Arti Lontong dan Makanan Tradisional lain, Filosofi Dalem Banget
Anak zaman now, mungkin lebih mengenal makanan-makan kekinian misalnya seblak, nugget, makaroni dan sejenis. Mereka mungkin masih mengenal menu tradisional seperti nasi tumpeng, kupat atau apem. Nama-namanya memang sudah tak keren lagi.
Berbeda dengan zaman now yang memberi nama makanan dengan yang nge-hits dan sensasional, orang zaman dulu memberikan nama makanan ternyata ada filosofi yang sangat mendalam. Sayang, banyak orang sekarang tak mengenal filosofi dari nama-nama makanan tradisional tersebut. Berikut kutipan dari buku "Belajar dari Makanan Tradisional Jawa," dengan penulis Dawud Achroni, (https://bit.ly/3ZRckpF)
1. Tumpeng
Tumpeng adalah nasi yang dibentuk seperti kerucut. Tumpeng biasanya ditata di atas tampah yang diberi alas daun pisang. Tampah adalah perabot rumah tangga yang dibuat dari anyaman bambu. Tampah berbentuk bulat. Tampah biasanya digunakan untuk menampi beras.
Tumpeng disajikan bersama aneka sayuran dan lauk-pauk. Dahulu tumpeng dicetak menggunakan alat bernama kukusan. Kukusan adalah parabot dapur berbentuk kerucut yang terbuat dari anyaman bambu.
Kukusan digunakan untuk memasak nasi atau mengukus makanan lainnya. Namun, sekarang tumpeng dibentuk menggunakan cetakan yang dibuat dari logam.
Tumpeng memiliki makna mendalam yang mencerminkan budaya masyarakat. Tumpeng sudah sangat lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa. Tumpeng digunakan pada banyak upacara adat, seperti pernikahan, kelahiran, pembangunan rumah, dan panen.
Nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung. Hal ini karena pada zaman dahulu, masyarakat Indonesia memiliki tradisi memuliakan gunung.
Gunung diyakini sebagai tempat bersemayamnya penguasa alam semesta. Bentuk kerucut juga memiliki beberapa makna lain. Bentuk kerucut melambangkan harapan agar kehidupan seseorang atau masyarakat selalu meningkat. Menjadi lebih baik dari waktu ke waktu.
Makna lain bentuk kerucut adalah melambangkan sifat manusia dan alam semesta. Manusia berawal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.
Bentuk kerucut dapat pula melambangkan keagungan Tuhan. Sementara itu, lauk-pauk dan sayuran melambangkan isi dari alam raya.
Tumpeng disajikan dengan berbagai kelengkapan. Tumpeng dan seluruh kelengkapannya menjadi simbol dari maksud untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. Dalam tradisi masyarakat Jawa, nama tumpeng merupakan singkatan dari metu dalan kang lempeng. Artinya adalah hidup melalui jalan yang lurus.
Semua kelengkapan yang disajikan bersama tumpeng juga memiliki makna yang mendalam. Kelengkapan tumpeng disesuaikan dengan kondisi daerah dan keperluan dari kenduri. Jadi, kelengkapan tumpeng tidak selalu sama.
2. Ingkung ayam
Kelengkapan tumpeng, antara lain ayam ingkung, telur rebus, bawang merah, tauge, kacang panjang, dan sambal kelapa parut.
Ayam ingkung bermakna inggalo jungkung. Artinya adalah segeralah bersujud. Ingkung juga dapat bermakna inggalo manekung. Artinya adalah segeralah berzikir kepada Allah.
Jadi, ayam ingkung merupakan simbol dari cita-cita untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Cita-cita yang diwujudkan dengan selalu bersujud dan berzikir.
Kacang panjang merupakan simbol bahwa dalam kehidupan sehari-hari manusia harus mampu berpikir panjang sehingga dapat bersikap bijaksana.
Bawang merah atau brambang melambangkan perbuatan manusia yang harus selalu penuh pertimbangan.
Cabai merah atau lombok abang melambangkan keberanian dan tekad untuk menegakkan kebenaran.
Telur melambangkan terjadinya manusia. Bumbu megono (sambal kelapa parut) merupakan simbol dari embrio manusia. Bayam atau bayem adalah simbol hidup yang ayem tentrem (damai dan tenteram). Tauge atau kecambah berarti hidup.
Dari makna tumpeng kita mendapatkan pelajaran atau nasihat berharga. Jika kita mau merenungkan dan menjalankannya, kita akan menjadi manusia yang baik. Tumpeng adalah warisan budaya yang sangat berharga. Bukan semata karena rasanya yang lezat, melainkan lebih karena nilai-nilai kebaikan yang diajarkannya. Dengan menjadi orang baik sebagaimana yang diajarkan tumpeng, hidup kita akan bahagia. Kita juga akan menjadi orang yang bermanfaat bagi banyak orang.
3. Kupat
Kupat atau ketupat adalah makanan berbahan dasar beras. Kupat dibungkus dengan pembungkus dari anyaman janur. Janur adalah daun kelapa muda. Bentuk kupat akan mengikuti bentuk pembungkusnya. Dibutuhkan waktu berjam-jam untuk memasak kupat hingga matang.
Kupat merupakan hidangan khas Hari Raya Idulfitri. Pada masyarakat tradisional Jawa dikenal dua hari raya, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat.
Bakda Lebaran adalah perayaan Idulfitri yang diisi dengan salat Id dan silaturahmi. Bakda Lebaran dirayakan pada hari ke-1 hingga hari ke-6 Hari Raya Idulfitri.
Bakda Kupat dirayakan pada hari ke-7 setelah Hari Raya Idulfitri. Saat Bakda Kupat, masyarakat memasak kupat untuk dimakan bersama keluarga. Kupat juga disuguhkan kepada tamu yang datang atau dibagikan kepada para tetangga.
Kupat diyakini telah dikenal masyarakat sebelum masuknya Islam ke Indonesia. Setelah kedatangan Islam ke Nusantara, kupat digunakan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam di Jawa. Sunan Kalijaga dipercaya sebagai wali yang semula menggunakan kupat sebagai sarana berdakwah.
Kupat hidangan Hari Raya Lebaran yang memiliki arti khusus. Nama kupat merupakan singkatan dari ngaku lepat dan laku papat. Ngaku lepat artinya adalah mengakui kesalahan. Laku papat artinya adalah empat tindakan.
Sikap mengakui kesalahan diterapkan dalam tradisi sungkeman. Sungkeman adalah bersimpuh di hadapan orang tua sambil meminta maaf. Sungkeman mengajarkan anak akan kewajiban untuk bersikap menghormati dan rendah hati kepada orang tua. Sungkeman juga mengajarkan anak agar memohon keikhlasan dan ampunan orang tua.
Melalui tradisi sungkeman, kita diingatkan bahwa orang tua adalah orang paling penting dan paling berjasa bagi kita. Orang tua telah mengasuh dan membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Orang tua juga telah bekerja keras untuk memenuhi semua kebutuhan kita. Termasuk membiayai sekolah kita.
Kita tidak boleh menyakiti hati orang tua. Kita harus selalu berbuat baik kepada orang tua. Hanya dengan restu orang tua, kita bisa meraih kesuksesan dan kebahagiaan. Sikap mengakui kesalahan juga diterapkan dengan tradisi saling meminta maaf.
Pada saat Lebaran, orang-orang bersilaturahmi dan saling meminta maaf atas kesalahan masing-masing. Makna lain dari kupat adalah laku papat atau empat tindakan. Keempat tindakan dalam perayaan Lebaran tersebut adalah lebaran, luberan, leburan, dan laburan.
Lebaran memiliki makna usai. Menandakan berakhirnya puasa Ramadan. Selama Ramadan, umat Islam melaksanakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Saat Lebaran tiba, kewajiban puasa telah usai dilaksanakan. Lebaran juga berasal dari kata lebar. Maknanya adalah di hari Lebaran, pintu ampunan telah terbuka lebar.
Luberan memiliki arti meluber atau melimpah. Maknanya adalah ajaran agar umat Islam bersedekah kepada orang-orang yang tidak mampu. Penerapan ajaran ini salah satunya adalah mengeluarkan zakat fitrah menjelang Lebaran. Zakat hukumnya wajib bagi umat Islam yang mampu. Zakat juga merupakan wujud kepedulian kepada sesama manusia.
Leburan memiliki arti habis dan melebur. Maknanya adalah pada saat Lebaran, dosa dan kesalahan akan melebur habis. Hal ini karena setiap muslim saling memaafkan satu sama lain.
Laburan berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah serbuk berwarna putih yang biasa digunakan sebagai penjernih air atau pemutih dinding. Maknanya adalah supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batin. Di hari Lebaran, seluruh muslim diajak untuk memutihkan atau menjernihkan hati.
Kupat dibungkus dengan janur. Janur merupakan singkatan dari jatining nur. Artinya adalah cahaya sejati, yakni keadaan manusia yang kembali suci setelah mendapatkan cahaya sejati selama bulan Ramadan.
Bungkus kupat terbuat dari janur yang dianyam dengan rumit. Hal ini mencerminkan sulitnya minta maaf. Anyaman janur yang rumit tersebut juga menggambarkan keragaman masyarakat Jawa. Janur yang melekat satu sama lain membentuk sebuah anyaman. Ini merupakan anjuran untuk mempererat tali silaturahmi tanpa memandang perbedaan pangkat, jabatan, dan kekayaan.
Setelah dibelah, akan terlihat kupat yang berwarna putih. Warna putih melambangkan kebersihan dan kesucian hati. Hati menjadi bersih dari segala kesalahan setelah berpuasa sebulan penuh, memohon ampunan kepada Allah, dan meminta maaf kepada sesama manusia.
Kupat memiliki bentuk yang sempurna. Hal ini melambangkan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa. Kupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan. Oleh karena itu, dikenal ungkapan kupat santen. Kupat santen merupakan singkatan dari kulo lepat nyuwun ngapunten. Artinya adalah saya salah mohon maaf. Butiran beras yang dibungkus dalam janur merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran.
Kupat mengajarkan kepada kita kewajiban untuk membersihkan hati. Hanya dengan hati yang bersih, kita bisa mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan hati yang bersih pula, kita akan menjadi manusia yang lebih baik. Hati yang bersih akan menjadikan kita peduli terhadap sesama manusia.
Hati yang bersih bisa kita miliki dengan menjalankan puasa Ramadan dan ibadah-ibadah lainnya. Saling memaafkan, menjalin silaturahmi, dan bersedekah juga akan menjadikan hati kita baik.
4. Apem (Afwan atau Affuwun)
Apem (apam) adalah penganan tradisional yang dimasak dengan pemanggang yang ada cetakannya. Bentuknya mirip serabi, tetapi lebih tebal. Apem digunakan dalam berbagai kenduri dalam masyarakat Jawa.
Masyarakat di daerah Jatinom, Klaten, Jawa Tengah dan sekitarnya mempercayai bahwa kue apem berasal dari Mekah. Kue ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig ketika kembali dari menunaikan ibadah haji.
Ki Ageng Gribig adalah seorang ulama pada zaman Mataram. Ki Ageng Gribig berdakwah menyebarkan agama Islam, khususnya di Jatinom.
Sekembali Ki Ageng Gribig dari menunaikan ibadah haji, banyak orang berkumpul di rumahnya. Mereka ingin mendengar cerita dan wejangan dari Ki Ageng Gribig. Sebelum mereka pulang, Ki Ageng Gribig ingin membagikan oleh-oleh yang dibawanya dari Mekah secara merata.
Sayangnya, kue apem yang ada terlalu sedikit. Kue tersebut tidak mencukupi untuk semua yang hadir. Ki Ageng Gribig pun meminta istrinya untuk memasak kue apem agar semua yang hadir mendapat oleh-oleh.
Kata apem diyakini berasal dari kata bahasa Arab, yaitu afwan atau affuwun. Artinya adalah maaf atau ampunan. Karena masyarakat Jawa kesulitan untuk mengucapkan kata dalam bahasa Arab tersebut, mereka pun menyebutnya apem.
Apem merupakan simbol permohonan ampun kepada Tuhan atas berbagai kesalahan. Apem berbentuk bulat. Hal ini melambangkan sebagai tempat berdoa. Bentuk bulat juga menjadi lambang sarana penghubung dengan Tuhan. Apem juga melambangkan kesederhanaan. Kesederhanaan terlihat dari bahan-bahan pembuat apem. Bahan-bahan ini mudah didapatkan.
Kesederhanaan juga tampak dari proses pembuatan apem. Untuk membuat apem tidak membutuhkan waktu lama. Rasa yang nikmat dari kue apem mengajarkan manusia tentang rasa syukur. Makna lain dari apem adalah sebagai simbol dari sedekah. Hal ini sebagaimana diajarkan oleh Ki Ageng Gribig dan istrinya. Mereka membagikan kue apem kepada tetangga dan sanak saudara.
Di daerah Jatinom, terdapat tradisi Yaqowiyu atau yang lebih dikenal sebagai Saparan. Tradisi ini telah dilakukan sejak zaman Kerajaan Mataram. Istilah Yaqowiyu diyakini berasal dari doa Kyai Ageng Gribig sebagai penutup pengajian. Yaqowiyu diadakan setiap bulan Safar, antara tanggal 12 sampai dengan pada hari Jumat. Bulan Safar adalah bulan kedua dalam penanggalan Jawa.
Pada hari Kamis, apem yang digunakan untuk upacara adat disusun dalam dua gunungan besar. Kedua gunungan, kemudian diarak menuju Masjid Ageng Jatinom. Kedua gunungan apem ini disemayamkan semalam di Masjid Ageng Jatinom dan dibacakan doa-doa. Selesai Salat Jumat, apem disebar dari atas panggung.
Selain apem pada gunungan, disebar pula ribuan apem lain yang diserahkan oleh masyarakat. Ribuan orang yang menghadiri acara ini akan berebut apem tersebut.
Upacara tradisional lainnya yang juga menggunakan apem adalah Ruwahan. Ruwahan adalah tradisi yang diselenggarakan untuk mendoakan arwah leluhur. Tradisi ini dilaksanakan pada pertengahan bulan Ruwah dalam penanggalan Jawa atau bulan Syakban dalam penanggalan Islam.
Ruwahan biasanya dilakukan di rumah masing-masing warga. Setiap rumah mengadakan kenduri dengan mengundang tetangga sekitar. Dalam kenduri ini, masyarakat melakukan sedekah dengan membagikan makanan kepada para tetangga.
Makanan yang dibagikan berupa nasi beserta lauk pauk, kolak pisang, kue apem, dan ketan. Sebelum dibagikan, makanan didoakan bersama lebih dahulu.
Selain dilakukan sendiri-sendiri di rumah masing-masing, kenduri juga dilakukan secara bersama-sama. Seluruh warga kampung berkumpul mengadakan kenduri untuk mendoakan arwah leluhur. Setiap keluarga membawa sedekah makanan berupa nasi tumpeng lengkap dengan lauk pauknya.
Kemudian, makanan dibagikan kepada semua orang yang hadir. Selain kenduri, dalam tradisi Ruwahan warga masyarakat juga melakukan ziarah ke makam para leluhur dan sanak saudara. Manusia sering melakukan kesalahan. Apem mengajarkan kita untuk selalu memohon ampunan kepada Tuhan. Saat memohonan ampunan, kita menyadari kesalahan kita dan bertekad untuk tidak mengulanginya.
Saat kita dekat dengan Tuhan, perilaku kita akan menjadi baik. Kita akan melakukan hal-hal yang diperintahkan Tuhan. Kita juga akan menjauhi perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan. Kue apem mengingatkan kita agar selalu dekat dengan Tuhan.
Apem juga memberikan nasihat agar kita senang bersedekah. Bersedekah akan membuat tidak lupa bersyukur atas semua nikmat yang kita terima. Bersedekah juga akan membuat kita menyayangi sesama.
5. Lemper (Yen Dielem Atimu Ojo Memper)
Lemper adalah penganan yang terbuat dari ketan. Di dalamnya terdapat isian. Isian lemper dapat berupa abon, daging sapi cincang, atau daging ayam cincang. Lemper dibungkus dengan daun pisang.
Lemper biasa disajikan dalam berbagai acara, seperti resepsi pernikahan, pengajian, arisan, dan khitanan. Lemper juga menjadi bagian dari beberapa upacara adat. Selain rasanya enak, lemper juga menjadi simbol ajaran-ajaran luhur.
Nama lemper mengajarkan pentingnya sikap rendah hati. Lemper merupakan singkatan dari yen dielem atimu ojo memper. Maksudnya adalah ketika mendapat pujian dari orang lain, hati tidak boleh menjadi sombong atau membanggakan diri.
Banyak orang menjadi lupa diri ketika dipuji. Mereka merasa lebih baik daripada orang lain. Melalui lemper, kita diingatkan agar kalau dipuji tetap rendah hati.
Lemper dibuat dari beras ketan yang memiliki sifat lengket. Hal ini sebagai simbol persaudaraan. Ketan yang lengket mencerminkan persaudaraan di antara sesama manusia yang saling menyatu.
6. Ketan
Ketan juga memiliki makna lain. Ketan merupakan singkatan dari ngraketaken paseduluran. Artinya adalah merekatkan persaudaraan. Dalam acara-acara hajatan, lemper melambangkan harapan akan datangnya rezeki. Arti ini juga berasal dari sifat ketan yang lengket.
Dengan menghidangkan lemper, orang yang menyelenggarakan hajatan berharap rezeki akan datang dan menempel selama menggelar acara. Di daerah Wonokromo, Pleret, Bantul, Yogyakarta, terdapat tradisi bernama Rebo Pungkasan. Tradisi ini sudah diselenggarakan masyarakat setempat sejak lama secara turun-temurun.
Upacara adat ini diselenggarakan pada hari Rabu terakhir bulan Safar. Rebo Pungkasan adalah tradisi yang memiliki keunikan tersendiri. Upacara ini menghadirkan lemper raksasa, gunungan, dan pasukan prajurit Kraton Yogyakarta. Gunungan yang juga dihadirkan dalam upacara adat ini berisi hasil bumi masyarakat setempat.
Pelaksanaan Rebo Pungkasan dimulai dari halaman masjid di Dusun Karanganom. Lemper raksasa dan gunungan diarak menuju balai desa Wonokromo. Sebelum rombongan kirab diberangkatkan, lebih dahulu dibacakan doa yang dipimpin seorang kiai. Sesampai di balai desa, lemper dan isi gunungan dibagikan kepada para pengunjung secara gratis.
Pelaksanaan upacara tradisional Rebo Pungkasan memiliki beberapa tujuan. Pertama, sebagai sarana untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan atas limpahan rezeki yang diterima masyarakat. Kedua, meminta berkah keselamatan kepada Tuhan. Ketiga, memohon kepada Tuhan agar masyarakat agar terhindar dari marabahaya. Keempat, sebagai wujud penghormatan kepada leluhur.
Ada nasihat-nasihat sangat berharga dari tradisi Rebo Pungkasan. Salah satunya adalah nasihat yang tersirat melalui lemper. Lemper terdiri atas tiga bagian, yaitu daun pisang sebagai pembungkus, nasi ketan, dan daging cincang. Masing-masing bagian memiliki makna khusus dan saling terkait antara satu dengan lainnya.
Dua tusuk bambu yang terdapat pada kedua ujung pembungkus lemper melambangkan rukun Islam dan rukun iman. Lemper dibungkus dengan daun pisang. Daun pisang pembungkus lemper diibaratkan sebagai segala hal yang tidak baik dan sifat-sifat buruk.
Untuk dapat menikmati lemper, orang harus membuka pembungkusnya lebih dahulu. Selama kulit belum dibuka, kelezatan lemper tidak pernah dapat dirasakan. Hal ini mengandung ajaran bahwa jika ingin mencapai kemuliaan hidup, orang harus membersihkan diri lebih dahulu. Maksud membersihkan diri adalah membuang segala yang tidak baik dan sifat buruk.
Setelah kulit lemper dibuka, lezatnya ketan dapat dinikmati. Ketan diibaratkan kenikmatan kehidupan dunia. Kenikmatan yang dapat dicapai setelah manusia membersihkan diri dari hal-hal buruk. Namun, kenikmatan ini sifatnya hanya sementara. Kenikmatan kehidupan dunia bukanlah tujuan akhir. Masih ada kebahagiaan kehidupan akhirat yang tidak boleh dilupakan.
Bagian paling dalam dari lemper adalah isi berupa daging cincang. Setelah menikmati lezatnya ketan, isi lemper yang jauh lebih lezat baru dapat dinikmati.
Maknanya adalah setelah mengarungi kehidupan dunia yang fana, manusia akan merasakan kebahagiaan kehidupan di akhirat. Inilah sebenarnya kebahagiaan sejati yang dicari manusia. Ada banyak kebaikan yang dapat kita pelajari dari lemper.
Lemper mengajarkan kita untuk selalu rendah hati. Manusia adalah makhluk yang punya banyak kekurangan. Semua yang ada pada diri kita adalah pemberian Tuhan. Jadi, tidak ada yang pantas untuk kita sombongkan.
Rendah hati adalah sifat terpuji. Sombong adalah sifat tercela. Rendah hati akan membuat kita disayang Tuhan dan dikasihi manusia. Tuhan tidak menyukai orang yang sombong.
Kesombongan juga akan membuat seseorang dijauhi dalam pergaulan. Saat menerima pujian, sebaiknya kita bersyukur. Pujian tidak boleh membuat kita menjadi tinggi hati. Lemper juga mengajarkan kita untuk selalu menjaga tali persaudaraan. Agar hubungan dengan orang lain terjaga, kita harus pandai-pandai membawa diri. Kita harus menjaga perkataan dan perbuatan agar tidak menyakiti orang lain.
Pelajaran lain dari lemper adalah kita harus membuang sifat-sifat buruk dalam diri kita. Dengan memiliki sifat-sifat baik, kita dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.
Advertisement