Arumi Marzudi, PMI Sukses Asal Blitar Berbagi Tips Kenali PJTKI Ilegal
Arumi Marzudi, eks Pekerja Migran Indonesia (PMI) berkisah tentang pengalamannya ketika hendak berangkat ke Hong Kong di usia belasan tahun. Warga Wlingi, Blitar ini mengingat, dirinya pernah mengalami praktik pemalsuan data tanpa disadari. Ia juga memberikan tips agar para calon bisa membedakan PJTKI yang resmi dan tidak.
“Saya mulai bekerja keluar negeri di usia sangat belia, saat itu masih berumur 17 tahun pada tahun 2005 dan sekarang saya sudah berumur 40 tahun. Rekruter saat itu namanya PL, atau disebut calo dan masih ada hubungan kerabat sama saya,” katanya.
Istri dari sastrawan Jawa, Bonari Nabonenar ini mengingat, saat itu ia ditampung di salah satu Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI ) di Waru, Kabupaten Sidoarjo. Selama tiga bulan di PJTKI, ia menjalani pelatihan, hingga proses pemalsuan data. "Jadi usia KTP (Kartu Tanda Penduduk) saya dengan usia di paspor saya tidak sama. Makanya saya paham sekali bagaimana itu punya data palsu," katanya.
Saat itu ia mengaku belum awas tentang praktik pemalsuan data dan dampak kepada dirinya. Ia justru berpikir jika pemalsuan data dilakukan untuk membantunya berangkat keluar negeri menjadi PMI. Ia kemudian masuk ke Hong Kong di usia 17.5 tahun. "Tetapi umur saya dituakan menjadi 22 tahun supaya umur saya standar minimal usia di Hongkong saat itu, Sampai 10 tahun menggunakan paspor yang sama," lanjutnya.
Namun dampaknya dirasakan hingga saat ini. Ia mengaku tak lagi bisa keluar negeri lantaran perbedaan usia antara di KTP dan di Paspor. "Saat ini tidak menggunakan data manual dari PJTKI juga data manual dari Disnaker tapi menggunakan aplikasi dari Kementerian Tenaga Kerja RI, namanya Siapkerja yang diverifikasi oleh mesin," terang Arumi.
Saat ini Arumi sering dimintai pendapat melalui online tentang permasalahan calon PMI sampai menjadi PMI di luar negeri. Ia juga mendengar berita tentang terbongkarnya kasus TPPO di sekitar rumahnya. Arumi merasa kecolongan, sebab di Blitar ada beberapa organisasi buruh migran, seperti perwakilan migrant care dan Komunitas Pekerja Migrant Indonesia (KOPI).
Tips Cek Legalitas PJTKI
Arumi lantas memberikan tips untuk membedakan PJTKI yang resmi dan tidak. "Kalau dilihat kasus selama ini, biasanya mereka merekrut orang jauh, lokasi trainingnya di tempat yang jauh. Maksudnya keluar dari kabupaten tempat calon PMI berasal," katanya.
Bila hal itu terjadi, ia meminta agar calon PMI merasa curiga. Sebab saat ini proses IT online tidak bisa di luar provinsi. Semisal saya orang dari Blitar, Jawa Timur, IT nya di Disnaker wilayah Jawa Tengah atau Jakarta itu tidak bisa. Seperti kasus ini dari NTT ke Blitar, seharusnya sudah curiga. Kenapa saya kok direkrut sejauh ini, padahal IT online harus melibatkan Disnaker sesuai dengan identitas KTP CPMI tersebut," lanjutnya.
Kemudian calon juga harus curiga bila rekrutmen tak memberikan penjelasan mengapa lokasi IT dibuat sangat jauh. "Seumpama dari Blitar ditampung di Malang masih boleh, kalau dari NTT ke Blitar itu sudah tidak boleh," katanya menekankan.
Selanjutnya, Arumi meminta agar para calon tidak tidak mempercayai informasi dari orang asing 100 persen. Ia meminta agar calon PMI mencari informasi sendiri, minimal menggunakan telepon pintar mereka. Informasi yang harus diketahui misalnya batas minimal usia negara penempatan. "Karena masing –masing negara berbeda," jelas Arumi.
Menurutnya, umumnya rekrutmen tak menjelaskan dengan baik tentang batas usia minimal dan maksimal di negara penempatan. "Karena apa ya? Mereka orientasinya kan keuntungan, bisnis kan? Jadi walau usianya masih di bawah umur datanya diotak- atik, ada data yang diubah pasti kan bisa merugikan CPMInya," pungkasnya.