secara lancar.
Ketiga, publik kita kayaknya sudah jenih dengan narasi-narasi keagamaan yang keras. Yang disampaikan oleh para tokoh agama dalam ekspresi politik. Yang menjadikan pertentangan tanpa akhir karena menyangkut soal keyakinan.
Di saat terjado kejenuhan itu, hadir Gus Baha dengan materi-materi keberagaman yang menyenangkan, menentramkan, dan menjanjikan jaminan keselamatan di akhirat sepanjang telah bersyahadat. Bukan agama yang menyeramkan bagi pengikutnya.
Tiga hal tersebut yang membuat pengajian Gus Baha membanjiri dunia medsos saat ini. Menyeruak ke dalam semua lapisan, termasuk mereka yang selama ini "dijauhkan" dari agama. Ia menjadi arus baru dakwah Islam di Indonesia.
Arus yang memberi ruang ekspresi keagamaan yang bisa diterima oleh semua kalangan. Ekspresi keagamaan yang memang seharusnya berkembang dalam masyarakat Indonesia yang sangat beragam.